KSAD Maruli Simanjuntak: Prajurit TNI Korbankan Nyawa Tangani Bencana Sumatera, Masyarakat Diminta Tak Hanya Mengkritik
Maruli-Instagram-
KSAD Maruli Simanjuntak: Prajurit TNI Korbankan Nyawa Tangani Bencana Sumatera, Masyarakat Diminta Tak Hanya Mengkritik
Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dalam pekan terakhir tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi para korban, tetapi juga memicu gelombang kritik publik terhadap respons penanganan bencana yang dianggap lambat. Di tengah sorotan tajam tersebut, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak angkat suara, mengungkap sisi manusiawi di balik kerja keras para prajurit TNI yang berjuang siang-malam di medan bencana—bahkan dengan taruhan nyawa.
Dalam konferensi pers khusus penanganan bencana Sumatera yang digelar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Jumat (19/12/2025), Maruli tidak hanya membela institusinya, tetapi juga menyampaikan permohonan yang penuh emosi kepada masyarakat. Ia meminta agar kritik disampaikan secara langsung, bukan melalui pemberitaan yang berpotensi memperkeruh suasana.
“Kalau ada hal kekurangan, pasti banyak kekurangan. Tolong informasikan kepada kami kekurangan itu, jangan diekspos lewat media,” ujar Maruli dengan nada prihatin.
Permintaan itu bukan sekadar pembelaan institusional. Lebih dalam, pernyataan Maruli menyiratkan beban moral yang ditanggung para prajurit di lapangan—mereka yang bekerja tanpa henti meski cuaca buruk, medan sulit, dan risiko tinggi mengancam keselamatan mereka.
Tiga Prajurit Gugur, Keluarga Jadi Korban Bencana
Salah satu bagian paling menyayat hati dari penjelasan KSAD adalah pengakuan bahwa tiga anggota TNI telah gugur dalam misi kemanusiaan tersebut. Namun, yang lebih mengharukan, dua di antara mereka ternyata kehilangan seluruh keluarganya akibat bencana yang sama yang mereka tangani.
“Kasihan anggota kami yang sudah—tiga orang meninggal. Ada dua keluarga yang suaminya pergi bertugas, lalu rumahnya hanyut, keluarganya—istri dan anak-anaknya—ikut menjadi korban,” ungkap Maruli dengan suara bergetar.
Kisah tragis ini menggambarkan betapa tipisnya batas antara pahlawan dan korban dalam situasi bencana. Mereka datang untuk menyelamatkan, tetapi justru kehilangan segalanya. Menurut Maruli, dukungan moral dari publik justru sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini—bukan hanya sorotan negatif.
“Kami juga butuh support. Bukan hanya logistik, tapi juga semangat untuk anggota kami yang sedang berjuang di garis depan,” tambahnya.
“Jangan Hanya Menyalahkan, Kita Harus Kompak Bernegara”
Maruli menegaskan bahwa penanganan bencana bukanlah tanggung jawab satu pihak saja. Ia menolak narasi yang cenderung menyalahkan, terutama ketika para prajurit di lapangan justru bekerja tanpa kenal lelah—bahkan di tengah hujan deras dan malam gelap.
“Jadi mari kita bersama-sama beri kekuatan kepada yang terdampak bencana, dan beri kekuatan kepada kami yang sedang bekerja. Jangan sedihkan anggota itu—mereka sudah bekerja siang malam, tapi malah dibilang pengerahannya lambat,” ujarnya.
Dengan nada penuh empati, KSAD mengajak masyarakat untuk menempatkan diri pada posisi para prajurit. “Bagaimana rasanya Anda kalau di posisi itu? Bukan saya yang bicara, tapi anggota saya. Mereka kehujanan tengah malam, mengevakuasi korban, mengangkut logistik, membersihkan puing—lalu dibilang lambat. Apakah itu adil?”
Pesan Maruli menyentuh akar nilai kebangsaan: solidaritas. Menurutnya, keberhasilan penanganan bencana sangat bergantung pada kekompakan seluruh elemen bangsa—pemerintah, aparat keamanan, relawan, dan terutama masyarakat sipil.
“Jadi tolong, hal-hal seperti ini jangan dijadikan bahan perpecahan. Kita harus kompak, bernegara bersama,” tandasnya.
Penanganan Bencana: Antara Harapan dan Realitas Lapangan
Fenomena bencana di Sumatera memang mengejutkan banyak pihak. Curah hujan ekstrem yang berlangsung berhari-hari memicu banjir bandang dan longsor di sejumlah provinsi, termasuk Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Akses jalan terputus, jaringan komunikasi lumpuh, dan kondisi geografis yang terjal memperparah tantangan logistik.
Dalam kondisi demikian, respons cepat memang menjadi harapan wajar masyarakat. Namun, kenyataannya, medan operasi sering kali tidak memungkinkan penyebaran bantuan secara instan. TNI—melalui Kostrad, Kopassus, dan satuan teritorial—telah mengerahkan ratusan personel, helikopter, dan peralatan berat sejak hari pertama bencana.
Namun, sebagaimana diakui Maruli, kesempurnaan mustahil dicapai. Yang bisa dilakukan institusinya adalah berusaha semaksimal mungkin dengan sumber daya yang ada. Dan dalam usaha itu, nyawa prajurit pun menjadi taruhan.
Baca juga: Jadwal Mega Bollywood Paling Yahud 24-28 Desember 2025