Jangan Rampas Hak Korban Bencana: Peringatan Khutbah Jumat 19 Desember 2025 bagi Para Pelaku Kezaliman
masjid-pixabay-
Jangan Rampas Hak Korban Bencana: Peringatan Khutbah Jumat 19 Desember 2025 bagi Para Pelaku Kezaliman
Di tengah duka yang masih menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor, muncul luka baru yang justru diciptakan oleh tangan manusia sendiri. Bukan hanya alam yang menjadi ujian, tetapi juga kepercayaan publik yang terus diuji oleh praktik-praktik tidak bertanggung jawab dalam penyaluran bantuan kemanusiaan. Menjelang Shalat Jumat, 19 Desember 2025, khutbah di berbagai masjid di seluruh Indonesia—termasuk di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—mengangkat tema penting: “Jangan Rampas Hak Korban Bencana: Hukuman bagi Orang Zalim.”
Bencana Alam, Lalu Datang Kezaliman
Bencana alam bukan hanya ujian bagi korban, tetapi juga ujian bagi integritas sosial dan moral seluruh masyarakat. Ironisnya, di saat rakyat kecil rela menahan lapar demi menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu sesama, muncul pihak-pihak yang justru memanfaatkan situasi krisis ini untuk kepentingan pribadi. Laporan tentang hilangnya 80 ton bantuan dari masyarakat Indonesia yang ditujukan untuk korban bencana di Aceh menjadi peringatan keras. Informasi ini, yang pertama kali disampaikan oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), bukan hanya isu biasa—tapi cerminan dari kezaliman struktural yang merobek nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Di media sosial, banyak video beredar menunjukkan oknum pemerintah daerah, bahkan individu dari kalangan masyarakat, yang memanfaatkan posisi mereka untuk mengalihkan bantuan. Mereka mengklaim sebagai penyalur resmi, namun nyatanya, bantuan tidak pernah sampai ke tangan yang berhak. Ini bukan sekadar kelalaian administratif—ini adalah pengkhianatan terhadap amanah umat.
Amanah Bantuan: Harta Suci yang Tak Boleh Dikhianati
Dalam Islam, amanah bukan sekadar kewajiban moral—ia adalah ikatan sakral antara manusia dan Sang Pencipta. Dana donasi bencana yang dikumpulkan dari masyarakat, baik dari kalangan mampu maupun tak mampu, lahir dari rasa empati, kepedulian, dan ketulusan hati. Banyak di antara para donatur justru berasal dari keluarga sederhana yang rela berkorban demi meringankan beban saudara seiman yang sedang tertimpa musibah.
Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat ini menjadi fondasi utama dalam menilai integritas setiap pihak yang terlibat dalam penyaluran bantuan. Menyalahgunakan dana bantuan bukan hanya tindakan korup, tapi juga mengonsumsi harta haram dan menghianati kepercayaan yang diberikan oleh jutaan hati yang peduli.
Kezaliman: Dosa Besar yang Mengundang Murka Ilahi
Kata “zalim” bukan sekadar label moral. Dalam terminologi Islam, kezaliman berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, merampas hak orang lain, dan menciptakan ketidakadilan. Orang yang mengambil jatah bantuan korban bencana secara tidak sah adalah pelaku kezaliman nyata—dan dosa ini termasuk dalam kategori dosa besar.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dan jauhilah kezaliman, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat.”
Bayangkan betapa mengerikannya gambaran ini: di hari ketika seluruh manusia membutuhkan cahaya petunjuk, pelaku kezaliman justru terperangkap dalam kegelapan total—tanpa pelindung, tanpa penolong. Bahkan air mata korban yang dizalimi menjadi saksi di hadapan Allah.
Ancaman Azab bagi Pelaku Kezaliman
Allah SWT tidak hanya memperingatkan, tapi juga memberikan ancaman nyata terhadap para pelaku kezaliman. Dalam Surat Hud ayat 18, Allah berfirman:
“Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka dan para saksi akan berkata, ‘Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka.’ Ketahuilah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang-orang zalim.”
Ayat ini menjadi peringatan keras: kezaliman tidak hanya merugikan korban di dunia, tapi juga mengundang laknat Ilahi di akhirat. Orang yang menyalahgunakan amanah bantuan bencana bukan hanya mencuri harta, tapi juga mencuri harapan, kepercayaan, dan masa depan para korban.
Sejarah mencatat bahwa bangsa-bangsa yang gemar berbuat zalim—baik secara individu maupun kolektif—selalu berakhir dengan kehancuran. Maka, sudah selayaknya kita semua, terlebih para pejabat dan penanggung jawab distribusi bantuan, senantiasa introspeksi dan menjaga amanah dengan penuh tanggung jawab.
Pintu Taubat Masih Terbuka Lebar
Namun, dalam kemurkaan-Nya, Allah tetap Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bagi siapa pun—entah oknum pemerintah, relawan, atau pihak ketiga—yang pernah terlibat dalam penyelewengan bantuan, masih ada kesempatan untuk bertaubat. Taubat yang tulus (taubat nasuha) tidak hanya meminta ampun, tetapi juga mengembalikan hak-hak yang telah dirampas.