Skandal Perselingkuhan Hakim PN Batam dengan Anggota Ormas: Upaya Pensiun Dini Gagal, Akhirnya Dipecat Tak Hormat oleh Mahkamah Agung
Ilustrasi tangan--
Skandal Perselingkuhan Hakim PN Batam dengan Anggota Ormas: Upaya Pensiun Dini Gagal, Akhirnya Dipecat Tak Hormat oleh Mahkamah Agung
Dunia peradilan Tanah Air kembali diguncang skandal yang memperlihatkan betapa rapuhnya integritas sejumlah penegak hukum. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada seorang hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam berinisial HS, yang terbukti berselingkuh dengan seorang anggota organisasi masyarakat (Ormas) berinisial S. Skandal yang sempat mencuat di media sosial dan pemberitaan lokal ini bukan hanya menyangkut urusan ranjang, tetapi juga upaya sistematis sang hakim untuk menghindari sanksi disiplin dengan mengajukan pensiun dini—langkah yang akhirnya gagal total.
Terbongkarnya Perselingkuhan oleh Suami Sah
Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah suami sah HS melaporkan dugaan perselingkuhan istrinya kepada pihak berwenang. Laporan tersebut tak sekadar omongan kosong—ia mengantongi bukti kuat berupa tangkapan layar percakapan chat, rekaman video call, hingga foto-foto yang memperlihatkan kedekatan tidak wajar antara HS dan S. Yang lebih mengejutkan, salah satu bukti menunjukkan keduanya berada dalam satu acara resmi di lingkungan pengadilan, seolah tak ada yang mencurigakan.
Namun, yang benar-benar menjadi titik balik kasus ini adalah temuan mobil pribadi HS yang terparkir di area sebuah hotel ternama di Batam pada waktu yang sama ketika S juga berada di lokasi tersebut. Bukti ini menjadi kunci dalam memperkuat dugaan adanya hubungan terlarang yang tak hanya melanggar norma moral, tetapi juga kode etik profesi hakim.
Upaya Menghindar: Ajukan Pensiun Dini
Menyadari tekanan yang semakin membesar, HS dikabarkan sempat mengambil langkah strategis—namun kontroversial—dengan mengajukan permohonan pensiun dini kepada Mahkamah Agung (MA). Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk menghindari proses pemeriksaan dan kemungkinan sanksi berat dari Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Namun, langkah tersebut tak berbuah manis. MA menolak permohonan pensiun dini HS dengan alasan tidak ditemukan urgensi atau keadaan darurat yang membenarkan permintaan tersebut. Dalam sistem peradilan Indonesia, pensiun dini bagi hakim hanya dapat dikabulkan jika memenuhi syarat administratif dan etis tertentu, termasuk alasan kesehatan atau kepentingan nasional—bukan sekadar untuk menghindari pertanggungjawaban atas pelanggaran etika.
Mangkir dari Panggilan, Tak Ada Niat Perbaikan
Sebelum keputusan final dijatuhkan, HS sebenarnya telah berulang kali dipanggil oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memberikan klarifikasi. Namun, ia justru kerap menghindar dan tidak hadir dalam proses pemeriksaan. Sikapnya ini dianggap sebagai bentuk ketidakseriusan dan penghinaan terhadap proses penegakan etika di tubuh peradilan.
Padahal, sejak awal laporan masuk, pihak atasannya di PN Batam telah memberikan peringatan agar HS menjaga nama baik lembaga peradilan dan mempertimbangkan dampak perbuatannya terhadap citra lembaga yang seharusnya jadi panutan masyarakat. Sayangnya, teguran tersebut tidak diindahkan.
Vonis Etik: Dipecat dengan Tidak Hormat
Setelah melalui proses pemeriksaan mendalam, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) akhirnya menjatuhkan sanksi tegas terhadap HS. Dalam keputusannya, MKH menyatakan bahwa HS terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), khususnya dalam hal menjaga martabat, integritas, dan perilaku pribadi yang mencerminkan kewibawaan profesi hakim.