Siapa Pemilik Akun Icenguik? Dari Kontestan MasterChef hingga Terseret Isu Plagiarisme Mochi Pisang Ijo yang Gemparkan Dunia Maya
Icen-Instagram-
Siapa Pemilik Akun Icenguik? Dari Kontestan MasterChef hingga Terseret Isu Plagiarisme Mochi Pisang Ijo yang Gemparkan Dunia Maya
Nama akun @icenguik mendadak menjadi trending topic di berbagai platform media sosial Indonesia pada akhir Desember 2025. Bukan karena konten viral atau tantangan viral semata, melainkan karena terlibat dalam polemik dugaan plagiarisme seputar kreasi kuliner mochi pisang ijo—sebuah menu yang belakangan diklaim oleh berbagai pihak sebagai ide orisinal. Peristiwa ini tidak hanya menarik perhatian pencinta kuliner, tetapi juga memicu diskusi luas tentang orisinalitas, hak cipta dalam dunia kuliner, serta tanggung jawab publik di era digital.
Awal Mula Polemik: Mochi Pisang Ijo yang ‘Terlalu Mirip’
Segalanya bermula ketika Lamama TV, salah satu kanal konten kuliner populer di Indonesia, merilis video kreasi mochi berisi pisang ijo—hidangan tradisional khas Makassar yang dikemas dalam balutan kulit mochi kenyal. Tidak lama setelah tayangan tersebut viral, netizen mulai membandingkannya dengan konten serupa yang sebelumnya pernah diunggah oleh Icenguik, akun media sosial yang dikenal aktif membagikan resep dan eksperimen kuliner.
Kemiripan dalam konsep, tampilan, hingga cara penyajian memicu gelombang spekulasi. Banyak warganet menuding bahwa resep yang ditampilkan Lamama TV merupakan tiruan tanpa kredit dari ide yang lebih dulu dibagikan oleh Icenguik. Isu tersebut dengan cepat meluas, terutama di platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok, di mana tagar seperti #MochiPisangIjo dan #PlagiarismeKuliner sempat menduduki trending topics.
Dampak Luas: Ketika Dunia Kuliner dan Etika Digital Bertabrakan
Dunia kuliner, khususnya di ranah konten digital, memang kerap berada di persimpangan antara inspirasi dan plagiarisme. Meskipun banyak resep bersifat adaptif dan turun-temurun, presentasi, nama, dan cara penyajian unik sering kali menjadi ciri khas kreator.
Dalam kasus ini, publik awalnya memihak Icenguik, melihatnya sebagai kreator independen yang ide orisinalnya “dicuri” oleh media besar. Namun, seiring berjalannya waktu dan munculnya berbagai argumen, diskusi berkembang menjadi lebih kompleks—menyoroti perlunya batasan etis dalam berkreasi serta pentingnya literasi digital di tengah arus informasi yang cepat.
Respons Lamama TV: "Kami Tidak Mengklaim Hak Eksklusif"
Menanggapi sorotan publik, pihak Lamama TV segera mengeluarkan klarifikasi resmi melalui akun media sosial resmi mereka. Dalam pernyataan tersebut, mereka menegaskan bahwa mochi, pisang ijo, maupun kombinasi keduanya merupakan menu dengan basis tradisional yang telah lama beredar di masyarakat.
“Mochi berasal dari budaya Tionghoa, sementara pisang ijo adalah kuliner Betawi–Makassar. Kombinasi keduanya adalah bentuk inovasi kuliner yang bersifat terbuka. Tidak ada satu pihak pun yang bisa mengklaimnya sebagai milik eksklusif,” demikian pernyataan tertulis mereka.
Lamama TV juga menunjukkan bahwa penjual mochi isi pisang ijo telah ditemukan di berbagai wilayah, mulai dari warung kecil hingga UMKM daring, jauh sebelum konten viral tersebut muncul di platform mereka.
Klarifikasi Icenguik: Penyesalan dan Komitmen untuk Lebih Hati-hati
Di tengah badai isu, pemilik akun Icenguik—yang dikenal publik sebagai Icen, perempuan berusia 41 tahun asal Tulungagung, Jawa Timur—akhirnya memutuskan untuk mengklarifikasi melalui unggahan panjang di Instagram. Dalam unggahan tersebut, Icen menjelaskan bahwa reaksinya yang awalnya emosional disampaikan tanpa verifikasi menyeluruh dan tanpa mempertimbangkan konteks historis dari menu tersebut.
“Saya memohon maaf atas komentar terburu-buru saya. Saya tidak bermaksud menuduh secara sembarangan. Setelah menelusuri lebih dalam, saya sadar bahwa pisang ijo dan mochi adalah warisan kuliner bersama,” tulisnya.
Icen juga menyampaikan penyesalannya atas potensi ketidaknyamanan yang dirasakan pihak Lamama TV maupun penonton yang terlibat dalam perdebatan. Ia menegaskan komitmennya untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menyuarakan pendapat di ruang publik digital.