Profil Tampang Imam Muslimin Dosen UIN Malang yang Viral di TikTok Usai Diduga Pura-Pura Dianiaya Saat Berselisih dengan Tetangga, Lengkap: Umur, Agama dan IG

Profil Tampang Imam Muslimin Dosen UIN Malang yang Viral di TikTok Usai Diduga Pura-Pura Dianiaya Saat Berselisih dengan Tetangga, Lengkap: Umur, Agama dan IG

Imam-Instagram-

Profil Tampang Imam Muslimin Dosen UIN Malang yang Viral di TikTok Usai Diduga Pura-Pura Dianiaya Saat Berselisih dengan Tetangga, Lengkap: Umur, Agama dan IG

Istri dan Anak Imam Muslimin Siapa? Profil Lengkap Dosen UIN Malang, Pengasuh Pesantren & Penulis Karya Ilmiah Berpengaruh di Tingkat Nasional



Di tengah deru dunia akademik yang semakin dinamis, ada sosok yang tenang namun berdampak besar: KH. Muhammad Imam Muslimin, atau yang akrab dipanggil Yai Mim. Sebagai dosen senior di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, ia bukan sekadar pengajar biasa — ia adalah sosok yang menggabungkan keilmuan modern dengan kearifan tradisional pesantren, sekaligus menjadi teladan bagi ribuan mahasiswa dan santri di Jawa Timur.

Namun, di balik reputasi akademiknya yang cemerlang, banyak yang bertanya: Siapa istri dan anak-anak Yai Mim? Apakah keluarganya juga berkecimpung di dunia pendidikan? Dan bagaimana perjalanan hidupnya yang membentuk seorang intelektual sekaligus ulama modern?

Mari kita telusuri kisah lengkapnya — dari akar keluarga, jejak pendidikan, hingga karya ilmiah yang menginspirasi dunia kampus dan pesantren.


Asal Usul Keluarga: Akar Keislaman dari Blitar
Yai Mim lahir pada 11 Maret 1966 di Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, Jawa Timur — sebuah daerah yang kaya akan tradisi keagamaan dan budaya santri. Ia adalah putra dari pasangan almarhum H. Achmad Mochammad Mardi Hasan Karyantono dan Hj. Siti Katmiyati, dua tokoh masyarakat yang dikenal taat beribadah dan sangat menekankan pentingnya pendidikan agama sejak dini.

Meski berasal dari lingkungan pedesaan, keluarga Yai Mim tidak pernah membatasi ruang belajar anak-anaknya. Sebaliknya, mereka mendorong putra-putrinya untuk mengejar ilmu setinggi mungkin — tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritual. Inilah yang kemudian menjadi fondasi kuat bagi perjalanan hidup Yai Mim sebagai intelektual muslim yang seimbang antara akal dan hati.

Sayangnya, hingga kini, nama istri dan anak-anaknya belum secara resmi dipublikasikan oleh beliau sendiri maupun melalui akun media sosial pribadi. Tidak ada akun Instagram resmi yang bisa dikonfirmasi milik KH. Muhammad Imam Muslimin. Ini mencerminkan sikap sederhana dan rendah hati yang menjadi ciri khasnya — lebih memilih fokus pada amal daripada popularitas digital.

Namun, dari informasi terbatas yang tersedia, diyakini bahwa beliau memiliki keluarga kecil yang mendukung penuh aktivitasnya sebagai dosen, pengasuh pesantren, dan peneliti. Istri beliau, yang identitasnya sengaja dijaga privasinya, dikenal sebagai sosok yang sabar, mandiri, dan aktif dalam kegiatan sosial keagamaan di lingkungan pesantren.

Sementara itu, anak-anaknya — meski tidak disebutkan jumlah dan nama pastinya — diduga telah menempuh jalur pendidikan yang sama: menggabungkan ilmu umum dan ilmu agama. Banyak sumber menyebut salah satu putranya sedang menempuh studi di perguruan tinggi Islam, sementara yang lain terlibat dalam kegiatan dakwah remaja di lingkungan pesantren.

Jejak Pendidikan: Dari MI Hingga IAIN, Menuju Intelektual Muslim Modern
Pendidikan formal Yai Mim dimulai dari MI Al-Qodiriyah di Blitar, yang ia tamatkan pada tahun 1980. Di usia belasan, ia sudah menunjukkan ketajaman otak dan ketekunan luar biasa dalam mempelajari kitab kuning dan bahasa Arab.

Tak puas hanya dengan pendidikan dasar, ia melanjutkan ke MTs Ma’arif Bakung (1983), lalu menyelesaikan jenjang SMA di MA Al-Kamar Kunir Wonodadi pada tahun 1986. Di sinilah awal mula ia benar-benar “menemukan dirinya” — bukan hanya sebagai pelajar, tapi sebagai calon pemimpin masa depan.

Namun, yang paling menentukan bentuk kepribadiannya adalah pendidikan non-formal di Pesantren Terpadu Al-Kamal Kunir Wonodadi. Di pesantren ini, ia menimba ilmu langsung dari KH. A. Tohir Wiajaya, seorang ulama kharismatik yang dikenal ahli dalam bidang fiqh, tafsir al-Qur’an, tasawuf, dan bahasa Arab klasik. Di bawah asuhan guru yang bijaksana ini, Yai Mim tidak hanya belajar teks, tapi juga membangun karakter: kesabaran, keikhlasan, dan integritas intelektual.

Pada tahun yang sama (1986), ia pun memutuskan untuk melanjutkan pendidikan formal ke perguruan tinggi. Ia masuk IAIN Sunan Ampel Surabaya (kini Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) dengan program studi Bahasa Arab. Empat tahun bersusah payah, pada tahun 1991, ia berhasil meraih gelar S1 dengan predikat sangat memuaskan.

Tak berhenti sampai di situ, Yai Mim terus mengejar ilmu. Ia mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan lokakarya nasional tentang manajemen pendidikan, kepemimpinan pesantren, dan integrasi teknologi dalam pembelajaran agama. Semua ini dilakukan bukan untuk gelar, tapi demi memperkuat kapasitasnya dalam melayani umat.

Dosen UIN Malang & Pengasuh Pesantren: Dua Peran yang Saling Melengkapi
Setelah lulus, Yai Mim memilih kembali ke tanah kelahirannya — Malang — untuk mengabdikan diri di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Di kampus yang dikenal sebagai pusat keilmuan Islam terkemuka di Indonesia timur, ia menjadi dosen tetap di Jurusan Bahasa Arab, Fakultas Adab dan Humaniora.

Namun, ia tidak hanya duduk di ruang kuliah. Di sela-sela tugas mengajar, ia juga mendirikan dan mengasuh dua lembaga pendidikan keagamaan:

Pondok Pesantren Anshofa – sebuah pesantren modern yang menggabungkan kurikulum nasional dengan sistem salafiyah.
Bayt Al-Qur’an Nurus Shafa – pusat hafalan dan pemahaman Al-Qur’an berbasis teknologi digital, yang menjadi rujukan bagi ribuan santri dari berbagai daerah.
Di kedua pesantren ini, Yai Mim menerapkan konsep “Pesantren 4.0”: pembelajaran berbasis digital, penggunaan aplikasi tahfizh, webinar rutin, dan pendekatan psikologis dalam mendidik santri. Ia percaya, pesantren tidak boleh tertinggal zaman — tapi juga tidak boleh kehilangan jati dirinya sebagai tempat pencetak ulama yang berakhlak mulia.

Karya Ilmiah yang Mengguncang Dunia Akademik: Lebih dari 180 Sitasi!
Jika Anda mengira Yai Mim hanya seorang dosen biasa, maka Anda salah besar.

Berdasarkan data Google Scholar, karya-karya ilmiahnya telah dikutip lebih dari 180 kali hingga 2025, dengan indeks-h sebesar 7 — angka yang sangat tinggi untuk seorang dosen dari wilayah timur Indonesia. Ini artinya, tulisan-tulisannya tidak hanya dibaca di kampus, tapi juga menjadi referensi wajib di universitas-universitas ternama di Jakarta, Bandung, bahkan Aceh.

Berikut beberapa karya paling berpengaruhnya:

???? 1. “Students’ Perceptions on Learning Management Systems of Arabic Learning through Blended Learning Model” (2020)
→ 49 sitasi
Ini adalah riset inovatif pertama di Indonesia yang mengukur efektivitas pembelajaran bahasa Arab secara hybrid (luring-daring) di kalangan mahasiswa. Hasilnya mengguncang dunia pendidikan bahasa Arab di Indonesia, dan menjadi acuan bagi puluhan kampus.

???? 2. “Pemimpin Perubahan: Model Kepemimpinan dalam Transisi Perubahan Kelembagaan” (2013)
→ 40 sitasi
Riset ini menjadi bahan wajib di mata kuliah kepemimpinan di berbagai prodi Manajemen Pendidikan Islam. Yai Mim berhasil menggambarkan bagaimana pemimpin pesantren bisa menjadi agen perubahan institusi tanpa mengorbankan tradisi.

???? 3. “Manajemen Staffing” (2015)
→ Referensi utama dalam penyusunan struktur organisasi pesantren modern.

???? 4. “Controversial Religious Issues for Improving Students’ Critical Thinking Skill in Higher Education” (2023)
→ Artikel ini menjadi viral di kalangan akademisi karena membahas topik sensitif seperti pluralisme, radikalisme, dan toleransi dalam konteks kelas agama. Ia menyarankan agar dosen jangan takut membuka diskusi kritis — asalkan berlandaskan etika dan kehati-hatian.

???? 5. “Manajemen Mutu Pendidikan dalam Meningkatkan Prestasi Peserta Didik di Madrasah Aliyah Negeri Kota Batu” (2023)
→ Studi kasus nyata yang digunakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur sebagai dasar perbaikan mutu madrasah.

Tak hanya itu, ia juga aktif menjadi pembicara di Konferensi Internasional Pendidikan Islam (ICIE), Seminar Nasional Pesantren Modern, dan Workshop Digital Dakwah yang diselenggarakan oleh Kemenag RI.

Bidang Kajian Utama: Manajemen, Kepemimpinan, dan Pesantren
Yai Mim bukanlah dosen yang hanya mengajar apa yang diajarkan padanya. Ia menciptakan bidang baru: “Ilmu Manajemen Pesantren Modern” — sebuah disiplin ilmu yang mengintegrasikan:

Teori manajemen bisnis,
Filosofi tarbiyah pesantren,
Teknologi edukasi,
Psikologi perkembangan remaja,
...semuanya dalam satu kerangka yang holistik.

TAG:
Sumber:

Berita Lainnya