Larangan Ambil Kayu Pasca Banjir di Aceh: Bukti Lingkungan atau Bahaya Hukum?

Larangan Ambil Kayu Pasca Banjir di Aceh: Bukti Lingkungan atau Bahaya Hukum?

Banjir-Instagram-

Larangan Ambil Kayu Pasca Banjir di Aceh: Bukti Lingkungan atau Bahaya Hukum?

Di tengah upaya pemulihan pasca bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Aceh, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh mengeluarkan instruksi tegas: melarang siapa pun mengambil atau membawa kayu-kayu yang terseret arus banjir, kecuali untuk keperluan darurat yang telah diizinkan secara resmi.



Keputusan ini bukan semata-mata soal logistik atau keamanan, melainkan bagian dari penyelidikan mendalam terhadap dugaan kerusakan lingkungan yang berpotensi menjadi akar pemicu bencana besar tersebut.

Bukan Sekadar Puing, Tapi Petunjuk Penting
Muhammad MTA, Juru Bicara Pemerintah Provinsi Aceh, menegaskan bahwa kayu-kayu yang tersebar di lokasi bencana bukanlah barang tak berharga yang bisa diambil seenaknya. Menurutnya, benda-benda tersebut bisa menjadi bukti krusial dalam mengungkap apakah ada praktik ilegal seperti pembalakan liar, perambahan hutan, atau aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang tidak sesuai aturan.

“Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi saat ini tidaklah kasus biasa,” ujar Muhammad MTA dalam keterangan resminya, Jumat (12/12/2025). “Ini merupakan kompleksitas masalah, termasuk lingkungan.”


Ancaman Hukum Mengintai
Dalam konteks ini, Gubernur Aceh secara eksplisit meminta agar semua pihak menahan diri untuk tidak mengambil atau memindahkan kayu tanpa izin dari otoritas berwenang. Larangan ini berlaku universal—baik bagi warga biasa, pengumpul kayu, maupun pihak yang berniat memanfaatkannya secara komersial.

“Selain untuk kepentingan pemanfaatan darurat di lapangan, kepada siapa pun dilarang mengambil apalagi membawa keluar tanpa izin dari otoritas berwenang,” tegasnya.

Muhammad menambahkan bahwa aparat penegak hukum saat ini sedang mengamati secara intensif kemungkinan adanya pelanggaran tata kelola kehutanan yang turut memperparah dampak bencana. Hal ini bisa berujung pada tindakan hukum jika terbukti ada pihak yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut.

Warga Diminta Jadi 'Mata dan Telinga'
Pemerintah tidak hanya mengandalkan aparat keamanan, tapi juga mengajak partisipasi aktif masyarakat dalam memantau dan melaporkan aktivitas mencurigakan di sekitar lokasi bencana.

“Maka semua pihak harus berhati-hati dalam tindakan tanpa prosedur hukum sebagaimana diatur perundang-undangan. Masyarakat kami harap bisa memantau ini,” imbuhnya.

Dengan kata lain, masyarakat tidak hanya korban bencana, tetapi juga bagian dari sistem deteksi dini dan pengawasan lingkungan yang lebih luas. Setiap laporan warga bisa menjadi kunci dalam mengungkap akar masalah ekologis yang mungkin telah lama tersembunyi.

Koordinasi Jadi Kunci Pemulihan
Di sisi lain, Pemprov Aceh juga menginstruksikan agar seluruh kegiatan pembersihan—baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah, relawan, maupun kelompok masyarakat—dilakukan secara terkoordinasi dan terstruktur.

Salah satu fokus utamanya adalah pengelolaan kayu yang berhasil dikumpulkan. Semua kayu tersebut harus ditempatkan di titik-titik penampungan yang telah ditentukan bersama, sehingga dapat didata, dipantau, dan dianalisis lebih lanjut.

“Kepada semua pihak—baik institusi pemerintahan maupun kelompok masyarakat yang saat ini bekerja ekstra dalam pembersihan—agar menempatkan semua kayu-kayu tersebut pada lokasi-lokasi yang ditentukan bersama,” kata sang juru bicara.

Baca juga: Baterai Jumbo, Performa Kencang, Harga Terjangkau! Inilah 4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik Desember 2025

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya