PT Tambang Mas Sangihe (TMS) Milik Siapa? Mengupas Profil Perusahaan Tambang Emas yang Jadi Sorotan Publik
tanda tanya-qimono/pixabay-
Kontroversi dan Sorotan Publik
Ketika PT TMS memasuki tahap produksi, sorotan publik meningkat pesat—namun tidak selalu positif. Aktivis lingkungan, akademisi, dan masyarakat adat Sangihe mulai mengkritik potensi dampak ekologis dari operasi tambang skala besar di wilayah yang termasuk dalam Kawasan Cagar Biosfer UNESCO dan habitat endemik.
Isu-isu seperti deforestasi, pencemaran air laut, ancaman terhadap kehidupan nelayan, serta marginalisasi komunitas lokal menjadi sorotan utama. Beberapa LSM lingkungan telah mengajukan gugatan dan permohonan audit lingkungan independen, menuntut transparansi penuh atas rencana pengelolaan limbah dan reklamasi pasca-tambang.
Sementara itu, pihak PT TMS menyatakan komitmennya terhadap prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance), menjanjikan investasi dalam program pemberdayaan masyarakat dan mitigasi dampak lingkungan. Namun, janji tersebut masih perlu diuji melalui pelaksanaan di lapangan.
Masa Depan Tambang Emas Sangihe: Antara Potensi Ekonomi dan Tanggung Jawab Ekologis
Proyek PT Tambang Mas Sangihe mewakili dilema klasik dalam pembangunan berkelanjutan: bagaimana menyeimbangkan kebutuhan ekonomi nasional dengan perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat lokal?
Di satu sisi, tambang emas ini berpotensi memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan investasi infrastruktur. Di sisi lain, risiko kerusakan ekosistem laut dan darat di Kepulauan Sangihe—yang merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang Dunia—tidak bisa diabaikan.
Masyarakat sipil, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan nasional kini ditantang untuk bersama-sama memastikan bahwa operasi PT TMS berjalan transparan, akuntabel, dan berkeadilan sosial.