Benarkah Dede Sunandar Pernah BO Wanita Penghibur?

Dede-Instagram-
Benarkah Dede Sunandar Pernah BO Wanita Penghibur?
Lama tak terdengar kabarnya di panggung hiburan, tiba-tiba nama Dede Sunandar kembali mencuat ke permukaan—bukan karena lawakan barunya, tapi karena pengakuan mengejutkan yang membuat jagat media sosial gempar. Kabar yang beredar menyebut bahwa pelawak legendaris ini pernah melakukan “BO” (open booking) terhadap wanita penghibur lewat aplikasi “hijau”. Namun, setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata kisahnya jauh lebih kompleks, lebih manusiawi, dan justru mengandung pesan moral yang sangat kuat.
Apa Itu “BO Wanita Penghibur”? Kenapa Jadi Kontroversi?
Sebelum kita masuk ke inti cerita, mari kita pahami dulu apa itu “BO” dalam konteks ini. Istilah “BO” atau open booking merujuk pada praktik membayar sejumlah uang untuk mendapatkan waktu bersama wanita penghibur—biasanya di tempat-tempat hiburan malam seperti klub, karaoke, atau rumah bordil. Praktik ini, meski marak di kalangan tertentu, tetap menjadi topik sensitif di Indonesia, terutama ketika melibatkan tokoh publik.
Ketika kabar bahwa Dede Sunandar pernah melakukan hal ini muncul, netizen langsung bereaksi keras. Banyak yang kaget, karena Dede adalah sosok yang dikenal santai, humoris, dan punya citra “kakek lucu” yang akrab di hati keluarga Indonesia. Lebih dari itu, jarang sekali artis Indonesia berani secara terbuka mengaku pernah terlibat dalam praktik semacam ini—apalagi dengan latar belakang agama dan budaya yang sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dan moralitas.
Fakta Pertama: Bukan Aplikasi “Hijau”, Tapi Twitter!
Banyak yang langsung mengaitkan praktik BO dengan aplikasi-aplikasi gelap bernama “hijau”—istilah slang yang kerap digunakan untuk merujuk pada platform digital yang mempertemukan pembeli dan penjual jasa seksual. Namun, dalam sebuah wawancara eksklusif di kanal YouTube SL Media, Dede Sunandar justru membantah klaim tersebut.
“Saya nggak pernah pakai aplikasi hijau,” ujar Dede dengan nada serius, namun tetap penuh canda khasnya. “Dulu saya pakai Twitter. Ya, Twitter—yang sekarang udah jadi X itu.”
Ia menjelaskan, pada masa-masa awal karirnya—sebelum menjadi bintang televisi dan sebelum menikah—ia sempat terjerumus ke dalam lingkaran pergaulan yang tidak sehat. Saat itu, ia masih bekerja sebagai pelawak jalanan, gaji belum stabil, dan tekanan sosial serta hawa nafsu membuatnya tergoda untuk mencoba sesuatu yang “beda”.
“Saya cuma pengen tahu, gimana rasanya. Coba-coba doang, bukan karena saya suka atau mau jadi gaya hidup,” kenangnya sambil tersenyum getir.
Pengakuan Jujur yang Langka: Bukan Untuk Ditiru, Tapi Dipelajari
Yang paling menarik dari pengakuan Dede bukan hanya fakta bahwa ia pernah melakukan BO, tapi alasan ia membukanya kepada publik.
“Saya nggak mau anak-anak muda sekarang mikir, ‘Wah, Dede Sunandar aja pernah, berarti boleh dong.’ Saya justru mau kasih warning,” ujarnya.
Dede menegaskan, pengakuannya ini bukan bentuk pamer atau upaya mencari perhatian. Ia ingin jadi contoh nyata: ini bahaya, ini risikonya besar, dan ini bisa hancurkan hidupmu.
Ia menceritakan pengalaman pahitnya saat sudah membayar Rp5 juta untuk janji temu dengan seorang wanita. Setelah menunggu selama dua jam di sebuah motel, si wanita tak kunjung datang. Uangnya hilang. Tidak ada kompensasi. Tidak ada penjelasan. Hanya rasa malu dan kecewa yang tersisa.
“Itu bukan cuma soal uang. Itu soal harga diri. Saya merasa diremehkan. Dan itu bikin saya sadar: saya sedang membeli mimpi palsu,” katanya.
Ancaman Nyata: Foto, Pemerasan, dan Kehancuran Karier
Lebih menyeramkan lagi, Dede menceritakan modus operandi yang sering terjadi di dunia gelap ini: penipuan berbasis foto dan pemerasan. Banyak kasus di mana pelanggan—terutama yang berprofesi sebagai artis, pejabat, atau figur publik—difoto dalam posisi tak senonoh, lalu dipergunakan sebagai senjata untuk memeras uang atau favorit.
“Bayangkan, kamu baru saja bayar lima juta, terus pas lagi asik-asiknya, eh tiba-tiba ada orang masuk, ambil kamera, foto kamu dalam kondisi bugil, trus bilang, ‘Kalau nggak transfer 20 juta lagi, ini foto bakal saya sebar ke Instagram, TikTok, sama keluarga kamu.’”
Dede mengaku, ia pernah mendengar cerita teman-temannya yang sampai bunuh diri karena tekanan psikologis akibat pemerasan semacam ini. Ada juga yang kehilangan pekerjaan, dicopot dari acara TV, bahkan dipecat dari instansi pemerintah hanya karena satu foto yang dibocorkan.
“Di dunia media, kita ini kayak bahan bakar. Kalau ada skandal, kita langsung jadi trending. Tapi kalau skandalnya soal seks, ya... nggak ada yang mau bela. Nggak ada yang peduli. Yang penting klik, views, viral,” ungkapnya dengan nada pilu.
Perubahan Hidup: Dari “Coba-Coba” Menjadi Ayah dan Suami yang Bertanggung Jawab
Setelah menikah dengan istrinya yang kini telah menjadi pendamping setia selama lebih dari 15 tahun, Dede Sunandar mengaku benar-benar berubah. Ia mulai menyadari bahwa hidup bukan tentang mencari sensasi sesaat, tapi tentang membangun kehidupan yang bermakna.
“Saya punya istri yang cantik, sabar, dan setia. Saya punya anak-anak yang lucu-lucu. Saya nggak mau mereka nanti tanya, ‘Pak, bapak dulu pernah gitu?’ Terus saya jawab, ‘Iya, nak, bapak dulu bodoh.’ Saya nggak mau jadi contoh buruk,” katanya sambil menatap lensa dengan mata berkaca-kaca.
Ia juga mengaku bahwa setelah menikah, ia mulai rajin beribadah, membaca kitab suci, dan mengikuti pengajian rutin. Perubahan spiritual itulah yang menurutnya menjadi kunci utama dalam melepaskan diri dari godaan dunia gelap.
Mengapa Ini Penting Dibahas Secara Terbuka?
Dede Sunandar bukanlah orang pertama yang mengaku pernah terlibat dalam praktik BO. Tapi ia salah satu dari sedikit yang berani membicarakannya secara terbuka, tanpa embel-embel “saya korban”, tanpa mencari simpati, dan tanpa menyalahkan pihak lain.
Pengakuannya ini justru menjadi bentuk tanggung jawab sosial yang langka di era digital. Di tengah maraknya konten sensual, influencer yang mempromosikan gaya hidup hedonis, dan generasi muda yang mudah terpengaruh oleh tren “nakal tapi keren”, Dede memberikan narasi yang berbeda: kesalahan itu manusiawi, tapi bertobat dan berubah adalah keberanian sejati.