Johnson Panjaitan Sakita Apa? Benarkah Sempat 5 Hari Kritis? Berikut Kronologi Meninggalnya Advokat Sekaligus Pejuang HAM di Indonesia
Johnson-Instagram-
Johnson Panjaitan Sakita Apa? Benarkah Sempat 5 Hari Kritis? Berikut Kronologi Meninggalnya Advokat Sekaligus Pejuang HAM di Indonesia
Dunia aktivis hak asasi manusia (HAM) dan hukum di Tanah Air berduka. Johnson Panjaitan, seorang advokat sekaligus pejuang demokrasi yang dikenal gigih membela keadilan, mengembuskan napas terakhir pada Sabtu, 26 Oktober 2025, di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), Cawang, Jakarta Timur. Kabar duka ini menyebar luas melalui media sosial, termasuk unggahan dari akun X @isnuhandono, dan segera menjadi sorotan publik nasional.
Johnson, yang lahir pada 11 Juni 1966, bukan sekadar nama dalam daftar pengacara biasa. Ia adalah sosok yang dikenal konsisten menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebebasan sepanjang hidupnya. Sebagai anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), ia kerap berada di garda terdepan dalam membela korban ketidakadilan, terutama mereka yang tak memiliki suara di tengah sistem yang timpang.
Jejak Perjuangan yang Tak Terlupakan
Salah satu momen paling monumental dalam karier Johnson adalah ketika ia menjadi pengacara bagi para korban peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996—peristiwa kelam dalam sejarah politik Indonesia yang kerap disebut sebagai “Kudatuli.” Saat itu, ia berdiri tegak di tengah tekanan politik dan ancaman, memperjuangkan keadilan bagi para korban yang diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat keamanan. Kiprahnya dalam kasus tersebut tidak hanya mengukuhkan reputasinya sebagai pembela HAM, tetapi juga menunjukkan integritas dan keberaniannya sebagai seorang penegak hukum yang independen.
Sejak saat itu, Johnson terus aktif dalam berbagai isu strategis: mulai dari kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, kebebasan berekspresi, hingga perlindungan terhadap kelompok minoritas dan masyarakat adat. Ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati, namun tegas dalam prinsip—kombinasi langka yang membuatnya dihormati oleh rekan-rekan seprofesi maupun lawan-lawan ideologisnya.
Sakit Misterius dan Hari-Hari Terakhir yang Mengkhawatirkan
Menjelang kepergiannya, kondisi kesehatan Johnson sempat mengalami penurunan drastis. Menurut Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Johnson berada dalam kondisi kritis selama empat hingga lima hari terakhir sebelum akhirnya meninggal dunia pada pagi hari tanggal 26 Oktober 2025.
Namun, hingga kini, pihak keluarga maupun rekan dekatnya belum memberikan informasi rinci mengenai penyakit atau kondisi medis spesifik yang diderita Johnson. Tidak ada pernyataan resmi yang menyebutkan diagnosis medis, sehingga publik masih bertanya-tanya: penyakit apa sebenarnya yang merenggut nyawa pejuang HAM ini?
Yang pasti, selama masa kritisnya, Johnson dirawat intensif di RSPON—rumah sakit rujukan nasional untuk gangguan saraf dan otak. Hal ini memicu spekulasi bahwa ia mungkin mengalami gangguan neurologis serius, meski tanpa konfirmasi resmi, spekulasi tersebut tetap tak bisa dijadikan kepastian.
Duka yang Menyayat, Warisan yang Abadi
Jenazah Johnson Panjaitan dimakamkan di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada hari yang sama. Pemakamannya dihadiri oleh rekan-rekan sesama aktivis, pengacara HAM, mahasiswa, serta masyarakat sipil yang selama ini terinspirasi oleh perjuangannya. Di tengah hujan rintik-rintik Jakarta, doa-doa dipanjatkan bukan hanya untuk arwahnya, tetapi juga agar semangat perjuangannya terus hidup dalam gerakan keadilan di Indonesia.