Emas Dunia Melambung Menuju Rekor Baru: Geopolitik, Inflasi, dan Kebijakan The Fed Jadi Pemicu Utama
Emas Antam--
Emas Dunia Melambung Menuju Rekor Baru: Geopolitik, Inflasi, dan Kebijakan The Fed Jadi Pemicu Utama
Harga emas dunia kembali mencatatkan kenaikan signifikan pada Kamis pagi, mendekati rekor tertingginya sepanjang masa. Komoditas logam mulia ini diperdagangkan pada level US$4.341,17 per troy ons, menandai pemulihan usai mengalami penurunan moderat di sesi sebelumnya yang mengakhiri rentetan lima hari kenaikan berturut-turut. Pergerakan ini tak hanya mencerminkan kekuatan fundamental emas sebagai aset safe-haven, tetapi juga menjadi cerminan kompleksnya dinamika ekonomi dan geopolitik global saat ini.
Tiga Pilar Pendorong Kenaikan Emas: Geopolitik, Inflasi, dan Suku Bunga
Lonjakan harga emas yang mencapai lebih dari 60% secara year-to-date (YTD) pada 2025 bukanlah fenomena biasa. Ini adalah hasil dari konvergensi tiga kekuatan utama: ketegangan geopolitik yang memanas, tekanan inflasi yang masih menghantui perekonomian global, dan ekspektasi kebijakan moneter yang longgar dari bank sentral utama dunia, khususnya The Federal Reserve (The Fed).
Salah satu pemicu terbaru berasal dari Amerika Latin, tepatnya Venezuela. Presiden Donald Trump kembali mengguncang pasar dengan mengumumkan blokade terhadap semua kapal tanker minyak Venezuela yang terkena sanksi AS. Langkah ini memperburuk ketegangan diplomatik dan militer di kawasan tersebut, terutama dalam konteks ancaman intervensi darat terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung beralih ke aset-aset yang dianggap aman, dan emas selalu menjadi pilihan utama.
“Ketegangan tampaknya meningkat secara bertahap,” ujar David Wilson, analis komoditas senior di BNP Paribas. “Semua faktor pendukung emas—dari inflasi, volatilitas pasar saham, hingga perlambatan pertumbuhan global—sedang terjadi secara bersamaan.”
Inflasi dan The Fed Jadi Fokus Utama Pasar
Selain faktor geopolitik, data inflasi AS yang akan dirilis hari ini menjadi sorotan utama pelaku pasar. Indikator ini akan memberikan petunjuk penting mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed di awal 2026. Sejumlah pejabat senior The Fed juga dijadwalkan tampil di depan publik, sehingga setiap komentar mereka akan dianalisis secara mikroskopis oleh pelaku pasar.
Pekan lalu, The Fed baru saja melakukan pemotongan suku bunga ketiga secara berturut-turut, sebuah sinyal jelas bahwa bank sentral AS mulai membuka jalan bagi kebijakan moneter yang lebih longgar. Bagi emas—yang tidak memberikan imbal hasil berupa bunga—penurunan suku bunga adalah angin segar. Investor cenderung menjauh dari aset berpendapatan tetap dan beralih ke logam mulia yang nilainya cenderung stabil atau bahkan meningkat dalam lingkungan suku bunga rendah.
Meski demikian, peluang pemotongan suku bunga tambahan pada pertemuan Januari 2026 diperkirakan kurang dari 25%, menurut data pasar derivatif. Hal ini menunjukkan bahwa The Fed mungkin sedang menunggu data ekonomi yang lebih kuat sebelum mengambil langkah berikutnya.
Prediksi Harga Emas Tembus US$5.000
Optimisme terhadap prospek emas tidak hanya datang dari analis, tetapi juga dari pelaku industri logam mulia. Nicky Shiels, Kepala Riset di MKS PAMP SA—salah satu pengolah emas terkemuka dunia—memprediksi bahwa harga emas rata-rata pada 2026 bisa mencapai US$4.500 per troy ons.
Lebih jauh lagi, Wilson dari BNP Paribas bahkan menyebut bahwa target US$5.000 per troy ons bukanlah hal mustahil dalam waktu dekat. “Dalam skenario makroekonomi saat ini, emas bisa mencapai level tersebut pada suatu saat tahun depan,” tegasnya.
Saat ini, emas hanya berjarak sekitar 1% dari rekor tertingginya di US$4.381 per troy ons, yang dicatatkan pada Oktober 2025. Jika tren ini berlanjut, maka tahun 2025 akan menjadi tahun terbaik bagi emas sejak 1979, baik dari segi kinerja maupun momentum investor.