Rupiah Melemah Paling Tajam di Asia: Ini Penyebab Utama di Balik Tren Negatif Pagi Ini Rabu, 10 Desember 2025
uang-pixabay-
Intervensi BI Belum Cukup Menahan Laju Depresiasi
Bank Indonesia (BI) sejauh ini terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar. Namun, di tengah arus modal asing yang cenderung keluar (capital outflow) dan permintaan dolar AS yang tinggi dari pelaku usaha dan impor, upaya tersebut tampaknya belum mampu sepenuhnya menahan laju pelemahan rupiah.
Sejumlah pelaku pasar juga menyoroti bahwa cadangan devisa Indonesia, meski masih dalam level aman, mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan akibat intervensi berulang. Hal ini bisa menjadi sinyal peringatan jika tekanan terhadap rupiah berlanjut dalam jangka panjang.
Apa yang Perlu Diwaspadai ke Depan?
Jika tekanan terhadap rupiah berlanjut, dampaknya tidak hanya terasa di pasar keuangan, tetapi juga pada perekonomian riil. Harga impor, termasuk bahan baku industri dan bahan bakar, akan menjadi lebih mahal. Ini berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi dan menekan daya beli masyarakat.
Selain itu, utang luar negeri pemerintah dan korporasi yang sebagian besar dalam denominasi dolar AS juga akan semakin memberatkan jika rupiah terus terdepresiasi. Oleh karena itu, langkah-langkah kebijakan yang kredibel dan koheren dari pemerintah dan otoritas moneter menjadi sangat krusial untuk memulihkan kepercayaan pasar.
Optimisme Masih Ada, Tapi Butuh Waktu
Meski situasi saat ini tidak menguntungkan, beberapa pihak masih percaya bahwa rupiah memiliki fundamental yang cukup kuat untuk kembali menguat dalam jangka menengah. Indonesia masih menikmati surplus neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir, dan aliran investasi langsung asing (FDI) masih positif.
Namun, untuk membalikkan tren negatif ini, dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi, serta komunikasi kebijakan yang transparan dan akurat kepada publik dan pelaku pasar.