Naskah Khutbah Jumat 2 Januari 2026: Momentum Muhasabah Diri di Penghujung Tahun, Menyucikan Hati demi Kehidupan yang Lebih Berkah
masjid-pixabay-
Naskah Khutbah Jumat 2 Januari 2026: Momentum Muhasabah Diri di Penghujung Tahun, Menyucikan Hati demi Kehidupan yang Lebih Berkah
Di tengah hiruk-pikuk persiapan menyambut pergantian tahun Masehi, umat Islam di seluruh dunia—termasuk di Indonesia—mendapat kesempatan emas untuk melakukan sesuatu yang lebih substansial daripada sekadar pesta kembang api atau liburan akhir tahun. Tepat pada Jumat, 26 Desember 2025, ribuan jamaah salat Jumat di masjid-masjid dari Sabang sampai Merauke mengikuti khutbah yang menyentuh hati, bertema “Introspeksi Diri di Akhir Tahun”. Khutbah ini tidak hanya relevan secara temporal, tetapi juga mendalam secara spiritual—sebuah seruan untuk kembali ke jati diri sebagai hamba Allah yang penuh kekurangan, namun berpotensi besar untuk memperbaiki diri.
Akhir Tahun, Saatnya Evaluasi Spiritual
Jelang pergantian tahun, banyak orang sibuk merayakan pencapaian atau menyesali kegagalan. Namun dalam pandangan Islam, momen akhir tahun bukan sekadar penanda berlalunya waktu, melainkan kesempatan emas untuk muhasabah—mengoreksi dan mengevaluasi amal perbuatan selama setahun penuh. Dalam khutbah Jumat kali ini, khatib mengajak jamaah untuk tidak terlena oleh gemerlap dunia, tetapi justru merenungkan bagaimana waktu, tenaga, dan pikiran selama ini digunakan: apakah untuk mendekat kepada Allah atau justru menjauh darinya?
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hasyr ayat 18:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini menjadi fondasi kuat bagi setiap Muslim untuk tidak menganggap remeh proses introspeksi. Sebab, setiap detik kehidupan yang berlalu adalah modal berharga yang tak bisa dikembalikan.
Muhasabah Dimulai dari Hati yang Paling Dalam
Khutbah yang dirancang berdasarkan rujukan dari Pondok Pesantren Lirboyo ini menekankan bahwa proses introspeksi harus dimulai dari hati (qalbu)—pusat dari segala niat, perasaan, dan keputusan. Khatib mengajukan pertanyaan reflektif yang menyentuh jiwa:
Apakah hati kita sudah bersih dari prasangka buruk, iri, dengki, dan dendam?
Apakah hati senantiasa bertekad untuk berbuat baik, meski tanpa pujian?
Apakah dalam setiap napas dan langkah, kita selalu mengingat Allah?
Hati yang suci menjadi kunci utama keberkahan dalam hidup. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: “Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mengevaluasi Amal Harian: Apakah Bermanfaat dan Syar’i?
Setelah membersihkan hati, muhasabah kemudian meluas ke amal perbuatan harian. Dalam dunia yang serba cepat dan terhubung secara digital, sangat mudah bagi kita untuk terjebak dalam rutinitas tanpa makna—kerja tanpa nilai ibadah, interaksi tanpa adab, atau konsumsi media tanpa filter moral.
Khatib mengajak jamaah untuk bertanya:
Apakah aktivitas kita sehari-hari sesuai dengan syariat Islam?
Apakah pekerjaan, bisnis, atau studi kita memberikan manfaat bagi sesama?
Apakah kita menggunakan waktu dengan produktif atau malah menyia-nyiakannya?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang tak hanya menggugah kesadaran, tetapi juga mendorong perubahan nyata menuju kehidupan yang lebih barokah.
Nasihat Umar bin Khattab: “Hisablah Diri Sebelum Dihisab”
Salah satu pesan paling menggugah dalam khutbah ini adalah kutipan dari Sahabat Umar bin Khattab RA:
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, timbanglah amalmu sebelum amalmu ditimbang.”
Kalimat singkat ini mengandung kedalaman luar biasa. Di akhirat kelak, setiap manusia akan diminta mempertanggungjawabkan seluruh amalnya—dari ucapan, perbuatan, hingga niat tersembunyi. Oleh karena itu, melakukan evaluasi diri di dunia justru menjadi bentuk persiapan terbaik menghadapi hari pengadilan yang sebenarnya.
Umur adalah Modal Utama dalam Hidup
Khutbah ini juga mengutip pernyataan ulama besar Syaikh Muhammad Jalaluddin dalam ringkasan Kitab Ihya’ Ulumuddin:
“Kita tidak memiliki modal kecuali umur. Ketika umur habis, maka habislah modal kita.”
Pernyataan ini menjadi pengingat kuat bahwa waktu adalah investasi paling berharga. Setiap menit yang berlalu tidak akan pernah kembali. Maka, memanfaatkannya untuk kebaikan—baik dalam ibadah vertikal (hablun minallah) maupun sosial (hablun minannas)—adalah bentuk kecerdasan spiritual.
Menutup Tahun dengan Istighfar dan Amal Saleh
Alih-alih menutup tahun dengan pesta mewah atau hiburan semata, khutbah Jumat 26 Desember 2025 mengajak umat Islam untuk menutup tahun dengan istighfar, sedekah, silaturahmi, dan perbaikan diri. Hal ini bukan hanya tentang “ritual akhir tahun”, tapi tentang menanam benih kebaikan yang akan berbuah di tahun-tahun mendatang.
Dengan memperbanyak istighfar, kita mengakui kelemahan diri dan memohon ampunan Allah. Dengan meningkatkan ibadah sunnah dan amal sosial, kita menunjukkan kesungguhan untuk berubah. Dan dengan mengoreksi niat, kita memastikan bahwa langkah kita di tahun baru selaras dengan ridha Ilahi.