Khutbah Jumat 12 Desember 2025: Menjaga Hati di Tengah Huru-Hara Dunia Modern
masjid-pixabay-
Khutbah Jumat 12 Desember 2025: Menjaga Hati di Tengah Huru-Hara Dunia Modern
Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang tak pernah berhenti, banyak dari kita kerap terjebak dalam pusaran rutinitas yang melelahkan: deadline pekerjaan, tuntutan sosial, informasi yang terus mengalir tanpa henti, hingga perbandingan-perbandingan di media sosial yang tak kunjung usai. Akibatnya, hati—yang seharusnya menjadi pusat ketenangan, kebijaksanaan, dan kedekatan dengan Sang Pencipta—justru menjadi ruang yang terabaikan. Bahkan, kerap kali terasa kering, gelisah, dan terasing dari nilai-nilai spiritual yang seharusnya menjadi pegangan hidup.
Pada Jumat, 12 Desember 2025, umat Muslim di seluruh dunia kembali dikumpulkan dalam momen sakral: salat Jumat. Di tengah kesibukan yang tak kenal jeda, khutbah kali ini mengangkat tema yang relevan dengan realitas kekinian: “Menjaga Hati di Tengah Kesibukan Dunia.” Sebuah seruan untuk kembali merawat ruang paling dalam dalam diri kita—hati—agar tetap hidup, peka, dan bersih di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Pembukaan: Syukur di Hari yang Penuh Berkah
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga kita diberi kesempatan bertemu kembali dengan hari Jumat yang mulia ini. Hari di mana doa-doa dikabulkan, amal-amal dilipatgandakan, dan umat Islam berkumpul dalam kebersamaan yang penuh rahmat.
Shalawat serta salam tak henti-hentinya kita curahkan kepada suri teladan umat, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga kita termasuk dari umatnya yang senantiasa mengikuti jejak akhlak mulianya.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan yang berharga ini, khatib mengajak kita semua untuk merenung sejenak. Di balik semua kesibukan, pencapaian, dan ambisi duniawi yang kita kejar, adakah ruang dalam hati kita yang masih bersih, tenang, dan dekat dengan Allah?
Isi Khutbah: Hati—Pusat Segala Amal dan Kehidupan
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
"Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, itulah hati."
Hadis ini bukan sekadar nasihat moral, melainkan fondasi utama dalam memahami hakikat kehidupan seorang Muslim. Hati bukan hanya simbol emosi, tetapi pusat kendali akhlak, niat, dan amal. Ketika hati bersih, tindakan kita cenderung lurus. Namun, bila hati tercemar oleh nafsu, keserakahan, atau kebencian, maka seluruh kehidupan—baik pribadi, keluarga, maupun sosial—akan ikut terganggu.
Lalu, bagaimana menjaga hati di tengah dunia yang terus berputar cepat?
1. Menjadikan Zikir sebagai Oase di Tengah Kegelisahan
Allah SWT berfirman dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang."
Zikir bukan hanya ucapan lisan, tetapi latihan kehadiran jiwa. Di tengah rapat virtual, kemacetan jalan, atau bahkan saat menunggu pesanan makanan, mengucap subhanallah, alhamdulillah, atau astaghfirullah mampu menjadi jangkar spiritual yang menenangkan. Zikir adalah napas jiwa yang terlupakan di zaman digital.
2. Menghidupkan Ibadah dengan Kekhusyukan, Bukan Sekadar Rutinitas
Ibadah yang sering kita lakukan—salat, puasa, baca Al-Qur’an—bisa kehilangan makna jika dilakukan tanpa kehadiran hati. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas. Salat lima waktu bukan sekadar gerakan fisik, tapi momen bertemu Allah. Membaca Al-Qur’an walau satu ayat dengan tadabbur jauh lebih berharga daripada lusinan ayat tanpa perenungan.
Jamaah, mari kita evaluasi: apakah ibadah kita masih menyentuh hati, atau hanya menjadi ritual yang terburu-buru?
3. Membersihkan Hati dari Karat Sosial: Dengki, Benci, dan Sombong
Hubungan sosial yang rusak—apakah karena perselisihan, gosip, atau iri hati—adalah racun bagi hati. Nabi SAW menyebut dengki sebagai “pemakan amal kebaikan” sebagaimana api memakan kayu kering. Memaafkan bukan tanda lemah, tapi bukti kekuatan spiritual. Menahan amarah, berbuat baik kepada yang menyakiti, dan menjauhi ghibah adalah bentuk jihad batin yang sering diabaikan.
4. Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat: Bekerja dengan Niat Ibadah
Islam tidak melarang umatnya bekerja keras, berdagang, atau mengejar karier. Bahkan, Nabi SAW adalah seorang pengusaha yang sukses. Namun, kuncinya terletak pada niat dan prioritas. Dunia bukan tujuan, melainkan ladang untuk menabur amal. Jika kita bekerja hanya demi uang atau pengakuan, hati akan mudah kering. Namun, jika bekerja kita niatkan untuk menafkahi keluarga, membantu sesama, dan mencari ridha Allah, maka setiap langkah menjadi ibadah.