Fitri Agust Karo Karo Jadi Tersangka Korupsi Dana Bantuan Banjir Rp1,5 Miliar: Siapa Dia dan Bagaimana Kasus Ini Terungkap?
Agus-Instagram-
Fitri Agust Karo Karo Jadi Tersangka Korupsi Dana Bantuan Banjir Rp1,5 Miliar: Siapa Dia dan Bagaimana Kasus Ini Terungkap?
Nama Fitri Agust Karo Karo tiba-tiba mencuat ke permukaan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan bencana banjir bandang di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Ia diduga menyalahgunakan dana bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos) senilai Rp1,5 miliar—dana yang seharusnya disalurkan kepada ratusan keluarga korban bencana.
Kabar mengejutkan ini pertama kali mencuat melalui unggahan akun Instagram @maju.idn pada 27 Desember 2025. Dalam unggahannya, disebutkan bahwa dana bantuan tersebut dialokasikan untuk 303 keluarga korban banjir bandang di dua wilayah terdampak, yakni Kecamatan Sihotang dan Harian, namun mekanisme penyalurannya diduga sengaja diubah demi keuntungan pribadi.
Modus Penyalahgunaan Dana Bantuan
Menurut informasi yang beredar, Fitri Agust Karo Karo—yang menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Kabupaten Samosir—diduga memotong 15 persen dari total anggaran bantuan Kemensos tersebut. Artinya, sekitar Rp225 juta mengalir ke kantong pribadinya, sementara alokasi yang semestinya untuk para korban banjir pun berkurang.
Dugaan ini menimbulkan kemarahan publik, terutama dari warga terdampak yang masih berjuang memulihkan kehidupan pasca bencana. Pasalnya, bantuan sosial semacam ini merupakan bentuk solidaritas negara terhadap warga yang kehilangan tempat tinggal, harta benda, bahkan nyawa akibat bencana alam.
“Bantuan yang diperuntukkan bagi 303 keluarga korban banjir bandang di Sihotang dan Harian diduga disalahgunakan melalui perubahan mekanisme penyaluran,” demikian keterangan dalam unggahan @maju.idn yang kini viral di media sosial.
Siapa Fitri Agust Karo Karo?
Meski kini menjadi sorotan publik, sosok Fitri Agust Karo Karo tergolong tertutup. Tak banyak informasi biografis yang tersedia di ruang publik. Namun, dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diunggah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diketahui bahwa total kekayaannya mencapai Rp223.395.525 per laporan terakhir.
Rincian kekayaannya terdiri atas:
Alat transportasi dan mesin: Rp48.500.000
Kas dan setara kas: Rp174.895.525
Angka tersebut—jika dibandingkan dengan gaji pokok pejabat daerah setingkat kepala dinas—tak terlalu mencolok. Namun, adanya temuan dugaan suap sebesar ratusan juta rupiah dalam kasus ini tentu memicu pertanyaan serius: dari mana asal tambahan kekayaan tersebut?
Respons Publik dan Tuntutan untuk Transparansi
Kasus ini memicu gelombang protes di media sosial, terutama dari warga Sumatera Utara dan pegiat anti-korupsi. Mereka menuntut transparansi penuh dalam proses penyelidikan, serta sanksi tegas terhadap siapa pun yang terbukti menyalahgunakan dana bantuan kemanusiaan.
“Dana bencana itu nyawa bagi korban. Kalau dikorupsi, itu bukan hanya kejahatan finansial, tapi kejahatan kemanusiaan,” tulis salah satu warganet di kolom komentar unggahan tersebut.
Sementara itu, pihak Kemensos melalui juru bicaranya menyatakan tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. “Kami menyesalkan dugaan penyelewengan ini. Bantuan sosial harus sampai tepat sasaran, tanpa potongan apapun,” tegasnya.