Lora Umar Galis Siapa? Mengungkap Sosok yang Viral di TikTok dan Bayangan Kelam di Balik Pesantren Nurul Karomah, Bangkalan

Lora Umar Galis Siapa? Mengungkap Sosok yang Viral di TikTok dan Bayangan Kelam di Balik Pesantren Nurul Karomah, Bangkalan

Lora-Instagram-

Lora Umar Galis Siapa? Mengungkap Sosok yang Viral di TikTok dan Bayangan Kelam di Balik Pesantren Nurul Karomah, Bangkalan

Nama Lora Umar Galis tiba-tiba melejit di jagat media sosial akhir pekan ini—terutama di TikTok dan Instagram—menjadi bahan perbincangan hangat warganet. Namun, viralnya namanya bukan karena konten hiburan atau gaya hidup kekinian, melainkan terkait dugaan kasus kejahatan seksual terhadap santri di sebuah pondok pesantren di Madura. Siapa sebenarnya Lora Umar Galis? Dan apa kaitannya dengan kasus yang kini tengah ditangani oleh Polda Jawa Timur?



Gelar “Lora” dan Akar Budaya Madura
Dalam konteks masyarakat Madura, istilah “Lora” bukanlah sekadar nama, melainkan sebuah gelar kehormatan yang diberikan kepada putra seorang kiai atau tokoh agama. Gelar ini setara dengan sapaan “Gus” yang lazim digunakan di kalangan pesantren Jawa. Artinya, seseorang yang disapa “Lora” dianggap berasal dari keluarga yang dihormati, terutama dalam lingkungan keagamaan dan pendidikan Islam tradisional.

Lora Umar Galis, yang disebut-sebut berasal dari Desa Peterongan, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, dikenal pernah terlibat dalam pengajaran agama di Pondok Pesantren Nurul Karomah. Namun, perannya bukan sebagai guru tetap, melainkan sebagai pengajar tidak terjadwal yang datang sesuai kebutuhan atau kesempatan tertentu.

Meski namanya kini ramai diperbincangkan, informasi detail mengenai latar belakang pribadi, pendidikan, atau aktivitas publiknya masih sangat terbatas. Yang jelas, keterlibatannya—meski tidak formal—dengan lingkungan pesantren membuat namanya tidak asing di kalangan masyarakat setempat.


Kasus Dugaan Pencabulan Santri: Titik Balik yang Mengguncang
Viralnya nama Lora Umar Galis tidak lepas dari laporan resmi yang diajukan ke Polda Jawa Timur pada Senin, 1 Desember 2025, pukul 21.30 WIB. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/1727/XI/2025/SPKT/Polda Jatim dan diajukan oleh seorang perempuan berusia 35 tahun—keluarga korban—yang menuduh terlapor berinisial UF (diduga merujuk pada Lora Umar Galis) telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur.

Menurut keterangan resmi Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, pada Kamis (4/12/2025), pihak kepolisian telah menerima laporan dan sedang mendalami kasus tersebut. Dugaan kejahatan itu terjadi pada Januari 2023 di Desa Peterongan, Bangkalan.

Tindakan tersebut diduga melanggar Pasal 81 juncto Pasal 76D dan/atau Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur dalam ketentuan ini sangat berat, mencerminkan komitmen negara dalam melindungi generasi muda dari eksploitasi dan kekerasan.

Dampak Psikologis dan Peran Lembaga Pendampingan
Menyikapi kasus ini, Direktur Muslimah Humanis Indonesia (MHI) Bangkalan, Mutmainah, yang juga seorang psikolog, mengungkapkan bahwa korban mengalami trauma psikologis yang mendalam. MHI, sebagai lembaga yang fokus pada perlindungan perempuan dan anak, telah turut mendampingi keluarga korban dalam proses pelaporan ke Polda Jatim.

“Pendampingan psikologis sangat penting agar korban bisa pulih, merasa aman, dan berani menyuarakan kebenaran,” kata Mutmainah. Ia menambahkan bahwa MHI juga telah menerima keluhan dari sejumlah keluarga lain yang menduga anak-anak mereka menjadi korban kejahatan serupa oleh terlapor yang sama.

Mutmainah menekankan pentingnya keberanian dari korban lain untuk melapor, demi memastikan keadilan dan mencegah terulangnya kejahatan di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman.

Respons Pondok Pesantren Nurul Karomah
Di tengah sorotan publik, Pondok Pesantren Nurul Karomah merespons dengan cepat. Melalui akun media sosial resminya pada Selasa (2/12/2025), pihak pesantren menerbitkan klarifikasi tertulis yang menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus yang terjadi.

Dalam pernyataannya, pihak pesantren menegaskan bahwa terlapor (UF) saat ini tidak lagi berada di lingkungan pesantren, dan seluruh aksesnya telah diputus. Mereka juga menegaskan tidak akan melindungi siapa pun yang terbukti bersalah, serta menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

“Kami siap kooperatif dan membuka akses informasi yang dibutuhkan aparat penegak hukum. Fokus kami adalah perlindungan korban, pendampingan yang dibutuhkan, serta pembenahan sistem internal agar kejadian serupa tidak terulang,” demikian bunyi pernyataan tertulis tersebut.

Pihak pesantren juga menekankan bahwa tindakan yang dituduhkan merupakan perilaku individu, dan tidak mencerminkan nilai, ajaran, atau kebijakan pesantren. Mereka pun mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi dan memberi ruang bagi aparat hukum untuk bekerja secara objektif.

Fenomena Gunung Es: Data Mengkhawatirkan di Balik Pesantren
Kasus di Nurul Karomah bukan insiden terisolasi. Berdasarkan penelusuran Kompas, mengutip data dari Pusat Pengkajian Islam & Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, diperkirakan 43.000 hingga 44.000 santri di Indonesia rentan menjadi korban kekerasan dan kejahatan seksual.

Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia pada 2024 menunjukkan bahwa 20% dari 570–580 korban kejahatan seksual berasal dari lingkungan pondok pesantren. Angka ini menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, ormas keagamaan, dan masyarakat.

Sebagai respons, Menteri Agama Nasaruddin Umar telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Program ini bertujuan menciptakan lingkungan pesantren yang aman, inklusif, dan responsif terhadap hak anak.

Baca juga: Siapa Fransiska Dwi Melani? Direktur PT Mecimapro yang Terseret Kasus Skandal Konser TWICE

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya