Surabaya Bergejolak: Wali Kota Eri Cahyadi Tegas Ancam Bubarkan Ormas Terlibat Premanisme Usai Kasus Pengusiran Nenek Erlina
Madas-Instagram-
Surabaya Bergejolak: Wali Kota Eri Cahyadi Tegas Ancam Bubarkan Ormas Terlibat Premanisme Usai Kasus Pengusiran Nenek Erlina
Kota Pahlawan kini sedang berada di bawah sorotan nasional menyusul kasus pengusiran dan pembongkaran paksa rumah milik seorang perempuan lanjut usia, Erlina Widjajanti (80), yang diduga dilakukan oleh oknum dari salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas). Insiden yang mengguncang rasa kemanusiaan ini bukan hanya menimbulkan keprihatinan publik, tetapi juga memicu reaksi keras dari pemerintah daerah. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, secara tegas menyatakan komitmennya untuk membersihkan Surabaya dari praktik premanisme—terutama yang berlindung di balik jubah ormas.
Dalam pertemuan dengan awak media pada Selasa siang (30/12/2025), Eri Cahyadi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu merekomendasikan pembubaran ormas apa pun yang terbukti melakukan kekerasan, pemaksaan, atau tindakan yang meresahkan masyarakat. “Ketika tindakan itu dilakukan atas nama organisasi masyarakat, maka proses hukum harus berjalan. Dan kami akan merekomendasikan pembubaran ormas tersebut apabila terbukti melakukan premanisme di Kota Surabaya,” tegasnya dengan nada tegas namun tenang.
Kasus Nenek Erlina: Ketika Konflik Lahan Jadi Alasan untuk Kekerasan
Kasus yang menimpa Nenek Erlina bukan sekadar sengketa lahan biasa. Menurut keterangan resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, rumah milik perempuan berusia 80 tahun itu dibongkar secara sepihak oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan ormas. Padahal, status kepemilikan tanah dan bangunan tersebut masih dalam proses sengketa hukum dan belum ada putusan final dari pengadilan.
“Ketika ada sengketa, maka yang berhak memutuskan adalah pengadilan. Tidak boleh ada tindakan sepihak,” ujar Eri Cahyadi, menegaskan bahwa tindakan pembongkaran paksa itu melanggar asas hukum dan nilai kemanusiaan.
Kasus ini bukan hanya menguji keadilan hukum, tetapi juga menguji integritas sosial sebuah kota yang dikenal memiliki spirit gotong royong yang kuat. Nenek Erlina, yang hidup sederhana dan menetap di rumah tersebut sejak puluhan tahun, kini terancam kehilangan tempat tinggalnya—tanpa proses hukum yang jelas dan tanpa belas kasih dari pelaku.
Pemkot Surabaya Bentuk Satgas Anti-Premanisme, Libatkan Seluruh Lapisan Masyarakat
Menyikapi kejadian ini, Pemkot Surabaya tidak hanya menunggu proses hukum berjalan. Langkah proaktif telah diambil dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Premanisme. Satgas ini tidak hanya terdiri dari aparat pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh pemuda, dan perwakilan suku di Surabaya.
“Hari ini kami mengumpulkan arek-arek Suroboyo untuk menyosialisasikan keberadaan Satgas Anti-Premanisme. Tidak boleh ada premanisme dan aktivitas apa pun yang mengganggu ketenteraman warga,” kata Eri Cahyadi, menekankan bahwa Surabaya harus tetap menjadi kota yang aman, nyaman, dan ramah bagi seluruh warganya—tanpa terkecuali.
Sebagai tindak lanjut, pada 31 Desember 2025, Pemkot Surabaya akan menggelar pertemuan besar yang mengundang seluruh ormas dan perwakilan komunitas etnis yang ada di kota ini. Tujuannya tidak hanya untuk memperkuat koordinasi, tapi juga untuk menegaskan satu hal: Surabaya bukan tempat bagi premanisme.
Nilai Pancasila dan Agama Jadi Fondasi Moral Kota Surabaya
Eri Cahyadi menegaskan bahwa Surabaya dibangun di atas dua pilar utama: nilai-nilai agama dan Pancasila. Karena itu, segala bentuk kekerasan, pemaksaan, dan tindakan tidak beradab—termasuk yang dilakukan dengan dalih ormas—tidak memiliki tempat di kota ini.
“Kekerasan dan pemaksaan hukumnya haram di Surabaya,” tegasnya. Pernyataan ini bukan hanya retorika politik, melainkan sebuah komitmen moral yang ingin ditularkan ke seluruh lapisan masyarakat.
Wali Kota yang dikenal dekat dengan warga ini juga mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor jika menyaksikan atau menjadi korban tindakan premanisme. “Partisipasi warga adalah kunci utama dalam menghilangkan praktik premanisme dari lingkungan kita,” ujarnya.