TPA Suwung Bali Akan Ditutup Permanen pada Februari 2026: Apa Itu Open Dumping dan Mengapa Sistem Ini Dilarang?
sampah-Pexels/pixabay-
TPA Suwung Bali Akan Ditutup Permanen pada Februari 2026: Apa Itu Open Dumping dan Mengapa Sistem Ini Dilarang?
Kabar penting datang dari Pulau Dewata. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Kota Denpasar, Bali, dipastikan akan ditutup secara permanen oleh pemerintah pusat pada Februari 2026. Penutupan ini bukan tanpa alasan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menemukan bahwa TPA Suwung masih menerapkan sistem pengelolaan sampah yang dikenal dengan istilah open dumping—metode yang telah dilarang di Indonesia sejak lebih dari satu dekade lalu karena dampaknya yang merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Ancaman Sanksi Hukum dan Pernyataan Gubernur Bali
Gubernur Bali, Wayan Koster, mengungkapkan keputusan ini dalam pernyataan resminya pada 6 Agustus 2025. Menurutnya, pemerintah pusat tidak akan memberikan toleransi lagi terhadap praktik open dumping, terlebih di kawasan strategis seperti Bali yang sangat bergantung pada pariwisata dan kelestarian alam.
“Karena mencemari lingkungan, karena open dumping. Jadi Menteri Lingkungan sudah tidak membolehkan lagi ada TPA. Yang lama harus ditutup, yang membangun baru tidak boleh,” tegas Koster.
Lebih jauh, Koster mengungkapkan bahwa pemerintah pusat bahkan mengancam akan mengajukan tuntutan pidana terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali jika tidak segera menghentikan praktik tersebut. Hal ini menegaskan betapa seriusnya pelanggaran yang terjadi di TPA Suwung, yang selama ini menjadi “jantung” pengolahan sampah di Denpasar dan sekitarnya.
Implementasi Surat Keputusan Menteri KLHK
Penutupan TPA Suwung untuk sampah organik merupakan langkah konkret Pemprov Bali dalam mematuhi Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 921 Tahun 2025. Dokumen tersebut secara tegas melarang pengelolaan sampah dengan metode open dumping, dan memerintahkan seluruh daerah untuk beralih ke sistem pengolahan yang lebih ramah lingkungan, seperti sanitary landfill, composting, daur ulang, atau insinerasi berteknologi rendah emisi.
Namun, pertanyaan mendasar muncul: apa sebenarnya open dumping, dan mengapa sistem ini dianggap begitu berbahaya hingga dilarang secara nasional?
Memahami Sistem Open Dumping
Menurut laman resmi Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, open dumping atau pembuangan terbuka adalah metode pengelolaan sampah yang paling primitif. Dalam sistem ini, sampah hanya ditumpuk begitu saja di suatu lahan tanpa perlakuan teknis atau pengamanan lingkungan yang memadai.
Tidak ada lapisan pelindung (liner) di dasar lahan, tidak ada sistem pengumpulan lindi (cairan beracun dari sampah), tidak ada pengelolaan gas metana, dan tidak ada upaya pemulihan atau rehabilitasi lahan setelah lokasi tersebut penuh. Sampah dibiarkan menumpuk, membusuk, dan mengurai secara alami—tanpa kendali.
Meskipun metode ini tergolong murah dan mudah diterapkan, biaya sosial dan ekologisnya sangat tinggi.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Open Dumping
Praktik open dumping membawa sederet konsekuensi negatif yang tidak bisa diabaikan:
Pencemaran Udara: Tumpukan sampah organik menghasilkan gas metana—gas rumah kaca yang 25 kali lebih berpotensi menyebabkan pemanasan global dibanding karbon dioksida. Selain itu, bau busuk yang menyengat mengganggu kenyamanan warga sekitar dan mengurangi kualitas hidup.
Pencemaran Air Tanah dan Permukaan: Lindi atau cairan hasil dekomposisi sampah mengandung zat-zat beracun seperti logam berat, amonia, dan patogen. Jika tidak ditampung, cairan ini meresap ke dalam tanah dan mencemari sumber air minum.
Ancaman terhadap Kesehatan Masyarakat: Lingkungan TPA open dumping menjadi sarang nyamuk, tikus, dan vektor penyakit lainnya. Warga sekitar rentan terkena diare, infeksi saluran pernapasan, hingga penyakit kulit.
Kerusakan Ekosistem: Tumpukan sampah mengganggu habitat satwa liar dan mengubah keseimbangan ekologis kawasan sekitar TPA.
Risiko Bencana: TPA open dumping sangat rentan terhadap kebakaran spontan akibat panas dari proses dekomposisi, serta longsor material sampah yang bisa memakan korban jiwa.
Larangan Nasional Sejak 2008
Praktik open dumping sebenarnya telah dilarang di Indonesia sejak 2008 melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 25 ayat (1) UU tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa “metode pembuangan akhir sampah dengan cara open dumping dilarang”.
Sejak itu, pemerintah mendorong daerah untuk beralih ke sistem sanitary landfill, di mana sampah ditimbun secara bertahap dengan lapisan tanah, dilengkapi sistem pengelolaan lindi dan gas, serta didesain agar minim dampak lingkungan. Namun, transisi ini memerlukan investasi besar dan komitmen politik yang kuat—tantangan yang masih dihadapi banyak daerah, termasuk Bali.