Apakah Film Frankenstein (2025) Dibintangi Jacob Elordi Akankah Lanjut Season 2?
Frankenstein-Instagram-
Apakah Film Frankenstein (2025) Dibintangi Jacob Elordi Akankah Lanjut Season 2? Tragedi Modern yang Menggugah Hati – Del Toro Kembali Mengguncang Dunia dengan Adaptasi Gothic yang Menyentuh Jiwa
Dunia perfilman akan menyaksikan sebuah peristiwa budaya yang langka: sebuah adaptasi Frankenstein yang tidak hanya setia pada akar klasiknya, tetapi juga menghidupkannya kembali dengan kedalaman emosional dan keindahan visual yang memukau. Film berjudul Frankenstein, garapan sutradara pemenang Oscar Guillermo del Toro, akan tayang eksklusif di Netflix, membawa penonton ke dalam dunia gothic yang suram, penuh keraguan moral, dan pertanyaan filosofis tentang apa yang sebenarnya membuat seseorang menjadi “monster”.
Del Toro, yang dikenal sebagai master seni visual dan narasi penuh simbolisme, kali ini tidak hanya mengarahkan, tetapi juga menulis ulang naskah klasik Mary Shelley dari tahun 1818. Bukan sekadar adaptasi, film ini adalah sebuah refleksi mendalam tentang ambisi manusia, kegagalan empati, dan bagaimana penolakan bisa mengubah ciptaan menjadi kutukan. Dengan gaya khasnya yang gelap, puitis, dan penuh ketegangan psikologis, Del Toro mengubah kisah abadi ini menjadi sebuah tragedi Miltonian yang menghancurkan — di mana sang pencipta justru menjadi tokoh yang paling kejam.
Victor Frankenstein: Ilmuwan Brilian yang Terkutuk oleh Ego
Dalam versi Del Toro, Victor Frankenstein (diperankan oleh Oscar Isaac) bukan lagi seorang ilmuwan dingin dan kaku seperti dalam banyak adaptasi sebelumnya. Ia adalah seorang jenius Latin-Amerika yang terluka, terguncang oleh kehilangan berulang kali. Istri tercintanya, anak-anaknya, bahkan sahabat-sahabat dekatnya — semuanya pergi sebelum waktunya. Dalam kesedihan yang membara, Victor memilih untuk menantang alam semesta: ia ingin mengalahkan kematian. Bukan demi kebaikan umat manusia, tapi demi memenuhi rasa bersalah pribadinya yang tak terbendung.
Dengan sumber daya ilegal dan tekad yang hampir gila, Victor mencuri mayat-mayat dari medan perang Crimea — jasad-jasad yang terpisah, terbakar, dan hancur — lalu menyatukannya menjadi satu tubuh raksasa setinggi delapan kaki. Proses ini bukan hanya teknis, tapi ritual spiritual yang penuh darah, doa, dan air mata. Ketika makhluk itu akhirnya hidup — dengan napas berat, mata yang penuh kebingungan, dan tangan yang gemetar — Victor bukan merasakan kebahagiaan. Ia justru terkejut. Dan kemudian, takut.
Makhluk yang Tidak Dikenal sebagai Manusia
Jacob Elordi memberikan performa yang menggetarkan sebagai “Makhluk” — sosok yang tidak memiliki nama, tetapi memiliki jiwa yang sangat manusiawi. Ia tidak lahir sebagai monster. Ia lahir dengan rasa ingin tahu yang murni: bagaimana rasanya menyentuh hujan? Mengapa manusia menangis? Apakah cinta bisa diberikan tanpa syarat?
Namun, setiap langkahnya yang penuh kepolosan dihadapkan pada kekerasan, ketakutan, dan penolakan. Victor, sang pencipta, langsung menolaknya. Ia memukul, mengusir, bahkan mengancam untuk membunuh. Di mata dunia, Makhluk ini adalah monster — tetapi di mata penonton, ia adalah korban pertama dari ego manusia.
Perjalanan Makhluk ini kemudian menjadi cerita tentang pencarian identitas. Ia belajar membaca dari buku-buku tua yang ditinggalkan, memahami puisi, mengenali keindahan musik, dan merasakan kesepian yang lebih dalam dari apa yang pernah dirasakan Victor. Dan ketika ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah diterima — bahkan oleh orang yang menciptakannya — maka kebencian mulai tumbuh. Bukan karena ia jahat. Tapi karena ia dilahirkan dalam dunia yang tidak mau mengerti.
Mia Goth dan Christoph Waltz: Dua Sisi Kegelapan
Dalam film ini, Mia Goth tampil dalam peran ganda yang luar biasa: sebagai Lady Elizabeth Harlander, kekasih Victor yang penuh kelembutan dan harapan, dan Baroness Claire Frankenstein, sosok misterius yang tampaknya tahu lebih banyak daripada yang diakui. Kedua karakter ini menjadi cermin dari dua kemungkinan takdir: cinta yang bisa menyelamatkan, atau cinta yang justru menjadi alat penghancur.
Sementara itu, Christoph Waltz memerankan Dr. Pretorius, mentor Victor yang licik, cerdas, dan penuh pesona jahat. Ia bukan hanya seorang ilmuwan, tapi filosof kegelapan yang percaya bahwa penciptaan adalah dosa yang tak termaafkan — dan bahwa manusia layak dihukum karena berani bermain sebagai Tuhan. Dialog-dialognya adalah puncak kecerdasan naratif film ini: setiap kalimatnya mengandung racun, namun disampaikan dengan gaya yang begitu elegan.
Gothic yang Memukau: Visual dan Musik sebagai Narasi
Del Toro tidak hanya bercerita — ia menciptakan dunia. Setiap adegan di Frankenstein ini adalah lukisan hidup: cahaya remang-remang dari lilin, bayangan panjang di dinding kastil, hujan yang tak pernah berhenti, dan kostum yang terasa seperti baju duka abadi. Musik orkestra yang mengalun perlahan, dengan sentuhan piano yang hampir berbisik, membuat penonton merasakan setiap detik kesedihan yang tak terucapkan.
Tidak ada aksi spektakuler yang menggemparkan. Tidak ada ledakan atau kejar-kejaran. Yang ada hanyalah ketegangan emosional yang terus memanas, seperti api yang perlahan membakar rumah yang penuh kenangan.
Baca juga: Manhwa Lookism 581 Bahasa Indonesia, Cerita Lookism Chapter 581 582 SUB INDO English RAW