Skandal Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Jaksa Ungkap Nadiem Makarim Diduga Terima Rp809 Miliar dari Proyek Laptop Kemendikbudristek

Skandal Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Jaksa Ungkap Nadiem Makarim Diduga Terima Rp809 Miliar dari Proyek Laptop Kemendikbudristek

Nadiem-Instagram-

Skandal Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Jaksa Ungkap Nadiem Makarim Diduga Terima Rp809 Miliar dari Proyek Laptop Kemendikbudristek

Dunia pendidikan Tanah Air sedang diguncang skandal korupsi besar-besaran yang melibatkan program digitalisasi sekolah yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam persidangan perkara korupsi pengadaan laptop Chromebook dan layanan Chrome Device Management (CDM), jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap fakta mengejutkan: mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makarim, diduga menerima aliran dana mencapai Rp809,5 miliar dari proyek tersebut.



Angka fantastis tersebut terungkap dalam surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar di Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek periode 2020–2021. Sidang pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa, 16 Desember 2025.

Kerugian Negara Capai Rp2,1 Triliun, Chromebook Dinilai Tidak Layak untuk Daerah 3T
Menurut jaksa Roy Riady, tindakan para terdakwa dalam proyek pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,1 triliun. Kerugian ini berasal dari dua sumber utama: pertama, pengadaan Chromebook dengan harga yang jauh di atas harga wajar, yang menyebabkan pemborosan anggaran sebesar Rp1,567 triliun; dan kedua, pembelian layanan Chrome Device Management (CDM) yang dinilai tidak diperlukan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi dunia pendidikan, dengan nilai pemborosan mencapai Rp621 miliar.

Ironisnya, perangkat yang seharusnya menjadi alat bantu utama dalam pembelajaran digital justru tidak bisa dimanfaatkan di daerah 3T—Terluar, Tertinggal, dan Terdepan—karena tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur dan kebutuhan riil di lapangan. Banyak sekolah di wilayah terpencil bahkan tidak memiliki akses internet yang memadai untuk menjalankan sistem operasi berbasis cloud seperti Chrome OS, sehingga laptop tersebut menjadi “barang mati” yang tak lebih dari pajangan mahal.


Kolaborasi Para Tersangka: Dari Pejabat hingga Konsultan Bayangan
Jaksa menyebut bahwa tindak pidana korupsi ini dilakukan secara terstruktur oleh sejumlah pihak, termasuk Sri Wahyuningsih yang bekerja bersama-sama dengan Nadiem Makarim, Mulyatsyah (mantan Direktur SMP Kemendikbudristek), Ibrahim Arief (dikenal dengan panggilan IBAM) yang bertindak sebagai tenaga konsultan, serta Jurist Tan—mantan staf khusus Nadiem yang kini dalam status buron.

Menurut dakwaan, para terdakwa secara bersama-sama menyusun dokumen “reviu kajian dan analisis kebutuhan TIK” yang sengaja mengarahkan spesifikasi pengadaan hanya pada produk tertentu, yakni Chromebook dan layanan CDM dari satu vendor dominan. Proses ini dilakukan tanpa melalui survei lapangan yang valid, tanpa evaluasi harga pasar yang kompetitif, dan tanpa mempertimbangkan keberagaman kondisi sekolah di seluruh Indonesia.

“Dokumen tersebut dibuat seolah-olah berbasis kebutuhan, namun nyatanya tidak berangkat dari identifikasi nyata terhadap kondisi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia,” tegas jaksa dalam sidang.

Nadiem Makarim Juga Ditetapkan sebagai Terdakwa, Sidang Ditunda karena Sakit
Meski bukan terdakwa utama dalam persidangan kali ini, Nadiem Anwar Makarim secara resmi telah ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa dalam kasus yang sama. Jaksa menyatakan bahwa dakwaan terhadap Nadiem akan dibacakan pada pekan depan, mengingat mantan bos Gojek tersebut saat ini sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit.

Nama Nadiem—yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh muda inovatif dan simbol transformasi digital—kini tercoreng oleh dugaan keterlibatan dalam skema korupsi sistematis yang justru menghambat akses pendidikan yang adil dan merata. Publik pun bertanya-tanya: bagaimana mungkin program yang digadang-gadang sebagai “lompatan besar digitalisasi sekolah” berujung pada kerugian triliunan rupiah dan gagal total di wilayah yang paling membutuhkannya?

Baca juga: Presiden Prabowo Subianto Kunjungi Korban Kecelakaan Mobil MBG di RS Koja, Sampaikan Duka dan Dukungan Langsung

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya