Siapa Rusdamdiansyah? Driver Ojol Makassar yang Tewas Dituduh sebagai Intel Saat Aksi Demo

tanda tanya-pixabay-
Siapa Rusdamdiansyah? Driver Ojol Makassar yang Tewas Dituduh sebagai Intel Saat Aksi Demo
Tragedi Rusdamdiansyah: Kisah Pilu Driver Ojol Makassar yang Tewas Dituduh sebagai Intel Saat Aksi Mahasiswa
Makassar, 30 Agustus 2025 — Dunia maya diguncang oleh kabar tragis dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Nama Rusdamdiansyah, seorang driver ojek online (ojol), mendadak menjadi sorotan nasional setelah dinyatakan meninggal dunia akibat dikeroyok massa. Peristiwa ini terjadi pada Jumat malam, 29 Agustus 2025, di tengah kerusuhan yang melibatkan aksi demonstrasi mahasiswa di pusat kota.
Kasus ini bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga memicu gelombang amarah dan keprihatinan luas di kalangan masyarakat, aktivis HAM, serta komunitas pengemudi ojek daring. Banyak yang mengecam keras insiden kekerasan kolektif yang berujung pada kematian seseorang yang belum tentu bersalah.
Tragedi di Tengah Kegelapan: Kronologi Penyerangan
Menurut keterangan saksi mata dan rekaman video yang beredar di media sosial, Rusdamdiansyah sedang menjalankan tugasnya sebagai driver ojek online saat kerusuhan pecah di sekitar Jalan AP Pettarani, Makassar. Ia diduga sedang menunggu orderan di dekat kampus Universitas Hasanuddin, salah satu lokasi utama aksi mahasiswa.
Saat situasi memanas, sekelompok massa menuduh Rusdam sebagai "mahasiswa intel" yang menyusup untuk mengawasi dan merekam aksi demonstrasi. Tanpa proses klarifikasi atau identifikasi yang jelas, pria berusia 25 tahun itu langsung dihakimi oleh sekelompok orang yang tengah emosional.
Video yang viral memperlihatkan Rusdam dikepung, dipukul, ditendang, bahkan sempat terjatuh ke parit. Meski sempat berusaha kabur, ia tak mampu melawan massa yang jumlahnya puluhan. Polisi yang tiba di lokasi setelah beberapa menit terlambat tidak sempat menyelamatkannya. Rusdam dinyatakan meninggal di tempat kejadian perkara (TKP) akibat luka berat di kepala dan tubuh.
Profil Korban: Rusdamdiansyah, Sosok yang Dikenal Rajin dan Ramah
Rusdamdiansyah, yang akrab disapa Rusdam, bukanlah nama asing bagi tetangga dan sesama driver ojol di Makassar. Lahir dan besar di Kota Makassar, pria kelahiran 2000 ini dikenal sebagai sosok yang rajin, sabar, dan selalu membantu sesama.
Sejak 2018, Rusdam aktif menjadi mitra Grab Indonesia, menjalani profesi sebagai driver ojek online dengan tekun. Selama lebih dari 7 tahun, ia mencari nafkah untuk membantu perekonomian keluarga, termasuk merawat ibu yang sakit dan adik-adiknya yang masih duduk di bangku sekolah.
“Rusdam itu orangnya pendiam, tapi baik. Kalau dapat orderan jauh, dia tetap jalan. Katanya, ‘Uangnya buat makan keluarga’,” ujar Andi, teman sesama driver ojol, dengan suara bergetar saat ditemui di posko ojol dekat Terminal Mallengkeri.
Tidak ada catatan kriminal atau riwayat konflik sosial yang menempel pada dirinya. Keluarga dan tetangga sepakat bahwa tuduhan sebagai “intel” adalah fitnah yang kejam dan tidak berdasar.
Akun Media Sosial Belum Ditemukan, Keluarga Terpukul
Hingga kini, akun Instagram atau media sosial lain milik Rusdamdiansyah belum berhasil dikonfirmasi. Banyak netizen yang mencoba mencari jejak digitalnya, namun tidak ditemukan akun resmi yang bisa dipastikan miliknya. Hal ini menambah kesedihan, seolah jejak hidupnya yang sederhana pun tak sempat terekam di dunia maya.
Pihak keluarga, yang tinggal di kawasan Manggala, Makassar, diliputi duka mendalam. Ibunya, Siti Aminah (58), harus dilarikan ke puskesmas karena syok berat mendengar kabar kematian anak sulungnya. “Anak saya bukan provokator, bukan mata-mata. Dia cuma pengemudi ojek yang cari uang halal,” katanya sambil menangis.
Reaksi Publik dan Kecaman atas Kekerasan Massa
Tragedi ini memicu kemarahan publik. Di media sosial, tagar #JusticeForRusdam dan #StopMainHakimSendiri meledak dalam hitungan jam setelah berita menyebar. Banyak netizen menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat dalam pengeroyokan, serta menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyatakan keprihatinan mendalam dan meminta kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini. “Ini adalah bentuk kekerasan kolektif yang tidak bisa dibiarkan. Korban bukan pelaku aksi, melainkan warga sipil yang sedang bekerja,” tegas Komisioner Komnas HAM, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan resmi.
Kepolisian Makassar Buka Penyelidikan, 5 Orang Ditangkap
Polda Sulawesi Selatan langsung membentuk tim gabungan untuk mengungkap pelaku pengeroyokan. Hingga Sabtu pagi (30/8), polisi telah menangkap lima orang yang diduga terlibat langsung dalam penyerangan.
“Kami telah mengamankan sejumlah saksi dan pelaku. Motif sementara adalah salah paham dan emosi massa yang tinggi akibat ketegangan aksi demonstrasi,” ujar Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol. Eko Widianto, dalam konferensi pers.
Polisi juga mengimbau masyarakat agar tidak terpancing emosi dan menyerahkan proses hukum kepada aparat. “Main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam sistem hukum kita. Kami akan proses semua pihak sesuai fakta hukum,” tegasnya.
Refleksi Sosial: Ketika Kekerasan Menjadi Solusi Palsu
Kasus Rusdamdiansyah bukan hanya soal satu nyawa yang hilang. Ia adalah cermin dari krisis kepercayaan, kepanikan kolektif, dan budaya cancel yang berujung pada kekerasan fisik. Di tengah maraknya isu infiltrasi oleh pihak tertentu dalam aksi mahasiswa, banyak warga sipil yang menjadi korban salah sasaran.
Pengamat sosial dari Universitas Hasanuddin, Dr. Andi Muh. Nur, menilai bahwa masyarakat perlu belajar membedakan antara kritik sosial dan pelampiasan emosi. “Kita harus menghindari narasi ‘kita vs mereka’. Tidak semua yang berada di lokasi aksi adalah musuh,” katanya.
Ia menambahkan, penting bagi aktivis dan mahasiswa untuk mengedukasi massa agar tidak terjebak dalam paranoia kolektif yang bisa merenggut nyawa tak berdosa.
Duka dari Komunitas Ojol: “Kami Takut Bekerja Malam Ini”
Tragedi Rusdam juga mengguncang komunitas driver ojek online di seluruh Sulawesi Selatan. Banyak pengemudi yang mengaku trauma dan enggan bekerja malam hari, terutama di kawasan rawan aksi unjuk rasa.
“Kami butuh keamanan. Kami bukan bagian dari konflik, tapi kami sering jadi korban. Tolong, jangan anggap kami musuh,” ujar Dian, perwakilan komunitas Gojek Makassar, dalam unjuk rasa damai di depan kantor Grab Regional.
Komunitas ojol juga mendesak perusahaan platform transportasi daring untuk meningkatkan perlindungan bagi mitranya, termasuk sistem peringatan dini saat ada kerusuhan dan asuransi kecelakaan yang lebih komprehensif.