Apakah Surakarta Akan Menjadi Provinsi Baru? Langkah Besar di Bawah Pimpinan Raja Baru, Paku Buwono XIV
tanda tanya-BlenderTimer BlenderTimer-
Apakah Surakarta Akan Menjadi Provinsi Baru? Langkah Besar di Bawah Pimpinan Raja Baru, Paku Buwono XIV
Di tengah gegap gempita perubahan zaman, sebuah wacana lama kembali mencuat ke permukaan: apakah Kasunanan Surakarta Hadiningrat akan bertransformasi menjadi Provinsi Daerah Istimewa Surakarta? Pertanyaan ini bukan sekadar khayalan sejarah, melainkan aspirasi kolektif yang mulai menemukan momentum baru, terutama sejak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Hamangkunegoro naik takhta sebagai raja ke-14 Kasunanan Surakarta dengan gelar Paku Buwono XIV.
Wacana Lama yang Kembali Hangat
Gagasan membentuk Provinsi Daerah Istimewa Surakarta sebenarnya bukan hal baru. Usulan ini telah mengemuka sejak puluhan tahun lalu, bahkan jauh sebelum Paku Buwono XIV menggantikan almarhum ayahandanya, Paku Buwono XIII, sebagai penerus tahta Kasunanan. Namun, kini dengan kehadiran raja muda yang dipandang penuh harapan, semangat tersebut tampaknya kembali dihidupkan dengan lebih serius.
Menurut informasi dari kalangan internal keraton dan sejumlah tokoh masyarakat Surakarta, proposal pembentukan provinsi istimewa ini sudah sampai di meja pemerintah pusat di Jakarta. Bahkan, disebut-sebut bahwa dokumen tersebut tinggal menunggu proses pembahasan di DPR RI dan persetujuan final dari pemerintah. Namun, hingga kini, palu persetujuan belum juga diketok.
Lantas, mengapa prosesnya begitu lambat?
Menunggu Momentum yang Tepat?
Banyak kalangan menilai bahwa penundaan ini bukan berarti penolakan, melainkan bentuk strategi diplomasi politik. Kemungkinan besar, pemerintah pusat menunggu waktu yang paling tepat—baik dari sisi kesiapan administratif, dukungan politik, maupun stabilitas sosial di wilayah tersebut.
Dan siapa tahu, penobatan Paku Buwono XIV sebagai raja baru bisa menjadi katalis yang selama ini ditunggu-tunggu. Momen pentahbisan seorang raja sering kali menjadi simbol kebangkitan identitas budaya, politik, dan sosial suatu daerah. Di bawah kepemimpinan tokoh yang dipercaya sebagai penjaga warisan Mataram, Surakarta mungkin benar-benar siap mengukir babak baru dalam sejarahnya.
Surakarta dan Yogyakarta: Dua Sisi dari Satu Mata Uang Sejarah
Jika usulan ini terealisasi, maka Surakarta akan menyusul Yogyakarta sebagai daerah di Indonesia yang memiliki status istimewa. Seperti halnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dipimpin oleh Sultan sebagai gubernur, Provinsi Daerah Istimewa Surakarta juga akan memiliki otonomi khusus dalam mengelola kebudayaan, adat istiadat, dan struktur pemerintahan tradisionalnya.
Kedua wilayah ini memang tak bisa dilepaskan satu sama lain. Surakarta dan Yogyakarta adalah dua pewaris sah dari Kerajaan Mataram Islam, yang pernah menjadi kekuatan politik dan spiritual terbesar di Pulau Jawa.
Jejak Sejarah: Dari Mataram ke Giyanti
Segalanya bermula pada tahun 1586, ketika Panembahan Senapati—bergelar Sutawijaya atau Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama—mendirikan Kerajaan Mataram Islam. Di bawah kepemimpinannya, Mataram tumbuh menjadi pusat kekuasaan yang disegani. Masa keemasannya mencapai puncak ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memerintah antara 1613 hingga 1645.
Namun, kejayaan itu mulai meredup akibat intervensi politik kongsi dagang Belanda, VOC, yang memanfaatkan perpecahan internal kerajaan. Puncaknya terjadi pada 1755, tatkala Perjanjian Giyanti ditandatangani—sebuah kesepakatan yang secara resmi membelah Mataram menjadi dua entitas.
Sebelah timur Sungai Opak menjadi Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh Pakubuwono III.
Sebelah barat Sungai Opak menjadi Kesultanan Yogyakarta, di bawah Sultan Hamengkubuwono I.
Sejak itu, kedua wilayah berkembang secara terpisah, meski tetap menjalin ikatan sejarah, budaya, dan kekerabatan yang tak terputus hingga hari ini.
Mengapa Surakarta Belum Jadi Provinsi?
Meski Yogyakarta berhasil mempertahankan status istimewanya sejak era kemerdekaan, Surakarta justru kehilangan otonomi khususnya. Setelah masa revolusi, pemerintah pusat memutuskan untuk mengintegrasikan Surakarta ke dalam Provinsi Jawa Tengah, mengakhiri era pemerintahan kerajaan sebagai entitas politik formal.
Namun, keinginan untuk mengembalikan martabat historis itu tak pernah benar-benar padam. Warga Surakarta, para sesepuh keraton, hingga kalangan akademisi terus menggaungkan suara agar Kasunanan Surakarta diberi pengakuan setara dengan Yogyakarta.