Armuji Murka: RT dan RW Gagal Lindungi Nenek Elina yang Dusir dari Rumahnya yang Dihancurkan
Armuji-Instagram-
Armuji Murka: RT dan RW Gagal Lindungi Nenek Elina yang Dusir dari Rumahnya yang Dihancurkan
Emosi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, memuncak saat menanggapi insiden penghancuran rumah milik Nenek Elina, seorang lansia berusia 80 tahun yang terpaksa diusir dari kediamannya. Dalam sebuah dialog langsung yang penuh ketegangan, Armuji tidak segan-segan menegur keras Ketua RT dan RW setempat karena dianggap gagal menjalankan tugasnya melindungi warga—terutama yang paling rentan.
Insiden ini menjadi sorotan publik setelah video viral menunjukkan Nenek Elina yang terlihat tak berdaya saat rumahnya dihancurkan secara paksa. Padahal, rumah tersebut telah ditempatinya selama puluhan tahun. Kejadian ini bukan hanya menimbulkan keprihatinan sosial, tetapi juga memicu pertanyaan besar tentang peran aparat desa dalam menjamin keamanan dan hak warga, khususnya lansia dan kelompok marginal.
Kegagalan RT/RW Jadi Sorotan Utama
Dalam dialog tersebut, Armuji—yang akrab disapa Cak Ji—langsung menyoroti kegagalan sistemik di tingkat RT dan RW. Ia mempertanyakan mengapa kedua perangkat desa tersebut tidak mengambil langkah preventif atau setidaknya memberikan perlindungan moral dan hukum saat Nenek Elina menghadapi ancaman penggusuran.
“Kita nggak melihat salah-benarnya, tapi tindakan ini tidak manusiawi. Ini brutal,” tegas Armuji dengan nada geram. “RT dan RW tidak ada kemauan untuk membela nenek ini. Ini juga mendapat kecaman luas. Saya sebagai kepala daerah mengecam sampeyan niku, mas… aduh, Ya Allah.”
Pernyataan keras Cak Ji bukan tanpa dasar. Seorang warga setempat yang terekam dalam video mengenakan kaos hitam menyatakan bahwa pihaknya telah melapor ke RT dan RW ketika rumah Nenek Elina hendak dibongkar. Namun, respons yang didapat nyaris nihil.
“Kita sudah laporan ke RT dan RW, tapi nol—tidak ada tindakan, Pak,” ungkap saksi tersebut, menegaskan bahwa permohonan bantuan dari masyarakat telah diabaikan.
RW Mengaku Menunggu Perintah RT, Armuji: Ini Bukan Alasan!
Saat ditanya, Ketua RW setempat memberikan alasan yang justru memicu kritik lebih lanjut. Ia mengaku tidak bisa bertindak tanpa arahan dari Ketua RT, dengan alasan “tidak enak” jika mengambil inisiatif sendiri. Menurutnya, tindakan sepihak bisa dianggap mendahului kewenangan RT.
Namun, penjelasan ini justru disebut Armuji sebagai bentuk pembiaran yang tidak bertanggung jawab. “Kita nggak bicara soal hierarki, tapi soal kemanusiaan! RT dan RW itu garda terdepan pemerintahan. Kalau mereka diam, lalu siapa yang melindungi rakyat?” tanyanya retoris.
RT Blunder: Tak Tahu Siapa Penghuni Rumah yang Dirobohkan
Ketegangan semakin memuncak ketika giliran Ketua RT memberikan penjelasan. Awalnya, ia mengklaim bahwa dirinya sempat didatangi pihak yang hendak melakukan pembongkaran, dan ia telah memberi tahu bahwa rumah itu masih berpenghuni. Namun, secara mengejutkan, Ketua RT justru mengakui bahwa ia tidak tahu siapa yang tinggal di rumah tersebut.
Pengakuan ini sontak memicu reaksi keras dari Armuji. “Bagaimana mungkin Anda sebagai Ketua RT tidak tahu siapa warga di wilayah sendiri? Apalagi kalau itu nenek berusia 80 tahun!” serunya.
Dalam klarifikasi lanjutan, Ketua RT akhirnya mengakui bahwa Nenek Elina memang telah tinggal di rumah itu sejak sebelum ia menjabat. Namun, pengakuan tersebut justru memperkuat narasi bahwa RT/RW gagal membangun hubungan emosional dan administratif yang solid dengan warganya.
Tanggung Jawab Moral vs. Prosedur Administratif
Kasus Nenek Elina menimbulkan perdebatan luas tentang keseimbangan antara prosedur administratif dan tanggung jawab moral. Di satu sisi, RT dan RW mungkin merasa terikat aturan birokrasi. Namun di sisi lain, masyarakat berhak mengharapkan perlindungan—terutama saat menghadapi situasi yang mengancam hak dasar seperti tempat tinggal dan keamanan.