NasDem Resmi Minta Penghentian Gaji Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach: Tindakan Tegas untuk Pemulihan Kepercayaan Publik

Nafa-Instagram-
NasDem Resmi Minta Penghentian Gaji Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach: Tindakan Tegas untuk Pemulihan Kepercayaan Publik
Dalam langkah yang dinilai tegas dan berani, Fraksi Partai NasDem di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi meminta penghentian sementara seluruh hak keuangan dan fasilitas yang sebelumnya diterima oleh dua anggotanya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Permintaan ini diajukan menyusul penonaktifan keduanya dari keanggotaan DPR RI, yang dinilai sebagai konsekuensi logis dari pelanggaran etika dan kontroversi publik yang mereka timbulkan.
Langkah ini bukan sekadar bentuk disiplin internal, melainkan bagian dari komitmen NasDem dalam menjaga integritas, akuntabilitas, serta kredibilitas lembaga legislatif di tengah gempuran kritik dari masyarakat luas. Ketua Fraksi Partai NasDem, Viktor Laiskodat, menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan wujud konsistensi partai dalam menegakkan mekanisme internal, terlepas dari posisi atau popularitas seseorang.
"Fraksi Partai NasDem telah mengirimkan permintaan resmi kepada pimpinan DPR untuk menghentikan sementara pemberian gaji, tunjangan, serta seluruh fasilitas dinas bagi Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, yang saat ini berstatus nonaktif. Ini bukan tindakan emosional, melainkan bagian dari penegakan prinsip organisasi dan tanggung jawab konstitusional," ujar Viktor dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, pada Senin (2/9/2025).
Penonaktifan Berdasarkan Surat Resmi DPP NasDem
Penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sendiri telah ditetapkan melalui Surat DPP Partai NasDem Nomor 168-SE/DPP-NasDem/VIII, yang diteken pada 1 September 2025. Dalam surat tersebut, keduanya secara resmi diberhentikan sementara dari keanggotaan DPR RI hingga proses evaluasi oleh Mahkamah Partai selesai. Saat ini, kasus mereka sedang dalam tahap penanganan oleh lembaga internal partai tersebut, yang akan menentukan nasib keduanya secara final.
Viktor menjelaskan bahwa status nonaktif berarti kedua anggota tersebut tidak lagi memiliki hak untuk menerima gaji bulanan, tunjangan kinerja, fasilitas mobil dinas, rumah dinas, maupun akses ke layanan protokoler dan administratif lainnya yang biasa dinikmati anggota DPR aktif.
"Ini prinsip dasar: jika tidak menjalankan fungsi legislatif karena sedang dalam proses evaluasi, maka tidak layak menerima hak-hak keuangan dan fasilitas negara. Kami ingin menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal dari aturan, termasuk figur publik yang dulu dianggap sentral dalam struktur kekuasaan partai," tegas Viktor.
Kontroversi yang Memanas: Dari Komentar "Pandangan Tolol" Hingga Dukungan Fasilitas Mewah
Langkah penonaktifan ini muncul di tengah gelombang kritik publik terhadap DPR RI, terutama terkait isu tunjangan rumah dinas dan fasilitas mewah yang dinilai tidak proporsional dengan kondisi ekonomi rakyat. Isu ini semakin memanas setelah pernyataan kontroversial Ahmad Sahroni yang menyebut kritik masyarakat terhadap fasilitas anggota dewan sebagai “pandangan tolol”.
Pernyataan tersebut cepat menyebar di media sosial, memicu kemarahan publik, dan memperparah citra DPR yang selama ini dianggap jauh dari rakyat. Banyak netizen mengecam Sahroni sebagai elit yang tidak peka terhadap penderitaan masyarakat, terutama di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok dan tekanan ekonomi pasca-pandemi.
Tak lama setelah itu, Sahroni juga mengalami mutasi dari Komisi III—yang menangani bidang hukum dan keamanan—ke Komisi I yang fokus pada pertahanan dan luar negeri. Perpindahan ini dianggap banyak pihak sebagai bentuk "pembuangan halus" akibat kontroversi yang ditimbulkan.
Di sisi lain, Nafa Urbach, artis yang terjun ke dunia politik, juga menjadi sorotan tajam usai beredarnya sebuah video di media sosial. Dalam video tersebut, ia terlihat menyatakan dukungan terhadap tunjangan rumah dinas anggota DPR, dengan alasan bahwa fasilitas tersebut "sudah diatur dalam aturan dan harus dihormati".
Pernyataan itu langsung menuai hujan kritik. Banyak warganet menilai Nafa Urbach tidak memahami realitas sosial, terutama ketika jutaan rakyat masih kesulitan mencari tempat tinggal layak. "Dia lupa kalau banyak rakyat yang ngontrak di gubuk sempit, sementara dia dapat rumah mewah dari negara," tulis salah satu netizen di platform X (sebelumnya Twitter).
NasDem Tegaskan Komitmen Transparansi dan Keadilan
Dalam keterangannya, Viktor Laiskodat menekankan bahwa NasDem tidak akan menutup-nutupi proses penanganan kasus ini. Partai berlambang matahari tersebut berkomitmen untuk menjalankan mekanisme internal secara transparan, adil, dan sesuai dengan kode etik partai.
"Kami tidak ingin ada kesan bahwa ini hanya pencitraan atau manuver politik. Ini adalah langkah serius untuk memperbaiki citra partai dan lembaga legislatif secara keseluruhan. Kami hormati proses hukum dan etika yang berlaku," ujarnya.
Viktor juga mengajak semua pihak—baik sesama politisi, media, maupun masyarakat—untuk menjaga suasana politik tetap kondusif. Ia menilai, polarisasi yang semakin tajam bisa mengancam keutuhan bangsa jika tidak dikelola dengan bijak.
"Kami mengajak semua elemen bangsa untuk tetap menjaga dialog yang sehat, menyelesaikan perbedaan secara konstruktif, dan tidak terjebak dalam narasi-narasi yang memecah belah. Ini penting agar kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi, terutama DPR, bisa pulih secara perlahan," imbuhnya.
Tanda Awal Reformasi Internal?
Langkah NasDem ini mendapat apresiasi dari sejumlah pengamat politik. Dr. Rizal Panggabean, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, menilai bahwa keputusan ini bisa menjadi momentum penting bagi reformasi internal partai politik di Indonesia.
"Selama ini, banyak partai yang cenderung menutupi atau mengabaikan pelanggaran etika oleh kadernya, terutama jika mereka punya pengaruh atau popularitas. NasDem justru memilih jalur yang berbeda: transparan, tegas, dan berani mengambil risiko. Ini bisa menjadi contoh bagi partai lain," ujar Rizal.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa tindakan ini harus diikuti dengan langkah nyata lainnya, seperti evaluasi menyeluruh terhadap sistem remunerasi anggota DPR, transparansi anggaran, serta penguatan fungsi pengawasan internal partai.