Potret Haru Pelukan Terakhir Melani Wamea: Guru yang Gugur di Tangan KKB, Ditinggalkan dengan Senyum dan Cinta dari Murid-Muridnya

Melani-Instagram-
Potret Haru Pelukan Terakhir Melani Wamea: Guru yang Gugur di Tangan KKB, Ditinggalkan dengan Senyum dan Cinta dari Murid-Muridnya
Dunia pendidikan di tanah Papua kembali berduka. Melani Wamea, seorang guru muda penuh dedikasi di Sekolah Dasar wilayah Holuwon, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, harus menghembuskan napas terakhir setelah menjadi korban kekejaman Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Namun, sebelum ajal menjemputnya, tersimpan momen haru yang kini viral di media sosial: pelukan terakhirnya kepada para murid yang sangat mencintainya.
Video singkat berdurasi kurang dari satu menit itu kini menjadi saksi bisu betapa besar cinta Melani terhadap dunia pendidikan dan anak-anak didiknya. Dalam rekaman tersebut, Melani tampak mengenakan kaos sederhana dengan bando cantik di kepala—penampilan yang mencerminkan keramahan dan kehangatan seorang pendidik. Di hadapannya, sejumlah murid kecil berbaris rapi, antusias menunggu giliran untuk berjabat tangan dan dipeluk oleh sang guru.
Satu per satu, anak-anak itu menepukkan telapak tangan ke tangan Melani, lalu langsung disambut dengan pelukan hangat yang penuh kasih. Wajah-wajah polos mereka berseri-seri, tertawa kecil, dan bahkan ada yang enggan melepaskan pelukan. Tak ada yang menyangka bahwa momen penuh cinta itu menjadi pertemuan terakhir antara Melani dan murid-murid yang sangat ia sayangi.
Tragedi yang Mengoyak Hati
Kabar duka ini telah dikonfirmasi oleh Kapolres Yahukimo, AKBP Zeth Zalino. Menurut keterangan resmi kepolisian, Melani Wamea menjadi korban penganiayaan brutal oleh anggota KKB. Kronologis kejadian bermula ketika salah satu murid Melani melihat dua orang tak dikenal membawa senjata tajam berupa parang mendekati lokasi sekolah.
Saksi mata—yang merupakan rekan sesama guru—segera bergegas menuju lokasi setelah menerima laporan dari murid tersebut. Betapa terkejutnya ia saat menemukan Melani tergeletak di tanah, merintih kesakitan dan tubuhnya sudah bersimbah darah. Meski berusaha sekuat tenaga, kondisi Melani terus memburuk.
Upaya evakuasi darurat pun segera dilakukan. Tiga guru lain bersama seorang pekerja bangunan bergotong royong membawa Melani ke bandara terdekat menggunakan dua pesawat milik Mission Aviation Fellowship (MAF), organisasi penerbangan kemanusiaan yang kerap membantu akses transportasi di daerah terpencil Papua.
Namun, takdir berkata lain. Di tengah perjalanan menuju Wamena—kota terdekat dengan fasilitas medis memadai—nyawa Melani tak tertolong lagi. Ia menghembuskan napas terakhir dalam pelukan rekan-rekannya, jauh dari keluarga, namun dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya.
Jenazah almarhumah kemudian diterbangkan ke Sentani untuk diserahkan kepada keluarga dan dimakamkan secara layak. Kepergian Melani bukan hanya kehilangan bagi keluarganya, tetapi juga bagi ratusan anak di Holuwon yang kehilangan sosok ibu kedua di sekolah.
Melani Wamea: Lebih dari Sekadar Guru
Bagi warga Holuwon, Melani bukan sekadar tenaga pengajar. Ia adalah penerang di tengah keterbatasan akses pendidikan di wilayah pegunungan Papua. Di tengah tantangan geografis, infrastruktur minim, dan ancaman keamanan, Melani tetap setia mengajar, membimbing, dan memberi kasih sayang tanpa pamrih.
Rekan-rekannya menggambarkan Melani sebagai sosok yang sabar, penuh semangat, dan selalu tersenyum meski menghadapi berbagai kesulitan. Ia kerap mengajak murid-muridnya bernyanyi, bermain, dan belajar dengan metode yang menyenangkan—cara yang jarang ditemukan di daerah terpencil seperti Yahukimo.
“Dia selalu bilang, ‘Anak-anak ini adalah masa depan Papua. Kita harus jaga mereka dengan cinta,’” kenang seorang kolega yang enggan disebut namanya.