Profil Tampang HRR Pelaku Teror Bom ke 10 Sekolah di Depok Ternyata Mahasiswa yang Patah Hati, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun Instagram

Profil Tampang HRR Pelaku Teror Bom ke 10 Sekolah di Depok Ternyata Mahasiswa yang Patah Hati, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun Instagram

ilustrasi-waldryano-

Profil Tampang HRR Pelaku Teror Bom ke 10 Sekolah di Depok Ternyata Mahasiswa yang Patah Hati, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun Instagram

Kota Depok digemparkan oleh serangkaian teror bom fiktif yang menargetkan 10 sekolah dalam waktu hampir bersamaan. Namun, di balik ketegangan yang sempat melanda dunia pendidikan di wilayah tersebut, terungkap fakta mengejutkan: pelaku bukanlah bagian dari jaringan teroris, melainkan seorang mahasiswa muda yang sedang patah hati. Kasus ini menjadi sorotan nasional bukan hanya karena sifatnya yang mengancam ketertiban umum, tetapi juga karena modus operandinya yang unik—menggunakan kecerdasan buatan (AI), khususnya ChatGPT, untuk memilih target secara acak.



Pelaku Teridentifikasi, Motifnya Cinta yang Kandas
Pihak Kepolisian Resor Metro Depok akhirnya mengungkap identitas pelaku teror tersebut pada Jumat, 26 Desember 2025. Tersangka berinisial HRR (23), seorang mahasiswa program studi Teknologi Informatika di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Barat. Ia ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, setelah penyelidikan intensif oleh tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Depok.

Menurut Kompol Made Gede Oka, Kasat Reskrim Polres Metro Depok, motif di balik teror ini bukanlah ideologi radikal atau dendam sosial, melainkan kekecewaan pribadi yang mendalam. “Ini murni persoalan asmara,” tegas Made Oka dalam konferensi pers.

Tersangka HRR ternyata sedang berduka atas kandasnya hubungan cinta yang berlangsung sejak 2022. Lamarannya ditolak oleh sang kekasih, sebut saja inisial “K”, beserta keluarganya. Penolakan itu memicu gejolak emosional yang luar biasa, hingga mendorong HRR mengambil tindakan ekstrem—mencari perhatian lewat cara yang meresahkan publik.


Pilih Target Pakai ChatGPT, Sekolah Dipilih Secara Acak
Salah satu aspek paling unik dalam kasus ini adalah metode yang digunakan pelaku untuk memilih sasarannya. Dalam pemeriksaan, HRR mengaku memanfaatkan kecerdasan buatan berbasis AI bernama ChatGPT untuk mencari alamat email 10 sekolah di Kota Depok.

“Dia menggunakan ChatGPT untuk mencari alamat sekolah, lalu memilihnya secara random. Ini benar-benar acak, tidak ada alasan spesifik mengapa sekolah-sekolah itu jadi target,” ungkap Kompol Made Oka.

Ironisnya, salah satu dari 10 sekolah yang menerima ancaman bom tersebut merupakan almamater HRR sendiri. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pelaku ingin menarik perhatian—khususnya dari mantan kekasihnya—dengan menciptakan kehebohan publik.

Bukan Pertama Kali, Pelaku Sudah Sering Bikin Onar Sejak 2022
Fakta lain yang mengemuka adalah bahwa teror bom fiktif ini bukanlah tindakan pertama HRR. Sejak 2022, ia diketahui telah berulang kali melakukan tindakan mengganggu ketertiban umum dengan modus serupa.

Salah satunya adalah pembuatan akun media sosial palsu. Melalui akun-akun itu, HRR menyebarkan ujaran kebencian yang diklaim berasal dari saudari mantan kekasihnya. Ia berharap sang mantan akan mengetahui aktivitasnya dan kembali memberinya perhatian.

“Ini pola perilaku yang menunjukkan adanya gangguan emosional dan kebutuhan akan validasi sosial yang sangat kuat,” ujar psikolog forensik yang sempat dimintai pendapat oleh pihak kepolisian dalam penyelidikan awal.

Dijerat dengan Pasal Berlapis, Ancaman Hukuman Hingga 5 Tahun Penjara
Atas perbuatannya, HRR kini menghadapi tuntutan hukum berlapis. Ia dijerat dengan Pasal 45B juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, ia juga terancam Pasal 335 dan Pasal 336 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jika terbukti bersalah, HRR bisa dihukum penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp750 juta. Ancaman ini bukan tanpa alasan—meski tidak ada bom nyata, teror fiktif tetap menimbulkan kepanikan, gangguan operasional sekolah, dan beban psikologis pada siswa, guru, serta orang tua.

Respons Komunitas Pendidikan dan Masyarakat
Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan orang tua murid dan pengelola sekolah. Beberapa sekolah sempat menutup sementara kegiatan belajar mengajar sebagai bentuk antisipasi, meski akhirnya kepolisian memastikan tidak ada ancaman nyata.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya