Skandal Mobil Anak Wali Kota Prabumulih: KPK Turun Tangan, LHKPN Jadi Sorotan, Kepsek Dicopot Gegara Tegur Siswa Bawa Mobil Mewah

Arlan-Instagram-
Skandal Mobil Anak Wali Kota Prabumulih: KPK Turun Tangan, LHKPN Jadi Sorotan, Kepsek Dicopot Gegara Tegur Siswa Bawa Mobil Mewah
Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, kini menjadi pusat perhatian nasional bukan karena prestasi pembangunan atau inovasi pemerintahan, melainkan karena skandal yang melibatkan Wali Kota Arlan, anaknya, dan seorang kepala sekolah yang berani menegur. Kasus ini bukan sekadar konflik internal di lingkungan pendidikan, tapi telah merembet ke ranah hukum dan integritas pejabat publik — bahkan menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apa yang awalnya terlihat sebagai insiden kecil di halaman sekolah, kini berubah menjadi isu nasional yang menguji transparansi dan akuntabilitas pejabat daerah. Di tengah gencarnya pemberitaan, KPK memastikan akan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap mobil yang diduga digunakan oleh putra Wali Kota Prabumulih — kendaraan yang hingga kini belum tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dari Teguran di Sekolah, Berujung Pencopotan Kepala Sekolah
Semua bermula ketika Roni Ardiansyah, Kepala Sekolah SMPN 1 Prabumulih, menegur seorang siswa yang datang ke sekolah dengan mengendarai mobil pribadi. Siswa tersebut bukan sembarang siswa — ia adalah putra dari Wali Kota Prabumulih, Arlan. Tindakan Roni yang dianggap sebagai bentuk penegakan disiplin justru berbalik menjadi bumerang. Tak lama setelah kejadian, Roni dicopot dari jabatannya secara mendadak.
Keputusan kontroversial itu langsung memicu gelombang protes dari kalangan guru, orang tua siswa, hingga aktivis pendidikan. Banyak yang menilai pencopotan tersebut sebagai bentuk balas dendam dan penyalahgunaan wewenang. Media sosial pun ramai dengan tagar #SaveKepsekRoni, sementara video insiden mobil yang viral memperkuat narasi bahwa ada “anak pejabat” yang mendapat perlakuan istimewa.
KPK Angkat Bicara: Mobil Itu Milik Siapa? Harus Dicek LHKPN-nya!
Menanggapi desakan publik dan laporan masyarakat, KPK akhirnya turun tangan. Lembaga antirasuah itu menyatakan akan melakukan verifikasi dan investigasi terhadap kepemilikan mobil yang digunakan anak Wali Kota tersebut.
“Nanti kami akan cek, apakah kendaraan yang digunakan — yang kemudian viral di media — apakah milik yang bersangkutan (Wali Kota), milik anaknya, atau milik keluarganya yang masih menjadi tanggungan,” ujar Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025), seperti dikutip dari Detik.com.
Budi menegaskan, dalam aturan LHKPN, tidak hanya harta milik pribadi pejabat yang wajib dilaporkan, tetapi juga aset yang dimiliki oleh anggota keluarga dalam tanggungannya. “Karena itu juga menjadi harta atau aset yang wajib dilaporkan. Termasuk aset-aset yang dimiliki oleh pihak keluarganya, selama masih dalam tanggung jawab pejabat tersebut,” tegasnya.
Artinya, jika mobil itu memang milik keluarga Arlan — entah atas nama anak atau istri — dan tidak dilaporkan dalam LHKPN, maka bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etik, bahkan potensi pelanggaran hukum.
LHKPN Bukan Formalitas: Ini Ujian Integritas Pejabat Publik
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bukan sekadar dokumen administratif. Ia adalah instrumen penting dalam sistem pencegahan korupsi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Setiap pejabat negara wajib melaporkan seluruh harta bendanya, termasuk harta pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungannya.
Jika ada aset yang disembunyikan atau sengaja tidak dilaporkan, maka hal itu bisa menjadi indikasi adanya upaya penghindaran pajak, pencucian uang, atau bahkan gratifikasi terselubung. Dalam konteks ini, mobil yang digunakan anak Wali Kota bukan sekadar kendaraan — ia adalah simbol. Simbol gaya hidup, simbol kekuasaan, dan jika tidak dilaporkan, simbol ketidakjujuran.
Wali Kota Minta Maaf, Tapi Publik Masih Ragu
Menyusul viralnya kasus ini, Wali Kota Arlan akhirnya angkat bicara. Ia mengaku menyesal dan meminta maaf atas keputusan pencopotan Roni Ardiansyah. Arlan juga mengklarifikasi bahwa pencopotan tersebut bukan murni karena teguran terhadap anaknya, melainkan karena “pertimbangan dinas lainnya”.
Namun, klarifikasi itu dinilai publik sebagai upaya pembenaran. Banyak pihak menilai bahwa alasan “pertimbangan dinas” hanyalah dalih untuk menutupi motif balas dendam. Apalagi, tidak ada prosedur resmi atau evaluasi kinerja yang dilakukan sebelum pencopotan — tindakan itu dianggap sepihak dan impulsif.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun tak tinggal diam. Arlan telah diperiksa dan diberi sanksi teguran tertulis atas tindakannya yang dianggap melanggar etika kepemimpinan dan prinsip good governance.
Masyarakat Menuntut Transparansi, Bukan Hanya Permintaan Maaf
Permintaan maaf tanpa tindakan nyata tidak cukup. Masyarakat kini menuntut transparansi penuh: Siapa pemilik mobil itu? Berapa nilainya? Apakah sudah dilaporkan dalam LHKPN? Jika belum, mengapa? Dan apa konsekuensi hukumnya?
Kasus ini juga menjadi momentum untuk mengingatkan seluruh pejabat daerah: jabatan bukan alat untuk melindungi keluarga dari teguran atau hukum. Jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan integritas, keadilan, dan keteladanan — terutama di lingkungan pendidikan, tempat nilai-nilai moral seharusnya ditanamkan.