OJK Tingkatkan Akses Investor Ritel dalam IPO: Porsi Naik Jadi 50%, Ini Detail Aturan Barunya
mall di Surabaya--
OJK Tingkatkan Akses Investor Ritel dalam IPO: Porsi Naik Jadi 50%, Ini Detail Aturan Barunya
Dalam langkah strategis untuk memperkuat inklusi pasar modal dan melindungi hak investor individu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengeluarkan aturan baru terkait mekanisme penjatahan dalam Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO). Melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 25/SEOJK.04/2025, yang ditetapkan pada 17 November 2025, OJK merevisi secara signifikan regulasi sebelumnya—SEOJK Nomor 15/SEOJK.04/2020—dengan fokus utama pada pemberian ruang yang lebih adil dan luas bagi investor ritel.
Aturan yang mulai berlaku efektif sejak Desember 2025 ini tidak hanya merefleksikan dinamika pasar modal yang semakin partisipatif, tetapi juga menjawab lonjakan antusiasme masyarakat terhadap IPO dalam dua tahun terakhir. Pasalnya, fenomena oversubscription (permintaan melebihi pasokan) telah menjadi tren konsisten, sering kali membuat investor ritel kesulitan mendapatkan jatah saham meski telah mendaftar sejak awal.
Porsi Ritel Naik Jadi 50%: Langkah Revolusioner untuk Pasar Modal Inklusif
Salah satu poin paling mencolok dari regulasi terbaru ini adalah peningkatan porsi alokasi saham IPO untuk investor ritel dari 33% menjadi 50%. Kenaikan ini berlaku khusus dalam mekanisme penjatahan terpusat—sistem yang dikelola oleh penyelenggara sistem perdagangan efek (PSE) atau platform e-IPO resmi.
Langkah ini merupakan respons langsung terhadap realitas pasar, di mana antusiasme investor individu terus tumbuh pesat seiring dengan edukasi keuangan yang semakin gencar dan akses investasi yang kian mudah melalui aplikasi digital. Dengan porsi yang lebih besar, OJK berharap investor ritel—yang selama ini kerap kalah bersaing melawan institusi besar—kini memiliki peluang yang lebih adil untuk berpartisipasi dalam momentum IPO perusahaan-perusahaan berkualitas.
Batas Pemesanan Maksimal 10%: Cegah Monopoli dan Spekulasi
Tak hanya memperbesar porsi, OJK juga memperkenalkan aturan baru mengenai batas maksimum pemesanan saham IPO oleh satu investor, baik ritel maupun institusional. Setiap pihak kini hanya diperbolehkan memesan hingga 10% dari total nilai efek yang ditawarkan dalam satu penawaran umum.
Ketentuan ini merupakan terobosan penting, karena sebelumnya tidak ada batasan eksplisit dalam regulasi lama. Tujuannya jelas: mencegah dominasi oleh segelintir investor besar dan mengurangi potensi praktik spekulatif atau hoarding saham yang dapat mengganggu distribusi yang adil serta stabilitas harga di masa awal perdagangan.
Klasifikasi IPO Diperbarui: Kini Ada 5 Golongan
Regulasi terbaru juga mengubah struktur penggolongan penawaran umum. Sebelumnya terdapat empat kategori berdasarkan nilai nominal efek yang ditawarkan. Kini, kategori terkecil (golongan IV) dipecah menjadi dua, sehingga total ada lima golongan.
Perubahan ini bertujuan untuk lebih presisi dalam menyesuaikan mekanisme penjatahan dengan skala emiten. Selain itu, OJK juga menaikkan batas minimum alokasi efek dalam tiap golongan, memastikan bahwa setiap IPO—apa pun ukurannya—tetap memberikan akses yang jelas dan proporsional bagi semua segmen investor.
Formula Alokasi Baru: Rasio 1:1 antara Ritel dan Non-Ritel
Salah satu inovasi teknis dalam SEOJK ini adalah penerapan formula alokasi berbasis rasio 1:1 antara investor ritel dan non-ritel (institusional) dalam penjatahan terpusat. Artinya, meski total porsi ritel mencapai 50%, distribusinya tetap seimbang dengan pihak institusional—mencerminkan komitmen OJK terhadap ekosistem pasar modal yang sehat, kompetitif, namun tetap demokratis.