Rupiah Menguat Tipis di Tengah Pelemahan Dolar AS: Momentum Sementara atau Awal Pemulihan?

Rupiah Menguat Tipis di Tengah Pelemahan Dolar AS: Momentum Sementara atau Awal Pemulihan?

uang-pixabay-

Rupiah Menguat Tipis di Tengah Pelemahan Dolar AS: Momentum Sementara atau Awal Pemulihan?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan sinyal positif di awal perdagangan Jumat, 12 Desember 2025. Mata uang Garuda dibuka menguat tipis, mencerminkan dinamika pasar global yang sedang mengalami pergeseran signifikan. Namun, di balik penguatan kecil tersebut, terdapat lapisan kompleksitas ekonomi, geopolitik, dan domestik yang terus mengawal pergerakan rupiah.



Penguatan Awal yang Cepat Memudar
Pada pembukaan perdagangan pasar spot pagi ini, rupiah menguat sebesar 0,16% menjadi Rp16.648 per dolar AS. Namun, euforia tersebut tak berlangsung lama. Dalam hitungan menit, penguatan menyusut hingga hanya 0,04%, menempatkan rupiah di level Rp16.668 per dolar AS. Meski demikian, rupiah tetap bertengger di zona hijau—bersama sejumlah mata uang Asia lainnya yang ikut memanfaatkan melemahnya mata uang Paman Sam.

Dalam daftar mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS pada hari ini, baht Thailand memimpin dengan kenaikan 0,31%. Diikuti oleh dolar Taiwan (+0,13%), ringgit Malaysia (+0,12%), dolar Singapura (+0,05%), dan rupiah Indonesia yang berada di posisi kelima. Data tersebut dikutip dari platform finansial global Bloomberg, yang menunjukkan tren regional yang cukup solid dalam menghadapi dinamika pasar global.

Pelemahan Dolar AS Buka Pintu bagi Aset Berisiko
Penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya tidak terjadi dalam ruang hampa. Faktor utama pendorongnya adalah pelemahan signifikan Dollar Index (DXY)—indikator kekuatan dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia. Pada perdagangan Kamis (11/12/2025), DXY turun lebih dari 0,4%, menciptakan ruang napas bagi aset-aset negara berkembang, termasuk Indonesia.


Katalis penting lainnya adalah keputusan The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Langkah ini ditangkap pasar sebagai sinyal awal dari siklus pelonggaran moneter jangka panjang di AS. Akibatnya, investor mulai beralih kembali ke aset berisiko di pasar negara berkembang (emerging markets), termasuk obligasi dan saham Indonesia.

Bagi rupiah, ini merupakan kabar gembira—setidaknya dalam jangka pendek. Arus modal asing yang kembali mengalir ke pasar domestik bisa menjadi penopang nilai tukar. Namun, apakah tren ini akan berkelanjutan masih menjadi tanda tanya besar.

Sinyal Hati-hati dari Pasar Offshore
Meski rupiah tampak perkasa di pasar spot, situasinya berbeda di pasar Non-Deliverable Forward (NDF)—sebuah indikator penting yang kerap digunakan investor asing untuk memprediksi arah nilai tukar di masa depan. Di pasar offshore, kontrak rupiah justru sempat melemah meski dolar global sedang dalam tren penurunan.

Ketidakselarasan ini mengungkap kehati-hatian investor global terhadap risiko domestik Indonesia. Di antaranya adalah tekanan fiskal akibat defisit anggaran, ketidakpastian dalam implementasi reformasi struktural, serta dinamika politik menjelang tahun politik. Semua faktor ini membuat investor asing enggan terlalu agresif dalam memposisikan diri terhadap rupiah.

Geopolitik Ganda: Peluang dan Ancaman
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia juga sedang aktif memainkan peran geopolitik yang lebih luas. Langkah pemerintah memperkuat hubungan dengan Rusia dan negara-negara Timur Tengah, misalnya, bisa menjadi jurus jitu untuk mendiversifikasi sumber energi dan membuka jalur perdagangan baru. Kerja sama ini tak hanya berpotensi mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional, tetapi juga memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah internasional.

Namun, strategi ini bukan tanpa risiko. Kedekatan dengan kekuatan geopolitik non-Barat dapat menimbulkan eksposur terhadap ketegangan global yang masih fluktuatif—terutama di tengah rivalitas AS-Tiongkok dan konflik regional di Timur Tengah. Bagi investor asing, faktor-faktor ini menjadi pertimbangan tambahan dalam menilai stabilitas jangka panjang rupiah.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya