Tragedi di Puncak Kemerdekaan: Pendaki Muda Tewas Hipotermia Usai Ikuti Upacara HUT RI ke-80 di Gunung Bawakaraeng Gowa

Tragedi di Puncak Kemerdekaan: Pendaki Muda Tewas Hipotermia Usai Ikuti Upacara HUT RI ke-80 di Gunung Bawakaraeng Gowa

ilustrasi-Pexels/pixabay-

Tragedi di Puncak Kemerdekaan: Pendaki Muda Tewas Hipotermia Usai Ikuti Upacara HUT RI ke-80 di Gunung Bawakaraeng Gowa

Gowa, Sulawesi Selatan – Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang seharusnya dirayakan dengan sukacita dan semangat nasionalisme, berubah menjadi duka mendalam di puncak Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pada Minggu, 17 Agustus 2025, suasana khidmat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-80 di ketinggian 2.833 meter di atas permukaan laut (mdpl) tercoreng oleh kabar tragis meninggalnya seorang pendaki muda akibat hipotermia.



Korban, Irfan (24), pemuda asal Desa Carubbu, Kecamatan Awampone, Kabupaten Bone, dinyatakan meninggal dunia setelah mengikuti rangkaian kegiatan lintas alam dan upacara bendera yang digelar oleh tim relawan dan pecinta alam di puncak gunung tertinggi kedua di Sulawesi Selatan itu. Tragedi ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapan fisik, perlengkapan, dan manajemen risiko dalam kegiatan ekstrem seperti pendakian gunung.

Pendakian Penuh Semangat Berakhir Tragis
Irfan tercatat sebagai peserta dalam ekspedisi lintas alam yang dimulai pada Selasa, 12 Agustus 2025, melalui jalur Bulubaria. Ia bergabung bersama 16 rekan pendaki lainnya dalam misi untuk mencapai puncak Gunung Bawakaraeng dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para pahlawan.

Perjalanan yang menantang medan berbatu, hutan lebat, dan suhu dingin ekstrem tak menyurutkan semangat Irfan dan timnya. Setelah lima hari perjalanan, pada Sabtu sore, 16 Agustus 2025, rombongan berhasil mencapai puncak gunung dan langsung mempersiapkan segala sesuatunya untuk upacara kemerdekaan esok harinya.


Upacara HUT RI ke-80 digelar dengan khidmat pada pagi hari, tepat pukul 10.00 WITA, di bawah kibaran bendera merah putih yang berkibar di antara kabut tebal dan hembusan angin kencang. Namun, euforia kemerdekaan tak berlangsung lama. Saat upacara usai, Irfan mulai menunjukkan gejala kelelahan ekstrem dan kedinginan parah.

Gejala Hipotermia Mulai Muncul
Menurut keterangan dari Tim Siaga SAR Merah Putih yang bertugas mengawal kegiatan tersebut, Irfan sempat terlihat lesu dan menggigil hebat sejak pagi. Suhu di puncak Gunung Bawakaraeng pada pagi hari berkisar antara 3–5 derajat Celsius, ditambah kabut dan angin yang membuat kondisi semakin berbahaya bagi tubuh yang tidak terlindungi dengan baik.

"Kami langsung memberikan pertolongan pertama, termasuk pemberian selimut termal, minuman hangat, dan oksigen. Namun, kondisinya terus memburuk. Korban mengalami penurunan kesadaran dan tidak merespons," ujar Abdul Gofur, anggota Damkar Kota Makassar yang tergabung dalam Tim SAR Gabungan Siaga Merah Putih.

Tim medis lapangan menduga kuat Irfan mengalami hipotermia berat—kondisi di mana suhu tubuh menurun drastis akibat paparan dingin yang berkepanjangan. Hipotermia bisa menyebabkan gangguan fungsi jantung, pernapasan, dan sistem saraf, bahkan berujung pada kematian jika tidak ditangani segera.

Evakuasi Dramatis dari Ketinggian
Mengingat lokasi yang terpencil dan medan yang sulit, evakuasi korban menjadi tantangan besar bagi tim penyelamat. Dengan penuh hati-hati, Irfan dievakuasi dari Pos 8 menuju Pos Bulu Balea menggunakan tandu darurat yang dibawa oleh relawan dan pendaki lainnya.

Perjalanan evakuasi yang menempuh jarak sekitar 4 kilometer dengan medan menanjak dan licin memakan waktu lebih dari delapan jam. Tim SAR harus bergantian menggotong korban sambil memastikan kondisinya tetap stabil—meskipun pada kenyataannya, Irfan telah dinyatakan meninggal dunia (MD) sebelum dievakuasi dari pos terakhir.

"Kami berusaha maksimal, tapi kondisinya memang sangat kritis. Setelah dievaluasi, korban dinyatakan tidak tertolong," kata Kepala Seksi Operasi Kantor Basarnas Makassar, Andi Sultan, yang turut memantau proses evakuasi dari posko utama.

Korban akhirnya tiba di Posko Bulu Balea sekitar pukul 19.05 WITA. Jenazah langsung dibawa ke Puskesmas Tinggi Moncong untuk pemeriksaan medis lebih lanjut sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.

Keluarga Berduka, Komunitas Pendaki Berduka Cita
Kedatangan jenazah Irfan di rumah duka di Desa Carubbu, Kabupaten Bone, disambut tangis haru keluarga dan kerabat. Irfan dikenal sebagai pemuda yang aktif, penuh semangat, dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Kegiatan pendakian dan upacara di gunung merupakan wujud dari rasa cintanya terhadap tanah air.

"Anak saya selalu bercita-cita ikut upacara di puncak gunung. Dia bilang, kemerdekaan harus dirayakan di mana pun, bahkan di tempat paling tinggi di negeri ini," ujar sang ibu dengan suara terbata-bata.

Tragedi ini menyentuh hati banyak pihak, terutama komunitas pencinta alam dan relawan kebencanaan di Sulawesi Selatan. Banyak yang menyampaikan belasungkawa melalui media sosial, mendoakan almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.

Peringatan untuk Pecinta Alam
Insiden ini menjadi alarm keras bagi para pendaki dan penyelenggara kegiatan di alam terbuka. Meskipun semangat nasionalisme dan kecintaan terhadap alam patut diapresiasi, kesiapan fisik, mental, dan perlengkapan tetap menjadi faktor utama dalam menentukan keselamatan.

TAG:
Sumber:

Berita Lainnya