Khutbah Jumat Terbaru 19 Desember 2025: Menyambut Bulan Rajab dengan Hati yang Hidup dan Jiwa yang Bertobat
masjid-pixabay-
Khutbah Jumat Terbaru 19 Desember 2025: Menyambut Bulan Rajab dengan Hati yang Hidup dan Jiwa yang Bertobat
Jumat, 19 Desember 2025 – Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus berputar, Jumat ini hadir sebagai jeda sakral bagi umat Islam untuk kembali menyelaraskan hati, membersihkan jiwa, dan memperbarui niat dalam menghadap Sang Khalik. Di hari yang penuh berkah ini, umat Muslim di seluruh dunia berkumpul di masjid-masjid, bukan hanya untuk menunaikan ibadah wajib, tapi juga menyerap siraman rohani melalui khutbah yang sarat makna.
Tahun ini, pada Jumat terakhir bulan Jumadil Akhir 1447 H, umat Islam di seluruh penjuru dunia dipersiapkan secara spiritual untuk menyambut kedatangan bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Hijriah yang dikenal sebagai salah satu dari empat bulan haram—bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Dalam suasana penuh ketenangan dan refleksi inilah, khutbah Jumat menjadi penuntun spiritual yang mengajak jamaah untuk merenung, bertobat, dan memperbaiki diri demi menyambut bulan-bulan suci yang akan datang.
Bulan Rajab: Gerbang Menuju Ramadhan yang Penuh Berkah
Rajab bukan sekadar nama bulan dalam penanggalan Islam. Ia adalah simbol kesucian, tempat berlabuhnya rahmat Ilahi, dan awal dari tiga bulan spiritual yang sangat istimewa: Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. Dalam tradisi keislaman, bulan Rajab disebut sebagai “bulan pengampunan”, waktu yang tepat untuk membersihkan diri dari dosa dan memperbarui komitmen sebagai hamba Allah.
Secara bahasa, kata Rajab berasal dari akar kata tarjib, yang artinya “memuliakan” atau “mengagungkan”. Para ulama menjelaskan bahwa bangsa Arab pra-Islam pun, meski dalam kejahiliahannya, tetap menghormati bulan ini dengan menghentikan peperangan dan kekerasan. Hal ini menunjukkan betapa istimewanya bulan Rajab dalam pandangan langit maupun bumi.
Nabi Muhammad ﷺ sendiri menunjukkan penghormatannya terhadap bulan ini melalui doa yang sangat populer, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dalam Musnad Ahmad:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”
Doa yang singkat namun sarat makna ini menggambarkan betapa Rajab adalah pintu awal dalam perjalanan spiritual menuju puncak ibadah tahunan: Ramadhan. Maka, mempersiapkan diri sejak Rajab bukanlah hal yang berlebihan—melainkan bentuk kesadaran iman yang matang.
Taubat: Langkah Pertama Menyambut Bulan Mulia
Menyambut Rajab, khatib mengajak seluruh jamaah—termasuk dirinya sendiri—untuk bertaubat secara tulus dan menyeluruh. Taubat bukan sekadar mengucapkan kalimat penyesalan, melainkan proses transformasi batin yang melibatkan tiga pilar utama, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Al-Ghuniyah:
Menyesali dosa yang telah dilakukan.
Meninggalkan dosa itu seketika, tanpa menunda.
Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya di masa depan.
Inilah taubat nashuha—taubat yang jujur dan diterima oleh Allah SWT. Tanpa ketiga unsur ini, taubat hanyalah serangkaian kata kosong yang tak menyentuh jiwa.
Nabi Muhammad ﷺ, meskipun terjaga dari dosa (ma’shum), masih beristighfar lebih dari 100 kali setiap hari. Ini bukan karena beliau berdosa, melainkan sebagai teladan hidup bagi umatnya: bahwa seorang hamba yang paling dekat dengan Allah pun tetap merasa butuh akan ampunan-Nya.
Menghidupkan Hati yang Mati: Obat dari Kelalaian
Salah satu akar utama dosa adalah matinya hati. Hati yang mati sulit menerima nasihat, enggan pada kebenaran, dan cenderung nyaman dalam keburukan. Dalam Lubabul Hadits disebutkan bahwa ada tiga kebiasaan yang dapat mematikan hati:
Terlalu banyak tidur,
Terlalu asyik bersantai tanpa tujuan,
Dan terlalu rakus dalam makan.
Ironisnya, ketiga hal ini justru menjadi gaya hidup modern yang dianggap “normal”. Namun, dalam perspektif spiritual, justru di situlah bahayanya—kita merasa nyaman padahal sedang menjauh dari Allah.
Syekh Abdullah Al-Haddad pernah berkata:
“Al-‘adah idza rasakhat nasakhat.”
“Kebiasaan—baik atau buruk—jika terus diulang, akan menjadi bagian tak terpisahkan dari diri seseorang.”
Karenanya, menyambut Rajab adalah waktu yang tepat untuk membentuk kebiasaan baru. Mulailah dengan:
Bangun malam untuk shalat tahajud,
Mengurangi makan berlebihan dan mencoba puasa sunnah Senin-Kamis atau Ayyamul Bidh,
Menabung sedikit demi sedikit untuk membantu sesama di bulan Ramadhan nanti,
Dan mengisi waktu luang dengan dzikir, tilawah Al-Qur’an, atau membaca sirah Nabi.
Langkah-langkah kecil ini, jika dilakukan secara konsisten, akan menghidupkan kembali hati yang sempat mati—dan membuka jalan bagi cahaya iman untuk menyinari jiwa.
Perbaiki Hatimu, Maka Jalanmu Akan Terang
Ada sebuah hikmah indah dari para ulama salaf:
“أصلحوا قلوبكم تبصروا دروبكم.”
“Perbaikilah hatimu, niscaya engkau akan melihat jalanmu dengan jelas.”
Hati adalah kompas spiritual. Jika ia bersih, setiap langkah akan terarah. Jika ia kotor, bahkan amal baik pun bisa tercemar oleh riya’ atau niat yang tidak tulus. Oleh karena itu, sebaik-baik manusia adalah yang senantiasa mengawasi hatinya, memeriksa niatnya, dan membersihkannya dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, sombong, dan ujub.
Dalam menyambut Rajab, jangan hanya memperbaiki amal lahiriah—tapi utamakan kebersihan batin. Karena Allah tidak melihat pada rupa atau harta kita, melainkan pada ketakwaan yang terpatri dalam hati.