Merawat Ibu di Hari Ibu: Anugerah Dunia dan Akhirat Menanti di Bawah Telapak Kakinya, Inilah Khutbah Jumat, 19 Desember 2025
masjid-pixabay-
Merawat Ibu di Hari Ibu: Anugerah Dunia dan Akhirat Menanti di Bawah Telapak Kakinya, Inilah Khutbah Jumat, 19 Desember 2025
Menjelang peringatan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember 2025, umat Muslim di seluruh Indonesia diberi kesempatan emas untuk merefleksikan kembali makna bakti kepada orang tua, terutama sang ibu. Dalam tradisi Islam, momen ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi panggilan spiritual untuk menyadari betapa mulianya peran seorang ibu—sehingga merawat dan menghormatinya bukan sekadar kewajiban moral, melainkan jalan menuju rahmat Allah di dunia dan kebahagiaan abadi di akhirat.
Dalam rangka menyambut peringatan tersebut, khutbah Jumat 19 Desember 2025 mengangkat tema yang sangat relevan: “Merawat Ibu, Anugerah Dunia Akhirat Menanti.” Tema ini tidak hanya menyentuh aspek emosional, tetapi juga mengakar kuat dalam ajaran Islam yang menempatkan birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) sebagai amal utama setelah ibadah kepada Allah SWT.
Khutbah Singkat, Tapi Bermakna Mendalam
Dalam Islam, khotbah Jumat idealnya disampaikan dengan ringkas namun padat makna. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda:
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seorang khatib adalah tanda kepahaman seseorang tentang agama. Maka panjangkanlah shalat dan persingkatlah khutbah; sesungguhnya dalam penjelasan singkat ada daya tarik.”
(HR Muslim dan Ahmad)
Namun, meski khutbah harus ringkas, pesan moral di dalamnya harus mampu menyentuh hati, menggugah kesadaran, dan membangkitkan tekad jamaah untuk berubah. Dan dalam konteks Hari Ibu ini, tidak ada pesan yang lebih kuat daripada seruan untuk berbakti kepada ibu—sosok yang telah melahirkan, menyusui, mendidik, dan mengorbankan segalanya demi kebahagiaan anak-anaknya.
Birrul Walidain: Kewajiban Setelah Ibadah Kepada Allah
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 83:
“…Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”
Ayat ini menunjukkan betapa erat kaitannya antara tauhid dan penghormatan terhadap orang tua. Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa berbuat baik kepada orang tua merupakan kewajiban kedua setelah ketaatan kepada Allah. Bahkan, dalam Al-Qur’an, perintah ini disebut berulang kali, antara lain dalam Surah Luqman ayat 14 dan Surah Al-Isra’ ayat 23, yang secara khusus menekankan larangan mengucapkan “ah” (‘uff) kepada orang tua, apalagi membentak atau bersikap kasar.
Realitas Sosial: Ketika Kasih Sayang Mulai Memudar
Sayangnya, di tengah arus modernisasi dan tekanan kehidupan urban, nilai-nilai luhur ini mulai luntur. Media sosial sering kali dipenuhi konten memilukan, di mana anak-anak tampil tidak hormat, bahkan durhaka terhadap ibunya sendiri. Padahal, ibu adalah sosok pertama yang mengenalkan kasih sayang kepada kita—melalui pelukannya yang hangat, air matanya yang tulus, dan doanya yang tak pernah putus.
Islam tidak hanya mengecam tindakan durhaka, tetapi juga menawarkan jalan penebusan dosa melalui bakti kepada ibu—bahkan jika sang ibu sudah tiada. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar, seseorang datang kepada Nabi SAW mengaku telah berbuat dosa besar. Saat Nabi menanyakan apakah ia masih punya ibu, dan ia menjawab tidak, Nabi lalu bertanya, “Apakah engkau punya bibi dari pihak ibu?” Ketika dijawab “ya,” Nabi pun bersabda: “Kalau begitu, berbaktilah kepadanya.”
Pesan ini sangat kuat: bakti kepada ibu tidak berakhir ketika ia wafat, tetapi dapat dilanjutkan melalui keluarganya, doa-doa, sedekah atas namanya, dan perilaku baik yang mencerminkan ajarannya.
Anugerah Dunia: Rezeki yang Lancar dan Dosa yang Diampuni
Islam tidak hanya menjanjikan pahala akhirat, tetapi juga anugerah konkret di dunia bagi siapa yang berbakti kepada orang tua.
Salah satunya adalah terbukanya pintu rezeki. Dalam kisah Bani Israil, seorang pemuda yang sangat taat kepada ibunya diminta menjual sapinya hanya dengan harga yang sangat spesifik: dinar yang memenuhi kulit sapi itu. Ia menuruti permintaan ibunya tanpa ragu. Hasilnya? Sapi itu menjadi satu-satunya yang memenuhi kriteria yang ditetapkan Nabi Musa AS untuk tebusan pembunuhan misterius. Ia pun mendapat imbalan luar biasa—rezeki yang datang karena ketaatannya kepada ibu.
Begitu pula dengan pengampunan dosa. Seorang yang berbuat dosa besar masih diberi jalan keluar oleh Allah, asal ia mau kembali berbakti kepada orang tuanya. Ini menunjukkan betapa kasih sayang seorang ibu menjadi jembatan rahmat Ilahi.
Doa Orang yang Berbakti: Mustajab di Sisi Allah
Kisah Uwais al-Qarni, seorang tabi’in yang tidak pernah bertemu Nabi SAW secara langsung, menjadi bukti nyata betapa mulianya kedudukan orang yang berbakti kepada ibunya. Meskipun ia rindu bertemu Rasulullah, ia memilih tetap tinggal di Yaman untuk merawat ibunya yang sakit dan tua. Karena pengorbanan ini, Rasulullah SAW sendiri memujinya, bahkan meminta para sahabat untuk meminta doa darinya:
“Siapa saja di antara kalian bertemu dengannya, maka mintalah dia memohonkan ampunan (kepada Allah) untuk kalian.”
Doa Uwais al-Qarni mustajab, karena lahir dari hati yang tulus dan penuh bakti. Ini menjadi pelajaran berharga: bakti kepada ibu bukan hanya tentang perbuatan, tetapi tentang ketulusan yang menyentuh langit.
Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu
Kalimat paling ikonik dalam khazanah Islam tentang ibu adalah: