Negara Ini Buka Hubungan dengan Israel, Berujung Konflik Internal dan Perang Saudara

Negara Ini Buka Hubungan dengan Israel, Berujung Konflik Internal dan Perang Saudara

Israel--

Pada 2021, Sudan resmi mengumumkan niat membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Keputusan tersebut muncul di tengah perubahan besar setelah kejatuhan Omar al-Bashir.

Namun, upaya normalisasi itu beriringan dengan memburuknya situasi internal. Sudan kini berada dalam krisis besar akibat perang saudara yang berkecamuk sejak tahun lalu.



Kesepakatan awal dicapai melalui dorongan Presiden AS saat itu, Donald Trump, lewat Abraham Accord. Jenderal Abdel Fattah al-Burhan bahkan menggelar pertemuan diam-diam dengan Benjamin Netanyahu pada 2020 di Uganda.

Analis Kholood Khair menilai pemerintah transisi Sudan menggunakan kesepakatan itu untuk memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab. Ia mengatakan langkah tersebut diambil untuk "mencoba dan memperbaiki hubungan antara dirinya dan Amerika... dan Emirat yang sangat anti-Ikhwanul Muslimin."

Sinyal positif dari AS yang berencana menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme membuat pemerintah semakin bersemangat. Tetapi situasi domestik tiga tahun kemudian malah semakin kacau.


Pada April 2023, militer dan RSF pecah menjadi konflik bersenjata. Perselisihan utama berkaitan dengan proses integrasi RSF ke dalam struktur militer resmi.

Militer menuntut integrasi cepat, sedangkan RSF menginginkan reformasi internal sebelum penyatuan. Pertentangan itu memantik perang saudara yang terus berlanjut.

Menurut Yasir Zaidan, kebijakan luar negeri Sudan saat ini lebih menguntungkan elite tertentu. Ia menilai isu normalisasi justru memperbesar persaingan politik dalam negeri.

Bagi Israel, langkah ini juga berisiko. Jika pemerintahan Sudan mendatang memutuskan perjanjian karena mengaitkannya dengan militer, hubungan diplomatik itu bisa terancam.

Situasi tersebut dapat menghambat rekonsiliasi bilateral di masa depan. Perhitungan taktis jangka pendek dapat merusak peluang diplomatik jangka panjang.

Di sisi lain, masyarakat sipil Sudan tidak memprioritaskan isu hubungan dengan Israel. Menurut El-Waleed Mousa, warga lebih fokus pada penyusunan konstitusi dan penataan ulang peran militer dalam politik.

"Mereka memiliki isu-isu yang lebih mendesak..." ujarnya, menyebut proses normalisasi dilakukan secara tertutup tanpa transparansi. Para jenderal disebut enggan menjelaskan kebijakan tersebut kepada publik.

Sudan yang pernah dikenal lewat resolusi "Tiga Tidak" kini terjerat konflik internal. Perang saudara terus menggerus harapan menuju stabilitas.

 

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya