Asih Widodo Sakit Apa? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi Tewasnya Ayah Sigit Prasetyo Korban Tragedi Semanggi I

Asih Widodo Sakit Apa? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi Tewasnya Ayah Sigit Prasetyo Korban Tragedi Semanggi I

ilustrasi-waldryano-

Asih Widodo Sakit Apa? Benarkah Serangan Jantung? Inilah Kronologi Tewasnya Ayah Sigit Prasetyo Korban Tragedi Semanggi I, pada Minggu, 21 Desember 2025

Dunia aktivisme dan keluarga korban pelanggaran HAM berduka. Asih Widodo, ayah dari Sigit Prasetyo—salah satu korban tewas dalam Tragedi Semanggi I tahun 1998—dilaporkan meninggal dunia pada Minggu, 21 Desember 2025, di usia 76 tahun. Kepergiannya bukan hanya kehilangan bagi keluarga, tetapi juga simbol berakhirnya perjuangan panjang seorang ayah yang tak pernah lelah menuntut keadilan atas kematian putra semata wayangnya.



Kabar duka ini segera menjadi sorotan publik, terutama di kalangan aktivis HAM, akademisi, serta generasi muda yang peduli terhadap sejarah kelam reformasi Indonesia. Asih Widodo dikenal bukan hanya sebagai korban tidak langsung dari kekerasan negara, tetapi sebagai sosok yang gigih, teguh, dan tak pernah menyerah dalam menuntut pertanggungjawaban atas peristiwa berdarah yang mengubah nasib keluarganya selamanya.

Siapa Asih Widodo dan Kisah Tragis Putranya, Sigit Prasetyo?
Sebelum menjadi simbol perjuangan keadilan, Asih Widodo adalah seorang ayah biasa yang membesarkan putra semata wayangnya, Sigit Prasetyo, dengan penuh kasih sayang dan harapan. Namun, takdir berkata lain. Pada 13 November 1998, Sigit—seorang mahasiswa yang aktif dalam gerakan reformasi—ikut serta dalam aksi protes terhadap Sidang Istimewa MPR yang digelar di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Aksi tersebut berujung pada insiden berdarah yang kini dikenal sebagai Tragedi Semanggi I. Dalam insiden itu, puluhan mahasiswa dan warga sipil tewas akibat tembakan aparat keamanan. Sigit Prasetyo termasuk di antara korban yang kehilangan nyawa, diduga akibat terkena tembakan peluru tajam dari aparat.


Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) serta berbagai sumber arsip HAM, Asih Widodo sempat melarang putranya untuk bergabung dalam aksi tersebut. Namun, tekad Sigit yang kuat untuk berdiri di garis depan menuntut perubahan tak bisa dibendung. “Saya larang, tapi dia bilang ini soal masa depan bangsa,” kenang Asih dalam wawancara lama yang sempat diabadikan dalam arsip gerakan HAM.

Perjuangan Tanpa Henti Selama 27 Tahun
Sejak kehilangan Sigit, hidup Asih Widodo berubah total. Ia tak memilih diam atau melupakan luka. Sebaliknya, ia menjadi salah satu wajah paling vokal dari keluarga korban yang menuntut keadilan atas Tragedi Semanggi I.

Perjuangannya bukan sekadar mencari nama pelaku, tetapi menuntut agar negara mengakui kesalahan sistemik yang terjadi. Dalam berbagai kes kesempatan, Asih menegaskan bahwa keadilan sejati hanya tercapai jika aktor intelektual di balik penembakan—bukan hanya pelaku lapangan—dibawa ke meja hukum.

“Keadilan bukan soal dendam. Ini soal kebenaran, akuntabilitas, dan jaminan agar tragedi seperti ini tak terulang,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik tahun 2019.

Selama 27 tahun, Asih terus mengikuti berbagai forum kebenaran, sidang komisi HAM, hingga aksi demonstrasi damai. Ia tak pernah absen dari pertemuan keluarga korban, tak peduli kondisi kesehatannya memburuk seiring usia. Baginya, setiap langkah adalah bagian dari janji yang tak pernah ia langgar kepada arwah Sigit.

Namun, hingga akhir hayatnya, negara tak pernah memberikan jawaban tuntas. Tak ada pengadilan yang digelar, tak ada pengakuan resmi atas pelanggaran HAM berat, dan tak ada kompensasi yang benar-benar memulihkan martabat keluarganya.

Warisan Moral dan Pesan untuk Generasi Muda
Meski tak pernah melihat keadilan datang dalam hidupnya, Asih Widodo meninggalkan warisan moral yang luar biasa. Ia menjadi bukti nyata bahwa keteguhan dan integritas bisa bertahan bahkan di tengah keputusasaan.

Organisasi HAM seperti KontraS, ELSAM, dan Imparsial menyampaikan belasungkawa mendalam atas kepergian Asih. Mereka menyebutnya sebagai “pahlawan keadilan bagi keluarga korban” dan “saksi hidup dari kegagalan negara menuntaskan masa lalunya.”

Bagi generasi muda, kisah Asih Widodo adalah pengingat bahwa reformasi 1998 belum benar-benar selesai. Bahwa masih ada luka yang belum sembuh, nama-nama yang belum dikenang, dan keadilan yang belum ditegakkan.

Baca juga: Apa Penyebab Asih Widodo Meninggal Dunia? Simak Kronologi Tewasnya Ayah Sigit Prasetyo Korban Tragedi Semanggi I, Benarkah Serangan Jantung?

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya