Tragedi di Surabaya: Eksekusi Paksa Rumah Diduga Libatkan Ormas Madas, Kakek 90 Tahun Meninggal Usai Alami Syok Berat

Tragedi di Surabaya: Eksekusi Paksa Rumah Diduga Libatkan Ormas Madas, Kakek 90 Tahun Meninggal Usai Alami Syok Berat

Ilustrasi kejahatan--


Tragedi di Surabaya: Eksekusi Paksa Rumah Diduga Libatkan Ormas Madas, Kakek 90 Tahun Meninggal Usai Alami Syok Berat

Sebuah insiden mengenaskan terjadi di kawasan Surabaya, Jawa Timur, yang kembali menyorot dugaan keterlibatan organisasi masyarakat (ormas) Madura Asli (Madas) dalam eksekusi paksa sebuah rumah. Tragedi ini berujung pada kematian seorang kakek berusia lanjut yang diduga meninggal akibat syok berat setelah menyaksikan rumah yang telah ditinggali keluarganya selama lebih dari sembilan dekade dihancurkan secara paksa.



Peristiwa yang terjadi pada 7 November 2025 sekitar pukul 13.00 WIB itu terekam dalam video yang kini viral di media sosial. Dalam rekaman tersebut, tampak sekelompok pria mengenakan rompi bertuliskan “Madas” berkerumun di sekitar sebuah bangunan tua. Beberapa dari mereka terlihat berjaga ketat, sementara yang lain mulai melucuti genteng dan merusak struktur rumah tersebut—tindakan yang memicu kepanikan warga sekitar dan keluarga penghuni.

Kronologi Tragedi yang Mengguncang Keluarga Selama 90 Tahun
Menurut keterangan keluarga, rumah tersebut telah ditempati secara turun-temurun sejak tahun 1939, saat keluarga korban pertama kali menyewa dari Yayasan Versluis, sebuah lembaga yang dulu mengelola sejumlah properti di kawasan Surabaya. Bukti pembayaran sewa dari era kolonial hingga kini masih disimpan rapi sebagai legitimasi historis atas keberadaan mereka di lokasi tersebut.

Namun, klaim kepemilikan atas lahan itu tiba-tiba muncul beberapa tahun terakhir. Pihak yang mengaku sebagai pemilik sah menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 81/K tahun 1980, serta dokumen kolonial berupa eigendom verponding—surat kepemilikan tanah pada masa Hindia Belanda. Mereka menyatakan bahwa lahan tersebut merupakan warisan dari keluarga Al Jufri, yang disebut sebagai pemilik asli dalam dokumen lama.


Klaim ini langsung dibantah oleh Sugiyanto, keponakan korban, yang menegaskan bahwa keluarganya tak pernah menguasai lahan secara ilegal. “Kami menyewa secara resmi sejak 1939. Tidak pernah ada sengketa sampai puluhan tahun belakangan,” ujarnya dengan nada geram.

Mediasi Gagal, Uang ‘Kerohiman’ Tak Selamatkan Rumah
Sebelum eksekusi dilakukan, sempat berlangsung upaya mediasi di Kantor Polsek Bubutan pada 31 Oktober 2025. Dalam pertemuan tersebut, pihak yang mengklaim sebagai pemilik menawarkan uang ‘kerohiman’ sebesar Rp10 juta sebagai kompensasi agar keluarga korban bersedia mengosongkan rumah secara sukarela.

Namun, bagi Sugiyanto dan keluarganya, nominal tersebut jauh dari cukup—bahkan dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah dan pengabdian keluarga mereka selama hampir satu abad di lokasi tersebut. “Bagaimana mungkin harga satu abad kenangan dihargai hanya dengan Rp10 juta?” tanyanya retoris.

Sayangnya, mediasi tak membuahkan hasil. Alih-alih mencari jalan damai, proses eksekusi justru dilakukan secara mendadak tanpa surat peringatan resmi atau kehadiran aparat hukum.

Syok Berat, Kakek Lansia Kolaps dan Meninggal Dunia
Saat eksekusi berlangsung, sang kakek—yang identitasnya belum dirilis secara publik—sedang berada di dalam rumah. Ia dikabarkan langsung mengalami syok berat setelah melihat sejumlah orang merobohkan bagian-bagian rumah yang selama ini menjadi saksi bisu kehidupan keluarganya.

Kondisinya langsung memburuk. Ia kolaps di tempat dan segera dilarikan ke RS Suwandi untuk mendapatkan pertolongan medis. Namun, meski telah mendapat perawatan intensif, kondisinya terus menurun. Sehari setelah insiden, tepatnya pada 8 November 2025, kakek tersebut dinyatakan meninggal dunia.

Tim medis menduga kuat kematian disebabkan oleh serangan jantung akut yang dipicu oleh trauma psikologis berat. Sebuah kehilangan yang tidak hanya menyisakan luka emosional, tetapi juga pertanyaan besar tentang keadilan dan hak-hak warga atas tempat tinggal mereka.

Ormas Madas Kembali Jadi Sorotan
Nama Ormas Madura Asli (Madas) kembali mencuat dalam peristiwa ini. Kendati tidak ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tentang keterlibatan mereka, video yang beredar menunjukkan jelas individu-individu mengenakan atribut ormas tersebut di lokasi eksekusi.

Ini bukan kali pertama Madas disebut dalam kasus sengketa lahan atau eksekusi paksa di Surabaya. Sejumlah laporan sebelumnya telah menuding ormas ini kerap bertindak sebagai “tukang jagal” bayaran dalam konflik properti—sebuah praktik yang kerap memicu kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi terkait penyelidikan atas insiden ini. Namun, tekanan dari masyarakat sipil dan keluarga korban terus menguat, menuntut transparansi dan akuntabilitas atas kematian seorang lansia yang tak berdosa.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya