Tuntutan Ribuan Kepala Desa di Jakarta: Demo Besar-Besaran di Monas dan Istana Negara Desak Pencabutan Aturan yang Ancam Dana Desa

Tuntutan Ribuan Kepala Desa di Jakarta: Demo Besar-Besaran di Monas dan Istana Negara Desak Pencabutan Aturan yang Ancam Dana Desa

Kades-Instagram-

Tuntutan Ribuan Kepala Desa di Jakarta: Demo Besar-Besaran di Monas dan Istana Negara Desak Pencabutan Aturan yang Ancam Dana Desa

Ribuan kepala desa (kades) dan perangkat desa dari seluruh penjuru Nusantara berkumpul di jantung Ibukota pada Senin, 8 Desember 2025, dalam aksi demonstrasi damai yang digelar di dua lokasi strategis: Monumen Nasional (Monas) dan di depan Istana Negara. Mereka datang bukan untuk mengeluh, melainkan untuk menyuarakan kegelisahan kolektif terhadap kebijakan pemerintah pusat yang dinilai menghambat roda pemerintahan desa dan memutus alur pembangunan dari bawah.



Aksi bertajuk “Menggugah Hati Bapak Presiden Prabowo Subianto” ini bukan sekadar unjuk rasa biasa—melainkan ekspresi keprihatinan dari para pahlawan pembangunan di garda terdepan, yang selama ini menjadi ujung tombak pelayanan publik di pelosok tanah air. Diperkirakan, sebanyak 50.000 orang dari 37 provinsi turut serta dalam demonstrasi tersebut, termasuk kades, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perangkat desa, RT/RW, kader PKK, hingga petugas Posyandu.

Massa Mengalir dari Seluruh Nusantara, 880 Bus dan 600 Kendaraan Kecil Tiba di Jakarta
Untuk menjangkau Jakarta, para peserta aksi menempuh perjalanan panjang—ada yang berangkat dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Total 880 unit bus dan 600 kendaraan pribadi atau kecil dikerahkan untuk mengantarkan para perangkat desa ke pusat kekuasaan. Mereka tiba dengan harapan besar: agar suara desa didengar, dan kebijakan yang merugikan segera direvisi.

Aksi dimulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung sepanjang hari di dua titik utama: Istana Negara di Jalan Veteran No. 17 dan kawasan Monas, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat. Sebagai bentuk solidaritas dan identitas, para kades mengenakan pakaian dinas harian (PDH) berwarna khaki, sementara peserta lain menyesuaikan penampilan dengan tema resmi aksi.


Akibat PMK 81/2025, Dana Desa Tahap II Tertahan, Pembangunan Desa Terancam Mandek
Inti kemarahan para kades berakar pada terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang secara mendadak mengubah mekanisme pencairan Dana Desa Tahap II. Aturan ini mewajibkan seluruh desa untuk mengajukan pencairan sebelum 17 September 2025—sebuah tenggat yang banyak desa tak mampu penuhi karena berbagai kendala administratif, teknis, maupun geografis.

Akibatnya, ratusan desa di berbagai daerah kini menghadapi krisis anggaran. Di Kabupaten Semarang, misalnya, 38 desa gagal mencairkan Dana Desa Tahap II yang seharusnya mencapai Rp300–400 juta per desa. Sementara di Kabupaten Purworejo, situasinya jauh lebih parah: dari total 469 desa, 274 di antaranya tidak bisa mencairkan dana tersebut. Total Rp61,7 miliar dana desa kini terperangkap dalam birokrasi, tak bisa digunakan untuk program esensial seperti perbaikan infrastruktur jalan desa, bantuan sosial, pelatihan kewirausahaan, hingga operasional Posyandu.

“Kami bukan menolak transparansi atau akuntabilitas. Tapi perubahan aturan secara mendadak tanpa sosialisasi yang memadai justru membuat desa—yang notabene masih berjuang bangkit pasca-pandemi—semakin terpuruk,” ujar seorang kades dari Jawa Tengah yang enggan disebut namanya.

Tiga Tuntutan Krusial: Desa Minta Keadilan dalam Tata Kelola Keuangan
Dalam aksi yang digelar oleh Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI), para demonstran menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Presiden Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia:

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya