Biodata Tampang James Halim Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang Diduga Membully Timothy Anugerah Saputra Mahasiswa Universitas Udayana Hingga Tewas

James halim-Instagram-
Biodata Tampang James Halim Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang Diduga Membully Timothy Anugerah Saputra Mahasiswa Universitas Udayana Hingga Tewas
Tragedi Kemanusiaan di Kampus: James Halim dan Skandal Bullying yang Guncang Universitas Udayana
Dunia pendidikan tinggi Indonesia kembali dikejutkan oleh tragedi yang mengoyak nurani bangsa. Kali ini, Universitas Udayana (Unud), salah satu kampus bergengsi di Pulau Dewata, Bali, menjadi pusat sorotan nasional menyusul kematian tragis Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud, yang diduga kuat bunuh diri akibat tekanan perundungan (bullying) yang dialaminya selama berkuliah.
Namun, yang membuat kasus ini semakin mengiris hati bukan hanya dugaan tindakan bullying yang terjadi semasa hidup Timothy, melainkan sikap sejumlah rekannya setelah ia tiada. Alih-alih menunjukkan empati, belasungkawa, atau rasa hormat terhadap almarhum, sekelompok mahasiswa justru terlibat dalam percakapan grup WhatsApp yang penuh dengan komentar merendahkan, sarkastik, bahkan terkesan merayakan kepergian sang korban.
James Halim: Mahasiswa Kedokteran yang Jadi Sorotan
Di antara nama-nama yang muncul dalam percakapan kontroversial tersebut, satu nama mencuat paling keras: James Halim, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Sebagai calon dokter—profesi yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan kepedulian terhadap sesama—keberadaan James dalam percakapan tersebut memicu kemarahan publik yang luar biasa.
Dalam screenshot percakapan yang viral di media sosial, James disebut-sebut sebagai salah satu peserta aktif yang turut mengomentari kematian Timothy dengan nada meremehkan. Meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak universitas mengenai tingkat keterlibatannya, identitasnya telah tersebar luas di berbagai platform digital, termasuk akun anonim @udayanamenfess di X (dulunya Twitter), yang menjadi sumber utama penyebaran informasi awal.
Publik pun bertanya-tanya: bagaimana mungkin seorang calon dokter, yang kelak akan merawat nyawa manusia, bisa bersikap sedemikian dingin terhadap penderitaan sesama?
Percakapan WhatsApp yang Mengguncang Nurani
Bukti percakapan yang beredar menunjukkan betapa mengerikannya suasana grup tersebut. Salah satu pesan yang paling viral berbunyi:
“Akhirnya dia pergi juga.”
Pesan itu disusul dengan deretan emoji tawa dan komentar-komentar lain yang terkesan merayakan kematian Timothy. Tidak ada rasa penyesalan, tidak ada belasungkawa—hanya kekejaman verbal yang disampaikan seolah-olah kematian seseorang hanyalah lelucon semata.
Bagi keluarga dan kerabat Timothy, percakapan ini bukan sekadar ucapan tak pantas—melainkan luka baru yang mengoyak hati mereka di tengah duka yang belum usai. Bagi masyarakat luas, ini adalah cermin buruknya budaya empati di lingkungan akademik yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya intelektualitas dan moralitas.
Gelombang Kemarahan Publik dan Desakan Sanksi Tegas
Respons masyarakat terhadap kasus ini begitu masif. Dalam hitungan jam, tagar seperti #JusticeForTimothy, #HentikanBullyingDiKampus, dan #SanksiTegasUntukPelaku menjadi trending di berbagai platform media sosial. Ribuan warganet, aktivis hak asasi manusia, psikolog, hingga tokoh pendidikan turut bersuara menuntut keadilan.
Banyak pihak menilai bahwa ucapan-ucapan dalam grup WhatsApp tersebut bukan hanya tidak etis, tetapi juga merupakan bentuk kekerasan verbal lanjutan terhadap korban yang telah tiada. Dalam konteks pendidikan tinggi, hal ini dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap kode etik akademik dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Kampus bukan medan perang. Ini tempat untuk belajar, tumbuh, dan membangun karakter—bukan tempat untuk saling menghancurkan,” tulis seorang psikolog ternama dalam unggahan Instagram-nya yang telah dibagikan lebih dari 50 ribu kali.