Sisipkan Barcode Donasi! Film Tragedi Nia Kurnia Sari, Malah Picu Kemarahan Publik

Sisipkan Barcode Donasi! Film Tragedi Nia Kurnia Sari, Malah Picu Kemarahan Publik

Nia-Instagram-

Ungkapan senada juga muncul dari pengguna lain:
“Merelakan sekolah dan masa mudanya untuk nyari uang, setelah dibunuh/meninggal pun masih terus diperas buat nyari uang.”

Kalimat-kalimat itu mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap apa yang dianggap sebagai komersialisasi duka—sebuah praktik yang semakin marak dalam industri hiburan Indonesia, tetapi tetap menimbulkan kekhawatiran serius terkait batas-batas etika.



Antara Niat Baik dan Citra Buruk: Apa yang Sebenarnya Ingin Disampaikan?
Di balik kontroversi, pihak produksi bersikeras bahwa niat mereka tulus. Mereka menegaskan bahwa donasi yang dikumpulkan akan digunakan semata-mata untuk kegiatan sosial dan pendidikan, bukan untuk keuntungan pribadi. Namun, publik tampaknya sulit menerima pembenaran ini, terutama karena tidak adanya transparansi jelas mengenai pengelolaan dana dan keterlibatan langsung keluarga korban dalam proses produksi film.

Baca juga: Part 2 Video Perselingkuhan Diduga Inara Rusli dan Insanul Fahmi Suami Wardatina Mawa Full Durasi 2 Jam di DOOD, Awas UU ITE Mengancam!

Jurnalis budaya dan pengamat film, Rina Wijaya, mengatakan, “Ada perbedaan besar antara mengangkat isu sosial melalui sinema dan menjual penderitaan orang lain sebagai tontonan. Jika tidak dilakukan dengan hati-hati, film semacam ini justru bisa melukai korban kedua—keluarga, teman, dan komunitas yang masih berduka.”


Refleksi bagi Industri Film Indonesia
Kasus Tragedi Nia Kurnia Sari menjadi cermin penting bagi industri perfilman nasional. Di tengah tren adaptasi kisah nyata yang semakin populer—mulai dari kisah kriminal, politik, hingga kemanusiaan—batas antara edukasi, hiburan, dan eksploitasi menjadi semakin kabur.

Para pembuat film ditantang untuk lebih peka terhadap konteks sosial, psikologis, dan emosional di balik setiap kisah nyata yang mereka angkat. Sebab, tanpa kehati-hatian dan pendekatan yang humanis, sinema yang seharusnya menjadi jendela empati bisa berubah menjadi cermin ketidakpedulian.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya