No Sensor! Video Korwil SPPG Blora 2 Menit 30 Detik di Videy yang Diduga Lecehkan Anggota DPRD ketika Audiensi Bahas MBG

Ilustrasi video --
Akun @m3haeses4t menulis:
“DPRD aja gak dianggap, gimana wali murid yang anaknya keracunan? Mana berani komplain sama orang-orang model begini? Ini bahaya banget buat pelayanan publik!”
Akun @rkucir21090 menambahkan:
“Gimana nih, dewan yang terhormat — dipilih rakyat — kok dilecehkan sama pejabat kayak gini? Miris banget sih...”
Sedangkan akun @arre13arie malah mempertanyakan struktur pertanggungjawaban:
“Bekingannya siapa ini? Kok berani banget? Apa nggak ada sanksi buat pejabat yang kayak gini?”
MBG: Program Krusial yang Jadi Korban Ketidakseriusan
Ironisnya, rapat yang dianggap remeh oleh sang koordinator ini membahas program Makan Bergizi Gratis (MBG) — program vital yang menyasar puluhan ribu anak sekolah di Blora, terutama dari keluarga kurang mampu. Program ini bukan hanya soal makan siang, tapi menyangkut gizi, kesehatan, dan masa depan generasi muda Blora.
Ketika seorang pejabat — yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak anak — malah sibuk dengan urusan pribadi di laptop, publik pun bertanya: apakah nasib anak-anak itu benar-benar jadi prioritas?
Pertanyaan Besar: Apakah Ini Disengaja?
Banyak pihak mulai mempertanyakan motif di balik sikap sang koordinator. Apakah ini murni ketidaktahuan etika? Atau justru bentuk protes terselubung? Atau bahkan, bentuk pelecehan terstruktur terhadap lembaga DPRD?
Hingga berita ini diturunkan, pihak SPPG Blora belum memberikan pernyataan resmi. Sementara itu, DPRD Blora menyatakan akan mengevaluasi seluruh proses koordinasi dengan mitra kerja, termasuk kemungkinan memberikan teguran keras atau sanksi administratif.
Refleksi: Etika Birokrasi vs Mentalitas “Warung Kopi”
Insiden ini bukan sekadar soal satu orang yang sibuk mengetik di laptop. Ini adalah cerminan lebih besar: bagaimana mentalitas “kerja santai” masih merasuk di tubuh birokrasi daerah. Ketika rapat yang membahas nasib anak-anak malah dianggap remeh, maka kita patut khawatir: di mana letak prioritas pelayanan publik?
Supriedi, dengan tegasnya, telah memberi pelajaran berharga: bahwa lembaga negara bukan warung kopi. Bahwa setiap rapat, setiap keputusan, setiap menit yang dihabiskan di ruang sidang — adalah amanah dari rakyat.
Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?
Transparansi dan Akuntabilitas — SPPG Blora wajib memberikan klarifikasi resmi dan permintaan maaf publik.
Evaluasi Internal — DPRD perlu mengevaluasi standar etika mitra kerja dalam rapat resmi.
Sanksi Tegas — Jika terbukti melanggar kode etik, sanksi administratif harus diberlakukan tanpa pandang bulu.
Sosialisasi Etika Kerja — Pelatihan wajib bagi seluruh pejabat daerah tentang etika dalam forum resmi dan pentingnya penghormatan terhadap lembaga negara.
Penutup: Jangan Biarkan Kelalaian Jadi Kebiasaan
Apa yang terjadi di Gedung DPRD Blora adalah alarm keras bagi seluruh birokrasi daerah di Indonesia. Jangan biarkan kelalaian kecil menjadi budaya besar. Jangan biarkan rapat yang membahas nasib rakyat dianggap remeh. Dan jangan biarkan pejabat publik — yang digaji dari uang rakyat — bertingkah seolah mereka berada di warung kopi, bukan di ruang rapat lembaga terhormat.
Karena pada akhirnya, bukan hanya Supriedi yang merasa dilecehkan — tapi seluruh rakyat Blora, yang berharap anak-anak mereka mendapat makanan bergizi, pendidikan layak, dan masa depan yang lebih baik.
#Blora #DPRD #SPPG #EtikaBirokrasi #MakanBergiziGratis #SkandalPejabat #ViralTwitter #PendidikanIndonesia #TransparansiPublik #PejabatHarusProfesional