Bu Ana Ibu Jilbab Pink Viral Jadi Ikon Brave Pink Hero Gree Ternyata Makian ke Prabowo & Dukung Anies, Ternyata Alami Gangguan Jiwa

Pink-Instagram-
Bu Ana Ibu Jilbab Pink Viral Jadi Ikon Brave Pink Hero Gree Ternyata Makian ke Prabowo & Dukung Anies, Ternyata Alami Gangguan Jiwa
Warna pink dan hijau tiba-tiba jadi simbol perlawanan sosial di jagat maya Indonesia. Bukan karena tren fashion atau kampanye brand ternama, tapi karena dua warna ini kini menjadi representasi emosi rakyat yang sedang membara. Pink, identik dengan jilbab seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Ana yang viral karena aksinya di tengah demonstrasi. Sementara hijau, adalah warna yang melekat pada komunitas ojek online (ojol) — kelompok yang kembali menjadi garda depan protes sosial setelah insiden meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas tertabrak mobil Brimob.
Namun, di balik viralnya simbol warna ini, muncul kontroversi besar yang memicu perdebatan sengit di media sosial: apakah video Ibu Ana yang berjilbab pink itu asli — atau hanya hasil manipulasi kecerdasan buatan (AI)?
Ibu Ana, Jilbab Pink, dan Teriakan yang Mengguncang Dunia Maya
Semuanya bermula dari sebuah video pendek yang diunggah oleh akun TikTok @catch4uu. Dalam rekaman itu, terlihat seorang perempuan paruh baya berjilbab pink berdiri di tengah kerumunan massa demonstrasi. Dengan suara lantang dan emosi yang memuncak, ia berteriak:
“Prabowo anj*ng! Prabowo harus turun! Gantinya Anies!”
Kalimat-kalimat itu diulang berkali-kali, seolah menjadi mantra protes yang menggema di antara para demonstran. Video tersebut langsung meledak. Hingga Rabu, 3 September 2025, tayangan itu telah ditonton lebih dari 5 juta kali, dibagikan ribuan kali, dan menjadi bahan diskusi panas di Twitter, Instagram, hingga forum-forum daring.
Ibu Ana — begitu netizen menjulukinya — tiba-tiba menjadi simbol perlawanan spontan dari kalangan emak-emak, kelompok yang selama ini kerap dianggap “netral” atau bahkan “tidak peduli politik”. Tapi kali ini, mereka bangkit. Dan jilbab pink-nya menjadi ikon.
Tapi... Benarkah Ini Nyata? Atau Hanya “Korban” AI?
Di tengah euforia dan dukungan yang mengalir deras, muncul suara skeptis. Banyak netizen mulai mempertanyakan keaslian video tersebut. Beberapa akun media sosial, terutama di platform X (dulu Twitter), mulai mengungkap kejanggalan-kejanggalan yang membuat mereka yakin: video ini adalah hasil editan AI atau deepfake.
Akun @snowflake*** menulis:
“Video ibu ini diedit AI ya guys. Sekarang buzzer pada nargetin beliau karena kemarin jadi garda terdepan di demo tgl 27.”
Salah satu bukti paling mencolok adalah ketidaksesuaian antara latar belakang yang terlihat di video utama dengan rekaman dari kamera ponsel yang terlihat dalam frame. Di video utama, terlihat banyak orang berkerumun di belakang Ibu Ana. Namun, jika diperhatikan layar ponsel yang merekamnya, hanya ada satu atau dua orang saja yang terlihat — sebuah ketidakcocokan logis yang mustahil terjadi dalam rekaman nyata.
“Lihat background ibu ini di video dengan apa yang terekam di handphone,” tulis @snowflake*** lagi. “Itu ada orang banyak di belakang video tapi yang di-recorder cam hp ini cuma ada satu dua orang.”
Separator Busway yang Berubah Warna? Ini Bukan Sulap, Tapi Kemungkinan Editan!
Kejanggalan lain datang dari objek statis: separator jalur busway. Dalam video, warna pembatas jalan itu tampak berubah-ubah — dari abu-abu menjadi kuning, lalu kembali ke abu-abu — seolah hidup seperti bunglon.
Akun TikTok @ky** berkomentar sinis:
“Liatlah separator busway-nya berubah-ubah kek bunglon.”
Sementara akun @SiapA*** menambahkan:
“Coba perhatiin lagi, separator bussnya berubah warna, dari abu, terus kuning, terus abu lagi. Ini jelas editan, bro!”
Para analis konten digital juga menyarankan agar publik memeriksa rekaman ini menggunakan tools deteksi deepfake atau AI. “Kalau ini asli, pasti ada video lain dari sudut berbeda yang diunggah oleh peserta demo lainnya,” ujar akun @biruma***. “Tapi sampai sekarang, tidak ada POV lain yang muncul. Ini sangat mencurigakan.”
Denny Sumargo Turun Gunung, Pilih Netral dengan Merah Putih
Kontroversi ini bahkan sampai ke telinga publik figur ternama, Denny Sumargo. Alih-alih ikut memihak warna pink atau hijau, Densu — panggilan akrabnya — justru mengganti foto profil Instagram-nya dengan nuansa merah putih, warna bendera Indonesia.
“Gue merah putih,” tulisnya singkat dalam keterangan unggahan.
Langkah ini mendapat dukungan dari rekan-rekan selebritasnya seperti Gading Marten, Agnes Jennifer, hingga Lutfi Agizal. Mereka sepakat bahwa di tengah polarisasi warna dan simbol, merah putih adalah pilihan paling netral dan menyatukan.
Namun, tak sedikit netizen yang justru menuding Densu “memecah belah”.
“Lah Abang orang hijau pink dia merah putih gak kompak nih,” komentar @vani.silvan***.
“Bang gue perhatiin, yang kayak abang ini yang bikin pecah belah. Tau sendiri masyarakat indo gimana. Saat ini bukan masanya nerima perbedaan,” tulis @bumi_a***.
“Lu malah bikin rakyat jadi makin pro kontra, nanti lupa tujuan utama loh,” tambah @asalajadul***.
Densu Buka Suara: “Netral Bukan Memecah, Tapi Menyatukan”
Menanggapi kritik pedas tersebut, Denny Sumargo akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan bahwa pilihannya bukan untuk memecah, tapi justru untuk mengajak semua pihak kembali ke titik netral.
“Tadinya mau gitu, noh di tiktok pada ribut, gue netral aja lah merah putih udah paling bener buat gue,” jelas bapak satu anak ini.
Ia juga menambahkan pesan filosofis yang dalam:
“Rakyat harus belajar menerima perbedaan, karena perbedaan itu mutlak, bukan untuk diributkan. Kalau beda tapi satu tujuan, emang kenapa? Yang salah itu beda tujuan walau sama! Sampai sini kita sepakat?”
Mengapa Video Ini Begitu Viral? Psikologi Massa & Politik Simbolik
Psikolog sosial, Dr. Rina Wulandari, menjelaskan bahwa fenomena Ibu Ana bukan sekadar soal konten viral, tapi juga representasi dari kebutuhan psikologis masyarakat akan “figur pahlawan rakyat”.
“Ibu Ana mewakili suara perempuan biasa, ibu rumah tangga, yang biasanya dianggap ‘diam’. Ketika dia bersuara keras, itu memberi legitimasi emosional bagi banyak orang untuk ikut bersuara. Bahkan jika video itu palsu, emosi yang ditimbulkannya nyata,” jelasnya.
Sementara pakar komunikasi politik, Prof. Arif Satria, menambahkan bahwa penggunaan warna dalam protes sosial adalah strategi simbolik yang sangat efektif.
“Pink dan hijau bukan sekadar warna. Pink mewakili kelembutan yang marah, hijau mewakili kekuatan rakyat kecil. Gabungan keduanya menciptakan narasi yang powerful: ‘ibu dan ojol bersatu melawan ketidakadilan’.”