Aturan Baru Cukai Alkohol 2026: Purbaya Yudhi Sadewa Perketat Pengawasan MMEA dan Etil Alkohol
Purabaya-Instagram-
Aturan Baru Cukai Alkohol 2026: Purbaya Yudhi Sadewa Perketat Pengawasan MMEA dan Etil Alkohol
Meta Description (opsional untuk publikasi digital):
Mulai 1 Januari 2026, pemerintah resmi berlakukan aturan baru pengawasan cukai alkohol. Simak penjelasan lengkap kebijakan terbaru dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam PMK Nomor 89/2025 yang mengatur penimbunan, pemasukan, hingga pengangkutan minuman beralkohol.
Jakarta, 30 Desember 2025 — Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2025 yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026. Aturan ini mengatur secara komprehensif tata kelola Barang Kena Cukai (BKC), khususnya produk Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan etil alkohol itu sendiri. Langkah ini diambil untuk memperkuat pengawasan, menutup celah penyelundupan, dan memastikan kepatuhan terhadap kewajiban cukai nasional.
Dalam PMK tersebut, salah satu poin penting terletak pada peningkatan peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam mengawasi seluruh rantai distribusi BKC—mulai dari penimbunan, pemasukan, hingga pengangkutan. Kebijakan baru ini menandai transformasi signifikan dalam sistem pengawasan cukai di Indonesia yang selama ini dinilai masih menyisakan celah administratif dan operasional.
Perluasan Tempat Penimbunan BKC Belum Dibayar Cukainya
Salah satu perubahan mendasar tercantum dalam Pasal 2 PMK No. 89/2025. Kini, BKC yang belum dilunasi cukainya tidak hanya diperbolehkan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS), tetapi juga dapat disimpan di Tempat Penimbunan Berikat (TPB) atau Kawasan Berikat. Langkah ini bertujuan untuk memungkinkan pengawasan lebih ketat dan terkoordinasi oleh otoritas cukai, sekaligus memberikan fleksibilitas logistik kepada pelaku usaha yang tetap berada dalam koridor hukum.
Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang membatasi penimbunan hanya di TPS. Dengan perluasan fasilitas penimbunan, DJBC dapat melakukan pemantauan secara real-time dan berbasis risiko terhadap seluruh stok BKC yang belum dikenai cukai penuh.
Dokumentasi Cukai Wajib untuk Setiap Pergerakan BKC
PMK ini juga menegaskan bahwa setiap pemasukan BKC ke pabrik atau tempat penyimpanan wajib disertai dokumen cukai pengangkutan resmi yang dikeluarkan oleh otoritas cukai setempat. Selain itu, pelaku usaha diwajibkan memberikan pemberitahuan resmi sebagai bagian dari transparansi logistik.
Bahkan untuk BKC yang sudah dilunasi cukainya, dokumen pengangkutan tetap wajib dilindungi dan dilampirkan—terutama dalam pengangkutan tertentu seperti distribusi ke penyalur atau ritel. DJBC kini diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan berbasis profil risiko, termasuk analisis historis kepatuhan, volume produksi, dan pola distribusi pelaku usaha. Kepala Kantor Bea dan Cukai setempat memiliki otoritas penuh dalam menilai tingkat pengawasan yang diperlukan.
Kontrol Ketat atas MMEA Sebelum dan Setelah Cukai Dibayar
Pemerintah menekankan bahwa MMEA yang belum dilunasi cukainya tetap menjadi fokus utama pengawasan. Dengan pemberlakuan aturan baru, pelaku usaha wajib memberikan notifikasi rinci kepada DJBC setiap kali terjadi perpindahan barang. Langkah ini dirancang untuk mencegah praktik pengalihan BKC ilegal atau penjualan di luar saluran resmi sebelum kewajiban cukai terpenuhi.
Sementara itu, MMEA yang sudah dilunasi cukainya dan siap diedarkan ke masyarakat umum tetap harus dilengkapi bukti cukai sah—baik berupa pita cukai maupun dokumen elektronik—pada setiap titik distribusi. Pelaku usaha juga diwajibkan menyimpan catatan distribusi lengkap yang dapat diaudit sewaktu-waktu oleh petugas cukai.
Ketentuan Lengkap dalam Bab Penimbunan BKC
Seluruh ketentuan teknis terkait penimbunan, pemasukan, dan pengangkutan BKC diatur secara rinci dalam bab khusus dalam PMK tersebut. Aturan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menyelaraskan regulasi cukai dengan praktik terbaik internasional, sekaligus mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam industri minuman beralkohol.
Namun, tidak semua produk termasuk dalam cakupan pengawasan ketat. PMK ini memberikan pengecualian terhadap beberapa kategori, antara lain:
Tembakau iris yang dibuat dari hasil pertanian dalam negeri, tidak dikemas untuk penjualan eceran, atau dikemas secara tradisional sesuai kebiasaan lokal;
MMEA hasil fermentasi atau penyulingan tradisional yang diproduksi oleh masyarakat Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian, dan tidak dikemas untuk dijual eceran;
Impor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
Perpindahan BKC antar pabrik atau tempat penyimpanan yang berada di bawah satu Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) yang sama.
Dokumen Cukai Wajib untuk Pengangkutan Tertentu
Pasal 9 PMK No. 89/2025 mengatur secara eksplisit jenis pengangkutan BKC yang wajib dilindungi dokumen cukai, meskipun cukainya telah dilunasi. Jenis pengangkutan tersebut meliputi:
Etil alkohol dari pabrik, tempat penyimpanan, kawasan pabean, TPS, atau TPB;
MMEA dari pabrik, TPS, atau TPB;
Etil alkohol dan MMEA dari peredaran bebas ke pabrik/tempat penyimpanan untuk dimusnahkan atau diolah kembali;
Pengangkutan BKC dari peredaran bebas ke tempat non-pabrik untuk keperluan pemusnahan dalam rangka pengembalian;
Etil alkohol dari Tempat Penjualan Eceran; dan
MMEA dari Penyalur atau Tempat Penjualan Eceran.
Pengecualian dalam Pengangkutan BKC
Namun, tidak semua pergerakan BKC dikenai kewajiban dokumen cukai. PMK ini juga menetapkan sejumlah pengecualian, yaitu: