Meutya Hafid Menkomdigi Jelaskan Indonesia Siap Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial Mulai Maret 2026
Meutya-Instagram-
Meutya Hafid Menkomdigi Jelaskan Indonesia Siap Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial Mulai Maret 2026
Dalam langkah bersejarah untuk melindungi generasi muda dari paparan konten digital yang berpotensi merugikan, Pemerintah Indonesia menegaskan rencana melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun, mulai Maret 2026. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, dalam konferensi pers bertajuk “Deklarasi Arah Indonesia Digital: Terhubung, Tumbuh, Terjaga”, yang digelar di Samisara Grand Ballroom, Sopo Del Tower, Kuningan, Jakarta Selatan.
Langkah ini tak berdiri sendiri. Ia mengikuti jejak Australia yang pada hari yang sama, Rabu (10/12/2025), secara resmi memberlakukan larangan akses media sosial bagi remaja berusia 16 tahun ke bawah. Menurut Meutya, tren global kini tengah bergerak menuju regulasi ketat terhadap penggunaan platform digital oleh anak-anak, demi menjamin kesehatan mental, privasi data, dan tumbuh kembang yang aman di era digital.
“Diskusi tentang perlindungan anak di ruang digital bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Hari ini, Australia sudah mengambil langkah pertama. Dan Indonesia tidak ingin tertinggal,” ujar Meutya dalam sambutannya.
Dasar Hukum yang Sudah Siap, Tinggal Menunggu Implementasi
Indonesia, menurut Meutya, sebenarnya telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendukung kebijakan ini. Pada 28 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang lebih dikenal dengan sebutan PP Tunas. Regulasi ini menjadi fondasi utama dalam membatasi akses anak terhadap konten digital yang tidak sesuai usia.
“PP Tunas ini adalah hasil panjang dari konsultasi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan—mulai dari psikolog, pendidik, orang tua, hingga perwakilan platform digital. Aturan ini sudah final. Kini, kami sedang dalam masa transisi untuk berkoordinasi dengan para platform besar yang beroperasi di Indonesia,” jelas Meutya.
Dalam praktiknya, larangan ini tidak akan berlaku seragam untuk semua platform. Pemerintah akan menerapkan pendekatan berbasis risiko, di mana batas usia minimal akses bisa berbeda tergantung pada jenis konten dan potensi bahaya yang ditimbulkan oleh masing-masing platform.
“Misalnya, untuk platform dengan risiko tinggi—seperti yang banyak menampilkan konten eksplisit, provokatif, atau berpotensi memicu perundungan siber—kami akan menetapkan batas usia minimal 16 tahun. Sementara untuk platform yang lebih edukatif atau hiburan ringan, batas usianya bisa diturunkan hingga 13 tahun,” terangnya.
Koordinasi dengan Platform Digital Jadi Kunci Utama
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan PP Tunas adalah komitmen dan kerja sama dari raksasa teknologi global seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Facebook. Meutya menegaskan bahwa pemerintah tengah aktif berdialog dengan perusahaan-perusahaan ini untuk memastikan sistem verifikasi usia yang akurat, aman, dan tidak melanggar privasi pengguna.
“Verifikasi usia bukan berarti meminta data pribadi secara sembarangan. Kami mendorong penggunaan metode age estimation atau consent management yang sesuai dengan prinsip privasi data. Tujuannya agar anak-anak benar-benar terlindungi tanpa mengorbankan hak digital mereka,” ujarnya.
Langkah ini juga sejalan dengan prinsip “Digital by Design” yang dicanangkan pemerintah—di mana aspek perlindungan, inklusivitas, dan keberlanjutan menjadi inti dari setiap kebijakan transformasi digital nasional.