Langkah Strategis Menuju Kemandirian Ekonomi dan Energi Indonesia! Inilah 6 Proyek Hilirisasi Danantara Groundbreaking Januari 2026

Langkah Strategis Menuju Kemandirian Ekonomi dan Energi Indonesia! Inilah 6 Proyek Hilirisasi Danantara Groundbreaking Januari 2026

pabrik-Tama66/pixabay-

Langkah Strategis Menuju Kemandirian Ekonomi dan Energi Indonesia! Inilah 6 Proyek Hilirisasi Danantara Groundbreaking Januari 2026

Di awal tahun 2025, Indonesia mencatatkan sejarah baru dalam upaya memperkuat ketahanan ekonomi dan energi nasional melalui serangkaian proyek hilirisasi yang monumental. Sebanyak 18 proyek prioritas resmi groundbreaking pada Januari, termasuk 6 proyek strategis Danantara, sebuah inisiatif pemerintah dalam mendorong industrialisasi berbasis sumber daya alam domestik. Proyek-proyek ini tidak hanya menandai transformasi dari ekspor bahan mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam mewujudkan kemandirian energi dan industri hijau masa depan.



Dengan total nilai investasi mencapai lebih dari Rp500 triliun, langkah ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk mempercepat pembangunan industri berkelanjutan sekaligus menciptakan lapangan kerja, meningkatkan devisa negara, dan mengurangi ketergantungan pada impor. Berikut ini penjelasan mendalam mengenai proyek-proyek tersebut yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara.

Transformasi Minerba: Dari Tambang ke Produk Bernilai Tinggi
Sektor pertambangan dan bahan galian (minerba) menjadi tulang punggung utama dalam program hilirisasi nasional. Delapan proyek di sektor ini dirancang untuk mengolah sumber daya mineral menjadi produk akhir yang siap bersaing di pasar global.

Di Kalimantan Barat, dua proyek raksasa berbasis bauksit akan segera beroperasi: Industri Smelter Aluminium di Mempawah dengan nilai investasi Rp60 triliun, serta Industri Chemical Grade Alumina di Kendawangan senilai Rp17,3 triliun. Keduanya tidak hanya akan memperkuat rantai pasok aluminium domestik, tetapi juga mengurangi impor logam strategis.


Tak kalah ambisius, proyek Dimethyl Ether (DME) berbasis batu bara di enam lokasi—Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin—akan mendorong substitusi LPG impor dengan bahan bakar ramah lingkungan hasil olahan batu bara dalam negeri. Investasi fantastis Rp164 triliun menjadikan proyek ini sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah energi Indonesia.

Di Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Morowali kembali menjadi pusat perhatian dengan pembangunan Industri Stainless Steel Slab berbasis nikel senilai Rp38,4 triliun. Sementara itu, di Gresik, Jawa Timur, pengolahan katoda tembaga menjadi copper rod, wire, dan tube akan menyuplai kebutuhan industri elektronik dan konstruksi nasional dengan investasi Rp19,2 triliun.

Papua juga tak ketinggalan. Di Kabupaten Sarmi, industri berbasis pasir besi akan menghasilkan produk baja bernilai tinggi dengan nilai investasi Rp19 triliun, memperkuat pemerataan pembangunan di wilayah timur Indonesia.

Sementara itu, di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pengembangan Industri Mangan Sulfat senilai Rp3,05 triliun dan di Buton, Sulawesi Tenggara, Industri Aspal senilai Rp1,49 triliun, menunjukkan bahwa hilirisasi tak hanya terfokus pada komoditas besar, tetapi juga menyentuh sektor-sektor pendukung strategis seperti infrastruktur jalan.

Hilirisasi Pertanian: Mengangkat Potensi Komoditas Lokal ke Level Global
Sektor pertanian juga menjadi sorotan utama dalam agenda hilirisasi. Dengan kekayaan biodiversitas yang luar biasa, Indonesia berpotensi menjadi pemain global di pasar produk turunan pertanian bernilai tambah.

Di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Industri Oleoresin dari pala akan mengangkat salah satu rempah legendaris Nusantara ke pasar internasional, dengan investasi Rp1,8 triliun. Proyek ini tak hanya meningkatkan nilai ekspor, tetapi juga memberdayakan petani lokal.

Sementara itu, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan Timur (MBTK), Industri Oleofood berbasis kelapa sawit senilai Rp3 triliun akan menghasilkan bahan pangan fungsional dan ramah lingkungan. Tak kalah menarik, di Kawasan Industri Tenayan, Riau, pengembangan berbagai produk turunan kelapa—mulai dari Nata de Coco, Medium-Chain Triglycerides (MCT), Coconut Flour, hingga Activated Carbon—dengan total investasi Rp2,3 triliun, membuktikan bahwa setiap bagian dari kelapa bisa menjadi sumber nilai ekonomi.

Kelautan dan Perikanan: Menangkap Potensi Biru untuk Kesejahteraan Nasional
Indonesia, sebagai negara maritim terbesar di dunia, tak luput memanfaatkan potensi lautnya. Tiga proyek prioritas di sektor kelautan dan perikanan menunjukkan arah baru dalam pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.

Industri Chlor Alkali Plant berbasis garam yang tersebar di tujuh provinsi—Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Riau, Banten, dan NTT—akan memproduksi bahan kimia dasar industri dengan nilai transaksi mencapai Rp16 triliun.

Di sisi perikanan, Industri Fillet Tilapia di empat provinsi Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) akan meningkatkan nilai ekspor ikan air tawar dengan investasi Rp1 triliun. Sementara di Kupang, NTT, Industri Carrageenan dari rumput laut senilai Rp212 miliar akan memasok bahan baku industri makanan, farmasi, dan kosmetik global.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya