Gunung Rinjani Resmi Ditutup Hingga Maret 2026: Penutupan Strategis untuk Keselamatan, Ekosistem, dan Masa Depan Ekowisata

Gunung Rinjani Resmi Ditutup Hingga Maret 2026: Penutupan Strategis untuk Keselamatan, Ekosistem, dan Masa Depan Ekowisata

gunung--

Gunung Rinjani Resmi Ditutup Hingga Maret 2026: Penutupan Strategis untuk Keselamatan, Ekosistem, dan Masa Depan Ekowisata

Kabar penting menggema di kalangan komunitas pecinta alam dan pendaki gunung di seluruh Indonesia. Salah satu ikon wisata alam paling legendaris di Tanah Air, Gunung Rinjani, akan resmi ditutup total untuk aktivitas pendakian mulai 1 Januari hingga 31 Maret 2026. Keputusan strategis ini diambil oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) demi melindungi keselamatan pengunjung sekaligus memberikan ruang pemulihan kritis bagi ekosistem yang semakin rentan akibat tekanan wisata massal dan dampak perubahan iklim.



Penutupan ini bukan sekadar larangan administratif, melainkan bagian dari langkah proaktif dalam menghadapi risiko bencana hidrometeorologi yang diprediksi akan meningkat di awal tahun 2026. Namun, di balik keputusan ini, tersimpan pesan yang lebih dalam: pentingnya keseimbangan antara eksplorasi manusia dan keberlanjutan alam.

Enam Jalur Pendakian Ikut Ditutup, Tak Ada Satu Pengecualian
Seluruh jalur pendakian menuju puncak Rinjani—yang selama ini menjadi magnet bagi ribuan petualang dari dalam dan luar negeri—akan ditutup tanpa pengecualian selama periode tersebut. Enam jalur utama yang terdampak meliputi:

Jalur Senaru–Torean, favorit bagi pendaki yang ingin menikmati panorama danau Segara Anak dari sisi utara dengan lanskap dramatis dan panorama matahari terbit yang memukau.
Jalur Sembalun, rute paling populer di kalangan pendaki berpengalaman karena kemiringan relatif ringan dan akses cepat ke puncak.
Jalur Timbanuh, alternatif yang lebih tenang namun menawarkan keindahan flora endemik dan pemandangan lembah yang masih asri.
Jalur Tetebatu, sering digunakan untuk kegiatan edukasi lingkungan dan pelatihan konservasi oleh komunitas akademik dan LSM.
Jalur Pendidikan Aik Berik, yang menjadi bagian integral dari program edukasi keberlanjutan ekosistem Rinjani.
Jalur Aikmel, yang juga turut diberhentikan sementara demi konsistensi kebijakan manajemen taman nasional.
Tidak ada aktivitas pendakian—baik untuk wisata, penelitian ilmiah, pelatihan, maupun kegiatan edukasi non-esensial—yang akan diizinkan selama tiga bulan tersebut. Semua izin sementara ditangguhkan demi menjaga integritas ekologis kawasan.


Alasan Ilmiah di Balik Penutupan: Ancaman Cuaca Ekstrem dan Regenerasi Ekosistem
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Yarman, menegaskan bahwa keputusan ini bukan diambil secara gegabah atau reaktif. Penutupan didasarkan pada kajian ilmiah mendalam yang melibatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta pakar lingkungan dari berbagai lembaga riset nasional.

“Prediksi menunjukkan bahwa awal tahun 2026 akan diwarnai oleh cuaca ekstrem di wilayah Nusa Tenggara Barat, termasuk curah hujan tinggi, angin kencang, dan risiko longsor,” ungkap Yarman dalam konferensi pers virtual. “Selain itu, Gunung Rinjani membutuhkan periode ‘istirahat’ alami—waktu untuk regenerasi vegetasi, pemulihan tanah, dan pemulihan ekosistem secara menyeluruh.”

Fakta menarik: Gunung Rinjani, dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl), bukan hanya gunung tertinggi kedua di Indonesia setelah Puncak Jaya, tetapi juga merupakan bagian dari UNESCO Global Geopark sejak 2018. Status ini menjadikan kawasan ini sebagai aset global yang wajib dilindungi, bukan hanya demi kepentingan nasional, tetapi juga demi komitmen internasional terhadap pelestarian geodiversitas dan biodiversitas.

Dampak Ekonomi: Tantangan Jangka Pendek, Investasi Jangka Panjang
Tentu saja, keputusan penutupan selama tiga bulan penuh tidak lepas dari dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Sekitar ratusan hingga ribuan warga lokal—termasuk porter, pemandu wisata (guide), pengelola homestay, penjual logistik, dan pelaku UMKM kuliner—menggantungkan mata pencaharian mereka pada arus wisatawan pendaki.

Namun, BTNGR menekankan bahwa langkah ini justru merupakan investasi jangka panjang. Tanpa jeda pemulihan, tekanan berkelanjutan dari wisatawan—yang mencapai puluhan ribu orang per tahun—akan mempercepat degradasi lingkungan, menurunkan kualitas pengalaman wisata, dan pada akhirnya menggerus daya tarik Rinjani secara permanen.

“Kami mendorong seluruh pelaku wisata untuk memanfaatkan periode ini sebagai momentum evaluasi, pelatihan ulang, dan peningkatan kapasitas layanan,” tambah Yarman. “Ketika Rinjani kembali dibuka, kami ingin setiap pengunjung mendapat pengalaman yang lebih aman, nyaman, edukatif, dan berkelanjutan.”

Pihak taman nasional juga berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata NTB dan pemerintah daerah untuk mengembangkan program alternatif selama masa penutupan, seperti pelatihan keterampilan ekowisata, penguatan produk UMKM lokal, dan promosi destinasi alam lain di Lombok yang belum terlalu padat pengunjung.

Pendaki, Segera Manfaatkan Kesempatan Terakhir di 2025!
Bagi Anda yang masih ingin menapaki tanah sakral Rinjani sebelum masa penutupan resmi dimulai, waktu semakin menipis. Sistem pemesanan tiket online melalui eRinjani akan ditutup paling lambat 28 Desember 2025 pukul 23.59 WITA.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya