Tragedi Aksi Demo Ricuh di Yogyakarta: Rheza Sendy Mahasiswa Amikom Meninggal Dunia, Polda DIY Janji Lakukan Penyelidikan

Mahasiswa AMIKOM--
Tragedi Aksi Demo Ricuh di Yogyakarta: Rheza Sendy Mahasiswa Amikom Meninggal Dunia, Polda DIY Janji Lakukan Penyelidikan
Dunia pendidikan dan aktivisme kembali diguncang oleh peristiwa tragis yang terjadi di tengah aksi demonstrasi di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rheza Sendy, mahasiswa Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) AMIKOM Yogyakarta, menghembuskan napas terakhir usai terlibat dalam unjuk rasa yang berujung ricuh pada Minggu pagi (31/8/2025). Kematian mendadak ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga, kampus, serta masyarakat luas, sekaligus memicu sorotan tajam terhadap penanganan unjuk rasa oleh aparat keamanan.
Aksi demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi chaos saat massa dan aparat kepolisian terlibat ketegangan fisik. Dalam kerusuhan yang terjadi di sekitar kawasan Jalan Solo, tepat di depan Mapolda DIY, sejumlah demonstran dilaporkan terluka akibat benturan, gas air mata, dan penggunaan alat pengendali massa. Namun, dari semua korban, kematian Rheza Sendy menjadi fokus utama karena meninggal dalam kondisi yang mencurigakan.
Pihak keluarga dan teman-teman korban menduga kuat bahwa kematian Rheza tidak lepas dari tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat. Meski belum ada hasil otopsi resmi, luka-luka yang terdapat di tubuh korban menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Beberapa saksi mata bahkan mengaku melihat Rheza terjatuh usai didorong keras oleh petugas kepolisian saat berusaha menenangkan massa.
Polda DIY Janji Transparan dan Siap Buka Penyelidikan
Menanggapi gelombang dugaan kekerasan dan tuntutan keadilan, Kapolda DIY, Irjen Pol Anggoro Sukartono, langsung merespons dengan menyampaikan belasungkawa sekaligus komitmen untuk membuka proses penyelidikan secara transparan. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kapolda saat melayat ke rumah duka di Dusun Sendangadu, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, tak lama setelah jenazah korban tiba dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito.
“Kami turut berduka cita yang mendalam atas kepergian saudara kita, Rheza Sendy. Apabila keluarga mempertanyakan proses hukum dari peristiwa meninggalnya, kami siapkan semua mekanisme yang diperlukan, mulai dari penyelidikan hingga penyidikan,” ujar Anggoro dengan nada serius, Minggu (31/8/2025).
Kapolda menekankan bahwa proses hukum akan dilakukan sesuai dengan permintaan dan izin dari pihak keluarga. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa institusi kepolisian tetap terbuka untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran prosedur dalam penanganan unjuk rasa tersebut.
Keluarga Tolak Otopsi, Tapi Sampaikan Harapan untuk Perbaikan Sistem
Dalam perkembangan yang mengejutkan, pihak keluarga Rheza Sendy memutuskan untuk tidak melakukan otopsi atau ekskavasi jenazah (ekshumasi). Keputusan ini diambil setelah keluarga menyatakan bahwa mereka menerima kepergian Rheza dengan ikhlas, meski dibarengi dengan rasa kehilangan yang mendalam.
“Keluarga menerima kepergian Rheza sebagai takdir, namun mereka juga menyampaikan harapan agar peristiwa ini menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum,” jelas Kapolda Anggoro. “Mereka berharap agar penanganan keamanan di Yogyakarta ke depan bisa lebih humanis dan tidak mengulangi kesalahan.”
Meskipun menolak otopsi, keluarga tidak menutup kemungkinan untuk membuka kembali kasus ini di masa depan jika ditemukan bukti-bukti baru. Mereka juga meminta agar institusi kepolisian introspeksi diri, terutama dalam penggunaan kekuatan saat menghadapi massa demonstran yang mayoritas terdiri dari pelajar dan mahasiswa.
Reaksi Kampus dan Dunia Akademik
Kabar kematian Rheza Sendy juga mengguncang kampus ITB AMIKOM Yogyakarta. Civitas akademika kampus menyampaikan duka mendalam melalui media sosial dan menggelar doa bersama di kampus. Wakil Rektor III AMIKOM, yang menangani bidang kemahasiswaan, menyatakan bahwa Rheza dikenal sebagai mahasiswa aktif, kritis, dan memiliki kepedulian tinggi terhadap isu sosial.
“Rheza bukan hanya mahasiswa biasa. Ia sosok yang vokal dalam menyuarakan keadilan. Kami kehilangan salah satu generasi muda terbaik kami,” ujar Wakil Rektor dalam pernyataannya.
Pihak kampus juga menyatakan dukungan penuh terhadap upaya keluarga untuk mendapatkan keadilan, meski dalam prosesnya tetap menghormati keputusan keluarga yang memilih jalan damai dan tidak menuntut secara hukum untuk saat ini.
Aktivis HAM Desak Penyelidikan Independen
Sementara itu, sejumlah lembaga hak asasi manusia (HAM) seperti KontraS DIY dan Amnesty International Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Mereka mendesak agar penyelidikan tidak hanya dilakukan oleh internal kepolisian, tetapi juga melibatkan pihak independen seperti Komnas HAM dan Ombudsman.
“Kasus ini tidak boleh ditutupi dengan narasi ‘kecelakaan dalam kerusuhan’. Ada dugaan kuat pelanggaran HAM berat, dan harus diusut secara objektif,” tegas Yulianti, Koordinator Advokasi KontraS DIY.
Mereka juga menyerukan moratorium penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan unjuk rasa, serta mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk merevisi protokol pengamanan aksi massa.
Masyarakat Diminta Tidak Terprovokasi
Di tengah gejolak emosional yang tinggi, Kapolda DIY mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menjamin bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan adil, selama pihak keluarga membuka ruang untuk itu.
“Kami tidak menutup-nutupi apa pun. Kami siap dikoreksi. Tapi kami juga butuh dukungan dari masyarakat agar kondusivitas keamanan di Yogyakarta tetap terjaga,” ujarnya.
Baca juga: Epic, NONTON Film Demon Slayer Kimetsu no Yaiba Infinity Castle Sub Indo Rilis Serta Cara Nonton