Teks Khutbah Jumat Rajab 26 Desember 2025: Muhasabah Akhir Tahun – Momentum Introspeksi Spiritual Menyambut Bulan Mulia
masjid-pixabay-
Teks Khutbah Jumat Rajab 26 Desember 2025: Muhasabah Akhir Tahun – Momentum Introspeksi Spiritual Menyambut Bulan Mulia
Di penghujung tahun 2025, umat Islam di seluruh Indonesia, termasuk di tanah air, diberi kesempatan emas untuk melakukan introspeksi diri atau muhasabah. Momentum ini bertepatan dengan hari Jumat, 5 Rajab 1447 H atau 26 Desember 2025 M—hari pertama dalam bulan Rajab, salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Hijriah. Pada hari yang berkah ini, para khatib di masjid-masjid di seluruh negeri dianjurkan menyampaikan khutbah bertema muhasabah akhir tahun, mengajak jamaah merenung, mengevaluasi, dan memperbaiki diri demi menyambut tahun baru dengan hati yang lebih bersih dan langkah yang lebih istiqamah.
Khutbah Jumat kali ini tidak hanya menjadi ritual keagamaan mingguan, tetapi juga sarana spiritual yang sangat relevan di tengah dinamika kehidupan modern yang serba cepat. Di tengah hiruk-pikuk pencapaian materi, tekanan sosial, dan tantangan global, refleksi diri menjadi obat jiwa yang kerap terlupakan. Maka, tema muhasabah akhir tahun hadir sebagai pengingat lembut dari Allah Swt. bahwa setiap manusia perlu berhenti sejenak, menoleh ke belakang, dan bertanya: Apa yang telah kita perbuat selama setahun terakhir?
Bulan Rajab: Bulan Persiapan Menuju Ramadhan
Bulan Rajab bukan sekadar penanda pergantian waktu. Ia memiliki kedudukan istimewa dalam ajaran Islam. Disebut sebagai Asyhar al-Hurum (bulan-bulan suci), Rajab menjadi waktu yang tepat untuk memperbanyak amal kebaikan, memohon ampunan, dan memperdalam spiritualitas. Dalam berbagai riwayat, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan bulan Rajab dan menjadikannya sebagai “musim tanam” sebelum panen di bulan Ramadhan.
Sebagaimana sabda Nabi:
“Berpuasalah di bulan Sabar (Syaban), karena ia adalah bulan yang dilupakan orang, dan puasamu di Rajab adalah tanaman yang akan kau panen di Ramadhan.”
(Meski status hadis ini dhaif, maknanya tetap menginspirasi umat untuk memanfaatkan Rajab secara optimal).
Dengan demikian, muhasabah di akhir tahun bukan sekadar evaluasi administratif, melainkan bagian dari ibadah yang menyucikan hati dan mempersiapkan diri menyambut bulan suci yang penuh rahmat.
Muhasabah: Cermin Jiwa di Penghujung Waktu
Apa sebenarnya muhasabah itu? Secara bahasa, muhasabah berasal dari kata hisab, yang berarti perhitungan. Dalam konteks spiritual, muhasabah adalah proses evaluasi diri terhadap segala ucapan, perbuatan, niat, dan amal selama kurun waktu tertentu—dalam hal ini, satu tahun penuh.
Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Hasyr ayat 18:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini menjadi fondasi utama pentingnya muhasabah. Ia mengajak setiap mukmin untuk tidak hanya melihat dunia saat ini, tetapi juga memikirkan bekal untuk “hari esok”—baik dalam arti esok hari, tahun depan, maupun akhirat.
Tiga Dimensi Penting dalam Muhasabah Akhir Tahun
Dalam praktiknya, muhasabah akhir tahun dapat dikategorikan ke dalam tiga dimensi utama, sebagaimana dijelaskan dalam khutbah Jumat 26 Desember 2025:
1. Muhasabah dalam Ibadah Pribadi
Seberapa konsisten kita dalam menjalankan shalat lima waktu? Apakah puasa Senin-Kamis masih terjaga? Bagaimana kualitas tilawah Al-Qur’an kita sepanjang tahun ini? Apakah ibadah hanya menjadi rutinitas, atau justru menjadi sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta?
2. Muhasabah dalam Amal Sosial
Islam tidak hanya mengajarkan ibadah vertikal, tapi juga horizontal. Sejauh mana kita menjadi rahmat bagi tetangga, keluarga, dan masyarakat? Apakah kita lebih banyak memberi atau hanya mengambil? Apakah kita turut membantu sesama yang kesulitan, atau justru memperparah luka sosial dengan sikap acuh?
3. Muhasabah dalam Penggunaan Waktu dan Usia
Setiap pergantian tahun adalah pengingat bahwa usia kita semakin berkurang. Waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali—detik, menit, jam, hari yang telah lewat di tahun 2025 kini menjadi catatan abadi di sisi Allah. Maka, sebagaimana pesan Ibnu Umar:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
"Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara."
(HR. Bukhari, no. 5937)
Dan lanjutannya:
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ... فَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
"Bila kamu berada di sore hari, jangan menunggu datangnya pagi... pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu."
Dari Evaluasi ke Aksi: Menyusun Resolusi Berbasis Iman
Muhasabah bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari transformasi. Hasil refleksi tersebut harus dituangkan dalam bentuk resolusi spiritual yang konkret di tahun 2026. Misalnya:
Meningkatkan kualitas shalat dengan khusyuk minimal 10 menit sebelum waktu shalat.
Meluangkan waktu mingguan untuk membaca tafsir Al-Qur’an.
Menyisihkan minimal 2,5% penghasilan untuk sedekah atau zakat.
Menjadi relawan di komunitas lokal atau mendukung program kemanusiaan.
Mengurangi waktu di media sosial dan menggantinya dengan aktivitas bermanfaat.
Resolusi semacam ini bukan sekadar target, tapi komitmen suci kepada Allah Swt.—janji yang diikat dengan niat ikhlas dan doa tulus.