Siapa Leonardo Jonathan Handika Putra? Sosok yang Diduga Terlibat dalam Perundungan Tragis Timothy Anugerah Saputra Universitas Udayana Hingga Meninggal Dunia

Timothy-Instagram-
Siapa Leonardo Jonathan Handika Putra? Sosok yang Diduga Terlibat dalam Perundungan Tragis Timothy Anugerah Saputra Universitas Udayana Hingga Meninggal Dunia
Universitas Udayana Ambil Tindakan Tegas: Enam Mahasiswa Diberhentikan dari Jabatan Strategis Usai Kasus Perundungan Tragis Timothy Anugerah Saputra
Denpasar, 18 Oktober 2025 — Kasus kematian tragis mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Timothy Anugerah Saputra, kini memasuki babak baru yang mengguncang dunia kampus dan masyarakat luas. Pasca-kabar duka yang menyebar pada Rabu (15/10/2025), muncul bukti percakapan di grup media sosial yang menunjukkan sikap tidak empati dari sejumlah rekan kampus Timothy. Akibatnya, Universitas Udayana mengambil langkah tegas dengan memberhentikan enam mahasiswa—salah satunya Leonardo Jonathan Handika Putra—dari berbagai jabatan strategis di organisasi kemahasiswaan internal kampus.
Keputusan ini diambil setelah muncul gelombang kecaman dari publik, terutama kalangan mahasiswa dan aktivis sosial, yang menilai sikap para pelaku sangat tidak manusiawi. Di tengah masa berkabung keluarga dan komunitas kampus, justru terungkap percakapan yang penuh candaan, ejekan, dan sikap meremehkan terhadap kematian Timothy. Hal ini memicu kemarahan luas di media sosial dan menuntut pertanggungjawaban institusional.
Respons Cepat dan Tegas dari Pihak Kampus
Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., dalam keterangan resminya menyatakan bahwa pihak universitas tidak akan mentolerir segala bentuk tindakan yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan etika akademik. “Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Kematian seorang mahasiswa seharusnya menjadi momentum untuk saling menguatkan, bukan menjadi bahan candaan atau bahan perundungan,” tegasnya.
Langkah pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan kemahasiswaan diambil sebagai bentuk sanksi awal. Namun, pihak universitas juga menyatakan bahwa proses investigasi internal masih berlangsung. Jika terbukti ada pelanggaran kode etik akademik atau tindakan pidana, sanksi lebih berat—termasuk pemutusan status kemahasiswaan—tidak tertutup kemungkinan akan dijatuhkan.
Siapa Leonardo Jonathan Handika Putra?
Salah satu nama yang paling mencuat dalam daftar enam mahasiswa tersebut adalah Leonardo Jonathan Handika Putra. Ia diketahui aktif di salah satu organisasi intra kampus bergengsi dan sempat menjabat sebagai koordinator divisi di sebuah lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas. Meski belum ada pernyataan resmi terkait perannya secara spesifik dalam percakapan yang viral tersebut, namanya disebut-sebut sebagai salah satu peserta aktif dalam grup yang menjadi sorotan.
Hingga kini, Leonardo belum memberikan klarifikasi publik. Upaya konfirmasi melalui berbagai saluran komunikasi juga belum membuahkan hasil. Sementara itu, pihak keluarga Timothy memilih untuk tidak berkomentar lebih lanjut, mengingat mereka masih berduka dan fokus pada proses pemakaman serta pemulihan psikologis.
Gelombang Empati dan Tuntutan Reformasi Budaya Kampus
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan lokal, tetapi juga nasional. Tagar #JusticeForTimothy dan #BudayaKampusTanpaBullying sempat menduduki trending topic di berbagai platform media sosial selama dua hari berturut-turut. Banyak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menyuarakan keprihatinan dan menuntut reformasi sistemik terhadap budaya kampus yang kerap kali membiarkan praktik perundungan terselubung.
“Ini bukan hanya soal satu atau dua orang yang tidak sensitif. Ini cerminan dari sistem yang gagal menanamkan empati dan nilai kemanusiaan dalam pendidikan tinggi,” ujar Rani Wijaya, aktivis mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, dalam unggahan Instagram-nya yang telah dibagikan lebih dari 15 ribu kali.
Perundungan Digital: Ancaman Baru di Era Kampus Modern
Kasus Timothy juga membuka mata banyak pihak terhadap bahaya perundungan digital (cyberbullying) yang kini semakin mengakar di lingkungan akademik. Berbeda dengan perundungan fisik yang mudah terdeteksi, bentuk perundungan melalui media sosial atau grup percakapan sering kali luput dari pengawasan dosen maupun pembina organisasi kemahasiswaan.