Profil Tampang Guru SDN Pajeleran 01 Bogor yang Diduga Diskriminasi Nilai Hingga Wali Murid Geruduk Sekolah, Lengkap: Nama, Umur, Agama dan IG
Sd-Instagram-
Profil Tampang Guru SDN Pajeleran 01 Bogor yang Diduga Diskriminasi Nilai Hingga Wali Murid Geruduk Sekolah, Lengkap: Nama, Umur, Agama dan IG
Skandal di SDN Pajeleran 01 Bogor: Guru Diduga Diskriminasi Nilai, Wali Murid Geruduk Sekolah Minta Keadilan
Wali murid SDN Pajeleran 01 Bogor geram! Guru kelas 4E diduga mempraktikkan diskriminasi nilai akademik, les bayaran, dan manipulasi rapor. Simak kronologi lengkap kasus yang mengguncang dunia pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ini.
Bogor, 16 Desember 2025 — Dunia pendidikan dasar di Kabupaten Bogor digemparkan oleh laporan serius dari sejumlah wali murid SDN Pajeleran 01, Kelurahan Sukahati, Kecamatan Cibinong. Pada Senin, 15 Desember 2025, puluhan orang tua siswa kelas 4E secara spontan mendatangi sekolah mereka, bukan untuk menghadiri acara rutin, melainkan untuk menyuarakan protes keras terhadap dugaan praktik tidak etis yang dilakukan oleh wali kelas 4E.
Aksi demonstrasi damai ini bukan sekadar unjuk rasa biasa—melainkan bentuk keputusasaan dari para orang tua yang merasa anak-anak mereka diperlakukan secara tidak adil dalam sistem penilaian akademik. Sejumlah bukti awal, termasuk rekaman suara dari siswa, telah memicu kekhawatiran luas akan integritas proses pendidikan di salah satu sekolah dasar negeri tersebut.
Tuntutan Mengalir: Guru Diminta Dicopot dari Jabatan
Melalui unggahan viral di akun Instagram @rumpi_gosip, para wali murid secara terbuka menuntut agar guru berinisial “S” yang menjabat sebagai wali kelas 4E segera dinonaktifkan dari tugas mengajar. Tuntutan ini muncul setelah beredar dugaan kuat bahwa guru tersebut mempraktikkan bentuk diskriminasi akademik yang sangat merugikan siswa yang tidak mampu secara finansial.
“Kami tidak bisa diam saja. Ini menyangkut masa depan anak-anak kami. Pendidikan seharusnya adil dan inklusif, bukan alat untuk mengintimidasi atau memeras,” tegas Sinta, salah satu perwakilan wali murid, saat ditemui wartawan pada Selasa (16/12/2025).
Modus Les Berbayar: “Nilai Aman Hanya untuk yang Bayar”
Salah satu tuduhan paling mengejutkan dalam kasus ini adalah dugaan praktik les privat berbayar yang dikelola langsung oleh guru tersebut. Menurut kesaksian Sinta, guru berinisial S secara eksplisit mengatakan kepada para murid bahwa nilai rapor mereka akan “aman” jika mereka mengikuti les yang dibayar sebesar Rp250.000 per bulan.
Pernyataan tersebut bukan hanya bersifat lisan—tetapi didukung oleh rekaman suara yang diperoleh dari beberapa siswa. Dalam rekaman itu, terdengar jelas bahwa guru tersebut mendorong siswa untuk mendaftar les, dengan implikasi bahwa mereka yang tidak ikut akan mendapat nilai rendah.
“Kalau mau nilainya aman, harus ikut les Rp250 ribu per bulan,” ujar Sinta, menirukan isi rekaman tersebut.
Nilai Rapor Diubah Berdasarkan Siapa yang Bayar?
Bukti ketidakadilan dalam penilaian akademik semakin menguat. Menurut Sinta, siswa yang mengikuti les diklaim mendapat nilai tinggi secara otomatis—meski kinerja akademik mereka tidak mencerminkan prestasi tersebut. Sebaliknya, siswa yang tidak ikut les menerima nilai yang sangat rendah, bahkan ada yang mendapat angka 0 dalam beberapa mata pelajaran.
“Anak saya sendiri, yang sebelumnya tidak pernah dapat nilai 5, tiba-tiba menerima nilai 5 setelah kami memutuskan tidak ikut les. Sebaliknya, temannya yang ikut les—padahal sering tidak mengerjakan PR—malah dapat nilai sempurna,” ungkap Sinta dengan nada prihatin.
Ketimpangan ini tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga mengancam motivasi belajar anak-anak. Bagi siswa yang tak mampu membayar, rapor menjadi simbol kegagalan—bukan cermin usaha atau kemampuan mereka.
Dugaan Pemerasan Lewat “Kas Kelas”
Tuduhan tidak berhenti pada les berbayar. Para wali murid juga mengungkap praktik mencurigakan lainnya: adanya “kompetisi sumbangan kas kelas”, di mana siswa yang memberikan uang lebih banyak konon mendapat perlakuan istimewa—baik dalam bentuk pujian di kelas, kepercayaan sebagai ketua kelas, hingga perlindungan dari hukuman.
Akibat tekanan psikologis ini, beberapa anak disebut terpaksa meminta uang tambahan kepada orang tua hanya untuk mempertahankan “status sosial” di dalam kelas—sebuah dinamika yang seharusnya tidak ada di bangku sekolah dasar.
Respons Sekolah dan Dinas Pendidikan
Menanggapi sorotan publik, Kepala SDN Pajeleran 01, Idah Nursidah, segera memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa kegiatan les atau bimbingan belajar yang diselenggarakan oleh guru tersebut sepenuhnya di luar tanggung jawab institusi sekolah.
“Sekolah tidak pernah menyetujui atau menginisiasi program les berbayar semacam itu. Apa yang dilakukan guru bersangkutan adalah tindakan pribadi dan tidak merepresentasikan kebijakan sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Rusliandy, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan dan akan segera menindaklanjuti kasus ini.
“Kami berencana memanggil kepala sekolah dan guru yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi lebih lanjut. Kami juga akan mengkaji apakah ada pelanggaran kode etik guru atau bahkan pelanggaran hukum,” kata Rusliandy pada Selasa (16/12/2025).
Kasus Ini Lebih dari Sekadar Nilai Rapor
Yang membuat kasus ini begitu menyentuh adalah dampak psikologis dan sosial yang dialami para siswa. Anak-anak usia 9–10 tahun—usia yang seharusnya penuh rasa ingin tahu dan kegembiraan belajar—justru terjebak dalam sistem yang membedakan mereka berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga.
Ini bukan hanya soal angka di rapor. Ini soal nilai-nilai dasar pendidikan: keadilan, integritas, dan rasa aman. Ketika guru—figur yang seharusnya menjadi panutan—justru memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi, maka kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan pun ikut terguncang.
Baca juga: Replika Patung Liberty di Brasil Selatan Tumbang Diterjang Badai Kencang, Viral di Media Sosial