Profil Tampang Muhammad Dias Saktiawan Dosen Hukum Unissula yang Diduga Lakukan Penganiayaan pada Nakes RSI Sultan Agung, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG

ilustrasi-Annabel_P-
Profil Tampang Muhammad Dias Saktiawan Dosen Hukum Unissula yang Diduga Lakukan Penganiayaan pada Nakes RSI Sultan Agung, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG
Nama Muhammad Dias Saktiawan belakangan ini mencuri perhatian publik, bukan karena kontroversi atau sensasi, melainkan karena jejak intelektualnya yang mengesankan di dunia hukum Indonesia. Siapa sangka, di balik ketenangan kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, tersimpan seorang pemikir hukum muda yang karyanya terus menginspirasi mahasiswa, akademisi, bahkan praktisi hukum di seluruh negeri.
Sebagai dosen tetap di Fakultas Hukum Unissula, Dias — begitu ia akrab disapa — bukan sekadar pengajar yang mengulang teori di ruang kelas. Ia adalah peneliti aktif yang karyanya tersebar luas di platform akademik internasional seperti Google Scholar, menjadi rujukan penting bagi siapa pun yang ingin mendalami dinamika hukum di Indonesia, baik dari sisi pidana maupun perdata.
Jejak Akademik yang Mengagumkan: Dari Pengawasan DPRD hingga Grasi Narapidana
Salah satu karya ilmiah Dias yang paling banyak dikutip membahas fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mencegah penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam tulisannya, ia menegaskan bahwa DPRD bukan hanya lembaga simbolis atau alat politik semata. Lebih dari itu, DPRD adalah bagian integral dari penyelenggara pemerintahan daerah yang memiliki tanggung jawab konstitusional untuk mengawasi setiap rupiah yang dikeluarkan dari kas daerah.
Ia menjabarkan bagaimana DPRD seharusnya aktif memantau proyek-proyek strategis, menindaklanjuti laporan masyarakat, dan bahkan memiliki kewenangan untuk memanggil pejabat jika ditemukan indikasi penyimpangan. “Tanpa pengawasan yang ketat, APBD bisa jadi sarana korupsi terselubung,” tulisnya dalam salah satu jurnal ilmiah.
Tak berhenti di situ, Dias juga menelusuri ranah hukum pidana dengan menulis analisis mendalam tentang grasi di Indonesia. Dalam penelitiannya, ia mengurai secara sistematis syarat-syarat hukum yang memungkinkan seorang narapidana mendapat pengurangan hukuman atau bahkan pembebasan melalui grasi. Ia menyoroti tiga alasan utama: keadilan, pertimbangan kemanusiaan, dan kondisi kesehatan yang kritis.
Yang menarik, Dias tidak hanya bicara teori. Ia juga memetakan prosedur teknis pengajuan grasi, mulai dari syarat administratif, peran Jaksa Agung, hingga pertimbangan Presiden sebagai pemberi grasi terakhir. Tulisannya menjadi panduan praktis bagi keluarga narapidana maupun advokat yang ingin mengajukan permohonan grasi secara tepat dan legal.
Hukum Perdata: Ketika Akta di Bawah Tangan Jadi Senjata di Pengadilan
Di sisi lain, Dias juga menunjukkan kepiawaiannya dalam hukum perdata. Salah satu karyanya yang fenomenal membahas kekuatan pembuktian akta di bawah tangan — yaitu dokumen yang dibuat tanpa campur tangan notaris — namun kemudian dilegalisasi atau diwaarmerking oleh notaris.
Menurutnya, legalisasi oleh notaris bukan sekadar formalitas. Ini adalah proses yang memberikan jaminan hukum kuat terhadap keabsahan identitas pihak-pihak yang menandatangani, tanggal penandatanganan, serta isi perjanjian itu sendiri. “Dengan legalisasi notaris, akta di bawah tangan bisa naik kelas menjadi alat bukti yang sah dan kuat di pengadilan,” jelasnya.
Namun, Dias juga mengingatkan bahwa kekuatan hukum suatu akta bukan mutlak. Majelis hakim tetap memiliki kewenangan penuh untuk menilai validitas akta tersebut. Jika ditemukan pelanggaran terhadap syarat objektif (misalnya: isi bertentangan dengan hukum) atau subjektif (misalnya: penandatanganan di bawah tekanan), maka hakim berhak menyatakan akta tersebut batal demi hukum.
Kontribusi Nyata untuk Dunia Hukum Indonesia
Dengan beragam karya ilmiahnya, Muhammad Dias Saktiawan bukan hanya dikenal sebagai dosen yang rajin mengajar, tapi juga sebagai pemikir hukum yang progresif dan visioner. Ia mampu menghubungkan teori hukum dengan realitas sosial, menjadikan tulisannya relevan tidak hanya di ruang kuliah, tapi juga di ruang sidang, kantor pemerintahan, bahkan di tengah masyarakat awam yang ingin memahami hak-hak hukumnya.
Rekan sejawatnya di Unissula kerap memujinya sebagai sosok yang rendah hati, disiplin, dan selalu haus ilmu. “Dias itu tipe dosen yang selalu update. Dia nggak cuma ngajar, tapi juga terus meneliti dan menulis. Mahasiswa pun jadi termotivasi,” ujar seorang koleganya yang enggan disebut namanya.
Misteri Kehidupan Pribadi: Siapa Istrinya? Apa Akun Instagramnya?
Di tengah sorotan atas karya-karyanya, publik mulai penasaran: siapa sebenarnya istri Muhammad Dias Saktiawan? Dan apakah ia aktif di media sosial, khususnya Instagram?
Baca juga: Steffi Zamora Umumkan Kehamilan, Publik Heboh: Ternyata Sudah Menikah dengan Nino Fernandez?