Profil Tampang Ulil Abshar yang Bersiteru dengan Iqbal Damanik soal Tambang yang Kembali Viral, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG
Ulil-Instagram-
Profil Tampang Ulil Abshar yang Bersiteru dengan Iqbal Damanik soal Tambang yang Kembali Viral, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG
Konflik Internal PBNU Memanas: Tambang Batu Bara Picu Perpecahan Antara Gus Yahya dan Gus Ipul, Ulil Abshar Sebut Malu untuk NU
Riak besar tengah mengguncang tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Polemik pengelolaan konsesi tambang batu bara yang diberikan pemerintah kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjadi pemicu utama retaknya hubungan antara dua tokoh sentral: Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul).
Tokoh intelektual NU sekaligus Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Ulil Abshar Abdalla, angkat bicara mengenai konflik yang kini membelah internal PBNU. Dalam wawancaranya di program Gaspol yang tayang di kanal YouTube Kompas.com pada Jumat (28/11/2025), Ulil menyebut bahwa masalah tambang ini bukan hanya persoalan administratif, melainkan telah menjurus pada krisis kepercayaan dan malu secara kolektif bagi marwah organisasi.
Awal Mula Konflik: Konsesi Tambang 26.000 Hektare dari Pemerintah
Semua bermula ketika pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PBNU atas lahan seluas 26.000 hektare. Lahan tersebut merupakan hasil penciutan dari wilayah konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan batu bara raksasa yang beroperasi di Kalimantan Timur.
Pemberian konsesi ini awalnya dianggap sebagai bentuk penghargaan dan dukungan negara terhadap NU sebagai organisasi sosial-keagamaan yang memiliki jaringan masif hingga ke akar rumput. Namun, justru di sinilah benih konflik mulai tumbuh subur.
Menurut Ulil, sejak awal ia sudah mencium potensi masalah besar. “Jadi memang masalah tambang ini, buat saya, mengganggu sekali. Saya pernah bilang ke Gus Yahya, ‘udahlah kembaliin aja (tambang) daripada bikin ribut’,” ungkapnya terus terang.
Baginya, NU—yang sejak awal berdiri lebih dikenal sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial—tidak memiliki kapasitas teknis, manajerial, maupun struktur yang memadai untuk mengelola industri pertambangan yang kompleks dan berisiko tinggi.
Perbedaan Visi: Gus Yahya vs Gus Ipul
Inti perpecahan, menurut Ulil, terletak pada perbedaan pandangan mengenai siapa pihak yang layak diajak bekerja sama dalam mengelola tambang tersebut.
Gus Yahya, yang memegang kendali sebagai Ketua Umum PBNU hingga 26 November 2025, mengambil keputusan strategis untuk menyerahkan sepenuhnya penunjukan mitra investor kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini diambil karena investor lama—yang ditunjuk pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo—dianggap secara politis “kurang oke” dan berpotensi merusak hubungan harmonis antara PBNU dan pemerintah.
“Investor yang lama ini, kalau jalan terus, bisa menimbulkan masalah hubungan kita (PBNU) dengan pemerintah,” tegas Ulil.
Namun, keputusan tersebut ditentang oleh Gus Ipul, yang saat itu masih menjabat sebagai Sekjen PBNU sekaligus Menteri Sosial. Menurut sumber internal PBNU yang enggan disebut namanya, Gus Ipul berpandangan bahwa komitmen terhadap mitra lama harus dihormati demi menjaga integritas dan konsistensi kebijakan organisasi.
Konflik pun memuncak. Keengganan Gus Ipul menerima pergantian investor membuat hubungannya dengan Gus Yahya semakin renggang—hingga akhirnya berujung pada keputusan drastis yang mengguncang NU se-Indonesia.
Puncak Krisis: Gus Yahya Diberhentikan, Gus Ipul Dicopot
Pada Rabu, 26 November 2025, pukul 00.45 WIB, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar secara resmi mengumumkan pemberhentian Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum PBNU. Dalam pernyataan pers yang dibacakan Sabtu (29/11/2025), KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa sejak saat itu, seluruh kewenangan kepemimpinan PBNU berada di bawah otoritas Rais Aam.
“KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU. Sehingga, tidak berhak menggunakan atribut dan tidak memiliki kewenangan sebagai Ketua Umum PBNU,” kata KH Miftachul Akhyar dengan nada tegas.
Namun, giliran Gus Yahya tidak tinggal diam. Sehari sebelum diberhentikan, ia sempat menggelar konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta, dan mencopot Gus Ipul dari posisi Sekjen. Gus Yahya beralasan bahwa Gus Ipul—yang juga menjabat sebagai Menteri Sosial—tidak pernah hadir fisik di kantor PBNU selama setahun terakhir, sehingga menghambat roda organisasi.
“Surat Keputusan (SK) menumpuk, tidak bisa segera ditandatangani. Kami sangat maklumi kesibukan beliau, tetapi organisasi butuh kehadiran fisik dan komitmen penuh,” ujarnya.
Kini, jabatan Sekjen PBNU diisi oleh Amin Said Husni, tokoh yang selama ini dikenal dekat dengan Gus Yahya.
Ulil Abshar: NU Harus Kembali ke Esensi Kemanfaatan, Bukan Ego Pribadi
Di tengah gejolak ini, Ulil Abshar Abdalla menyerukan agar PBNU kembali fokus pada prinsip dasar: bagaimana konsesi tambang ini bisa memberikan manfaat nyata bagi warga NU, bukan menjadi alat tarik-menarik kepentingan elit.
“Saya nggak bisa mengatakan menyesal atau tidak. Tapi ini kan fakta: konsesi sudah diterima, dan risikonya harus dihadapi bersama,” ujar Ulil.
Ia menekankan bahwa NU tidak perlu gengsi untuk mengakui ketidakmampuannya mengelola sektor pertambangan. “Wong kita ini NU kan tidak punya kapasitas juga mengelola tambang ini. Bagaimanapun, kita perlu menggandeng pihak lain,” katanya lugas.
Bagi Ulil, pertanyaan utama bukanlah siapa yang mengelola, melainkan bagaimana hasil tambang bisa menjadi sumber kesejahteraan bagi jutaan anggota NU di seluruh Indonesia—melalui program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.