Mengungkap Aturan di Balik Penggunaan APBN untuk Swasta: Polemik Dana Rp125 Miliar untuk Pembangunan Ulang Ponpes Al Khoziny
uang-Pexels/pixabay-
Mengungkap Aturan di Balik Penggunaan APBN untuk Swasta: Polemik Dana Rp125 Miliar untuk Pembangunan Ulang Ponpes Al Khoziny
Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp125 miliar untuk membangun kembali Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, memicu gelombang kontroversi di masyarakat. Proyek rekonstruksi ini dilakukan menyusul tragedi runtuhnya bangunan asrama ponpes pada Oktober 2025 yang menewaskan ratusan santri—menjadi salah satu bencana struktural terburuk dalam sejarah pendidikan pesantren di Indonesia.
Sebagian besar warganet dan tokoh publik menyuarakan keberatan atas alokasi dana negara tersebut. Mereka menilai, penggunaan APBN—yang berasal dari uang rakyat—untuk membangun kembali institusi swasta seperti pondok pesantren, bertentangan dengan prinsip keadilan fiskal dan tata kelola anggaran yang baik.
Salah satu kritik paling tajam datang dari akun media sosial @sahal_AS yang menulis, “APBN itu dana publik. Pesantren itu swasta atau privat. Dana publik dipakai untuk kepentingan privat itu HARAM. Kebijakan pemerintah dalam soal ini ZALIM.” Pernyataan ini mendapat ribuan likes dan retweet, mencerminkan kekhawatiran publik akan potensi penyalahgunaan anggaran negara.
Namun, benarkah pemerintah benar-benar melanggar aturan dengan memberikan dana APBN kepada pihak swasta? Jawabannya justru mengejutkan: tidak. Faktanya, undang-undang dan regulasi keuangan negara justru memberikan ruang bagi pemerintah untuk menyalurkan dana APBN ke entitas swasta—termasuk pondok pesantren—asalkan memenuhi sejumlah syarat ketat dan prosedur hukum yang transparan.
Dasar Hukum: Hibah APBN untuk Lembaga Swasta Bukan Hal Tabu
Berdasarkan data resmi dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, per 12 Desember 2025, pemberian hibah dari APBN kepada pihak swasta—termasuk lembaga keagamaan, pendidikan, atau sosial—diperbolehkan selama memenuhi kriteria tertentu. Hal ini diatur dalam berbagai peraturan, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Peraturan Pemerintah terkait pengelolaan keuangan daerah dan pusat.
“APBN bukan hanya untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah. Ia juga bisa digunakan untuk mendukung program-program yang sejalan dengan visi pembangunan nasional, termasuk penguatan pendidikan, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat,” jelas seorang praktisi kebijakan fiskal yang enggan disebutkan namanya.
Syarat Ketat yang Harus Dipenuhi Sebelum APBN Disalurkan ke Swasta
Agar dana APBN bisa disalurkan secara sah dan tidak menimbulkan masalah hukum atau moral, pemerintah wajib memastikan lima prasyarat utama terpenuhi. Berikut penjabarannya:
1. Penerima Hibah Harus Memenuhi Kriteria Strategis
Lembaga swasta—dalam hal ini Ponpes Al Khoziny—harus terbukti berperan signifikan dalam mendukung agenda nasional. Misalnya, dalam bidang pendidikan, penguatan nilai keagamaan, atau perlindungan kelompok rentan. Pondok pesantren, sebagai salah satu pilar pendidikan karakter di Indonesia, sering kali menjadi mitra strategis pemerintah dalam mencetak generasi muda yang berakhlak dan berdaya saing.
2. Transparansi dan Akuntabilitas Wajib Dijamin
Seluruh proses penganggaran dan realisasi hibah harus terbuka untuk publik dan dapat dipertanggungjawabkan melalui laporan keuangan yang diaudit. Ini termasuk mekanisme pengajuan, evaluasi, persetujuan, hingga pelaporan pasca-penyaluran dana.
3. Usulan Tertulis dari Pihak Penerima
Pihak lembaga swasta tidak bisa mendapatkan dana APBN secara otomatis. Mereka wajib mengajukan proposal resmi kepada kementerian atau lembaga pemerintah terkait—baik di tingkat pusat maupun daerah. Proposal tersebut harus mencakup rincian kebutuhan, rencana penggunaan dana, dan indikator keberhasilan.
4. Adanya Naskah Perjanjian Hibah (NPH)
Sebelum dana dicairkan, pemerintah dan penerima hibah harus menandatangani Naskah Perjanjian Hibah yang mengikat secara hukum. Dokumen ini mencantumkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, termasuk sanksi jika dana digunakan di luar tujuan yang disepakati.
5. Penggunaan Dana Harus Sesuai Tujuan yang Disepakati
Dana hibah tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau kegiatan yang tidak berkaitan dengan proposal awal. Pemerintah berhak melakukan monitoring dan evaluasi berkala, bahkan menarik kembali dana jika terbukti terjadi penyimpangan.